39. Salahkan Saja

12.2K 553 33
                                    

Faya hanya memeluk Nara tanpa berbicara, usapan kepala juga tangisan beriringan menemani mereka.

Sepeninggalan Jasmine, Nara hanya menangis, ia rasa dirinya akan kehilangan dua orang sekaligus dalam hidupnya, Arjuna yang banyak melukis tangis dan Jasmine yang selalu menemaninya.

Isakan itu mereda.

“Kita pulang, ya?” ajak Faya yang masih dengan rengkuhannya. Nara mencoba bangkit dari duduknya dengan bantuan sang sepupu, energinya terasa habis, tenaganyapun terkuras.

Langkah gontai keduanya tertahan oleh seseorang yang berhenti di hadapan, pria dengan rahang yang mengeras juga rambut berantakan.

“Lo suka gue?” pertanyaan tanpa sapaan langsung terdengar di terlinga kedua wanita itu.

Wajah Nara semakin pucat, air matanya sudah tidak dapat dibendung lagi, hari ini perasaannya telah diketahui oleh sang pemilik, namun yang wanita manis ini dapat bukanlah sambutan melainkan penolakan keras.

“Hari ini gue putus dari Jasmine, dia bilang gue suruh lihat lo, apa yang harus gue lihat, Ra? Sedangkan mata sama hati gue selalu ke arah Jasmine.”

“Gue harus jawab apa, Kak?” Nara berucap dengan lirihnya. Jemarinya menggenggam erat jemari Faya.

“Lo minta Jasmine ngorbanin perasaannya?” tanya Arjuna dengan wajah yang terlihat marah.

“Lo gila, Jun! Nara nggak kayak gitu ya bangsat!” emosi Faya melambung tak tertahankan.

“Nggak usah ikut campur, Fay! Ini urusan gue sama Nara,” pungkas Arjuna dengan matanya yang terlihat mengintimidasi.

“Cinta gue nggak serendah itu.” Nara pandang wajah Arjuna. Ia tahu jika saat ini yang terlukis bukan senyuman melainkan amarah yang entah mengapa harus dirinya yang menanggung.

Apa salah jika menaruh perasaan kepada seseorang?

“Lalu kenapa dia kayak gini, Ra?”

“Gue nggak tahu, Kak. Kenapa lo tanya gue!”

“Stop suka sama gue, bisa?” Arjuna menarik napasnya,” Gue nggak bakal melirik lo lagi,” tambahnya.

Emosi yang mengambil alih, Arjuna secara tidak sadar mengucapkan kalimatnya, rentetan kata itu akan menghujam Nara dengan tajamnya, tapi hanya ini yang bisa Arjuna lakukan untuk terbebas dari rasa tidak nyamannya, menyalahkan orang lain adalah jalan yang ia ambil.

Kini hanya ucapan maaf yang keluar dari mulut Nara, entah mengapa kalimat dan wajah Nara melah membuat Arjuna naik pitam.

“Arrggghh!” ia usap kasar kepala dan wajahnya. “Jangan bikin gue benci sama lo ya, Nara!” bentak  Arjuna.

Kalimat yang Arjuna ucapkan terasa amat sakit di hati Nara, bahu yang naik-turun juga genggaman tangan yang semakin erat mebuat Nara muak, kata maaf yang terlontar tidak dapat menghentikan pembicaraan ini, bahkan egonya yang sudah dipukul jauh terasa tidak ada artinya lagi.

“Gue juga punya hati, bisa sakit.” Nara tatap Arjuna yang rambutnya sudah tidak karuan.

“Gue memang cinta sama lo, tapi cinta gue nggak serendah itu sampai harus nyuruh sahabat gue buat ngorbanin hubungannya, gue nggak seegois itu, Kak Juna!"

“Lo!” Tunjuk Nara dengan jari yang gemetar, “Lo ngedeketin gue, lo bikin gue nyaman dan berharap, tapi dengan bajingannya lo deketin sahabat gue juga! Kak. Saat gue tahu lo deketin Jasmine, gue sebisa mungkin mundur. Saat lo nembak Jasmine di depan gue, saat itu gue udah ngancurin semua harap gue dan itu lo tau kak! Gue mundur karena gue tau nggak berhak nyimpen rasa sama orang yang sudah ada pasangannya, apalagi pasangannya sahabat gue sendiri. Tapi apa sekarang? Lo dan Jasmine nyalahin gue karena percintaan kalian nggak lancar.”

“Tenang Kak, gue cukup sadar diri,” tutup Nara dengan deru napasnya yang semakin berat.

“Jasmine nggak nyalahin lo, Ra! Nggak pernah dia nyalahin lo di hubungan kami, dia lebih mentingin perasaan lo ketimbang perasaan dia sendiri,” ungkap Arjuna.

“Heh brengsek! Stop nyudutin Nara.” Faya mengambil satu langkah di hadapan Nara. “Lo pernah sadar nggak si? Sikap lo yang friendly itu bisa bikin semua salah paham.”

“Gue nggak minta lo buat komentarin sifat gue,” bela Arjuna.

Nada tinggi mereka membuat teman-teman yang lain menghampiri, Nara lihat satu persatu mendekat termasuk Tio dengan wajah bingungnya.

Semua sakit, gue, lo, dan dia, bahkan akan ada lagi hati lain yang tersakiti, ucap Nara dalam hati, kini dirinya mencoba menahan isakannya sebisa mungkin.

Anantio Danuarja menjadi satu-satunya yang bodoh, dirinya tidak tahu perihal masalah saat ini.

Maniknya hanya memandang Nara yang penampilannya sudah tidak karuan, rambutnya yang berantakan bahkan mata juga hidungnya memerah.

“Ya, udah Ya,” bujuk Dean dan segera menarik Nara dan Faya masuk ke mobil miliknya.

Ketiga sahabat itu melangkah pergi kini Leo mengajak Arjuna untuk duduk dan menenangkan pikirannya.

"Minum dulu." Nathan membukakam satu botol air mineral untuk Arjuna.

Pria ini benar-benar kacau, hubungan yang kandas dengan alasan yang konyol mampu membuat harga dirinya terasa jatuh, emosi yang meledak membuatnya gegabah seperti saat ini. Menyalahkan seseorang yang namanya menjadi penghalang tidak membuatnya lepas dari kalutnya.

Di saat semua terfokus pada Arjuna kini Tio berajak pergi menyusul Dean,  mobil yang dikemudikan dengan kecepatan yang cukup tinggi berhasil berada tepat di belakang mobil Dean, khawatirnya telihat jelas, terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang kepalanya saat ini.

--------
Maaf ya kemarin libur🙏

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang