Minggu paginya indah, bahkan teramat indah bagi wanita berambut pendek ini, senandung demi senandung mengantar Nara menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri.
Selesai dengan aktifitasnya, Nara membalas pesan terakhir Arjuna. Menit yang terlewatkan cukup lama, Nara rasa pria itu masih terlelap ditidurnya.
Suara notifikasi membuat Nara menyunggingkan seulas senyumnya. Ajakan untuk ke toko buku dari seorang Arjuna mampu membuat dirinya melayang, harapnya ia gantung setinggi mungkin. Kata iya yang tercipta dari jemarinya membuat satu langkah lebih dekat.
Arjuna menjemput Nara dengan mobil hitamnya. Mereka memakai pakaian dengan warna yang senada, tertawa bersama saat Nara membuka pintu mobil. "Lo ngikutin, ya?" tanya Nara.
"Lo yang ngikutin gue."
T-shirt berwarna biru navi yang di gunakan Arjuna berpadu dengan celana jeans juga beanie hitam yang tidak luput menjadi aksesorisnya, sedangkan Nara menggunakan t-shirt biru navi yang dilapisi kemeja fanel berukuran ekstra dengan jeans yang pas membalut kaki jenjangnya.
"Ini nggak ada yang marah kan kalau gue ajak lo keluar?" tanya Arjuna.
"Nggak ada."
"Kasian banget jomblo," ledek Arjuna dengan senyumnya.
Nara putar bola matanya. "Sialan! Iya deh yang banyak pacarnya," sarkas Nara.
Arjuna hanya melirik saat Nara melantunkan kalimat itu, sifat friendly-nya memang membuat banyak orang salah mengartikan prilakunya. "Fitnah dari mana tuh?" tanya Arjuna, "Siapa si yang bilang gitu?"
"Siapa si yang nggak kenal lo, Kak? Arjuna Bagaskara anak hukum yang famous itu," jelas Nara dengan nada suara yang dibuat-buat.
"Gua nggak se-famous itu kali, dan pacar gue nggak banyak!"
Ucapan Arjuna mampu membuat Nara membelalakan matanya "HAH? WOW!"
"Lo jangan mikir yang enggak-enggak dulu," kata Arjuna sekilas memalingkan wajahnya ke arah wanita yang duduk di sampingnya. "Gue nggak punya pacar, Ra," tambahnya dan kembali memandang ke arah semula.
"Heumm, kasian jomblo," ledek wanita itu.
"Suka banget ngebalikin."
Perjalanan menuju toko buku terasa menyenangkan. Banyak pasang mata yang memandang mereka, lebih tepatnya memandang pria tampan yang sedang tersenyum mendengar celotehan wanita di sampingnya.
"Kak, gue ke kumpulan novel, ya? Nanti kalau udah chat aja." Anggukan kepala Arjuna menjawab pertanyaan Nara. Kedua orang ini berpisah, sang pria yang setia di rak yang berisi kumpulan buku-buku bertema berat sedangkan sang wanita menuju kumpulan novel fiksi. Nara suka membaca tetapi tidak sesering Jasmine.
Waktu yang dihabiskan cukup lama, sampai Arjuna datang menghampiri Nara yang masih asik memilih novel mana yang akan ia beli.
"Udah dapet?" bisik Arjuna dari belakang tubuh Nara.
perasaan aneh menerjang, Nara berusaha untuk tidak menoleh ke arah belakang. "Nih." Nara mengangkat satu novel yang ingin ia beli dan segera mungkin menjauhkan diri.
Pria itu tertawa melihat Nara yang berusaha menjauh darinya. "Lo nggak nanya gue udah dapet apa belum?"
"Mau banget ditanya?"
"Ya maulah," Arjuna menjawabnya singkat.
"Berapa banyak cewek yang lo giniin, Kak?"
Arjuna tidak langsung menjawab, ia menoleh ke arah kasir. "Yang gue suka doang."
Ucapan pria itu terdengar samar di telinga Nara karena Arjuna mengucapkannya dengan nada suara yang pelan dan tubuh yang berjalan menjauh. Nara mengekori dan memandangi Arjuna dengan netra yang mendelik, berusaha menyusun kalimat yang sedikit ia dengar.
Pria itu mengantri di kasir untuk membayar dua buku yang ia beli."Sekalian ini."
Nara yang ikut mengantri di belakang pria itu terkaget saat buku di genggamannya di ambil dengan cepat. "Eh, gue bayar sendiri aja," protes Nara.
"Bayaran karena nemenin gue ke sini," ucap Arjuna dengan wajah yang disejajarkan dengan lawan bicaranya. "Jangan ditolak, Ra," tambah Arjuna dengan senyum yang tercetak jelas.
Nara terdiam mendengarnya, kata-kata yang keluar dari mulut Arjuna membuat debaran jantunya semakin cepat dalam berpacu, wajah yang jelas di hadapannya mampu memancing rona pipi wanita ini.
Berjalan di belakang Arjuna menjadi pilihannya, ia tidak ingin keadaannya terlihat jelas. Kini Arjuna menoleh ke belakang ditariknya lengan kanan Nara. "Jangan jauh-jauh," pintanya.
Sebelum pulang mereka menyempatkan untuk mengisi perut di satu kedai makan sederhana. "Dari tadi diem aja?" Arjuna membuka obrolannya.
"Gue takut baper diginiin."
Arjuna tertawa lepas."Masa begitu doang baper si, Ra?"
"Ya makanya jangan begitu, Kak! Nggak semua orang jago ngendaliin perasaannya," jelas Nara dengan wajah serius."Sebenernya nggak masalah si kalau lo baper," celetuk Arjuna dengan tangan yang mengaduk minumannya.
"Bajingan," gumam Nara pelan.
Ucapan Nara terdengar oleh Arjuna, pria itu sedikit terkekeh mendengar makian yang keluar dari mulut wanita di depannya. "Loh, kok gitu?" Arjuna tatap Nara. "Maksud gue, perasaan tuh jangan ditahan-tahan. Memang lo bisa ngatur perasaan lo? Enggak kan. Kenapa nggak lo rasaain aja, ikutin alur gitu."
Nara terdiam.
"Gue nggak salahkan?" tanya Arjuna.
"Iya si, tapi nih Kak, kalau lo kayak gitu bakal banyak wanita yang salah paham sama perlakuan lo."
"Ra, gue berprilaku baik ke semua, sisanya urusan mereka? menaruh rasa atau sekedar saja." Kalimat itu jelas menyadarkan Nara. "Gue juga punya cara tersendiri buat orang yang gue sukai kok," tambah Arjuna.
Nara memahami kalimat yang terlontar dari mulut Arjuna, ia pukul mundur harap yang sudah ia gantung.Bukankah seperti ini resiko mencintai seseorang yang dilabeli sebagai manusia friendly, tidak ada yang tahu betul bagaimana hatinya bekerja, karena semua sikapnya akan terlihat sama kepada semua orang. Tidak ada yang bisa menebak sebuah perlakuan khusus kecuali dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel so fine [END]
Romance"Rasa kagum selama dua tahun akan berhenti di sini, gue cukup sadar diri untuk tidak mencinta lagi." Satu alasan yang membuat seorang Naraya Adisthi memutuskan untuk mengakhiri cinta sepihaknya, kini pria yang ia sukai selama dua tahun lamanya sudah...