49. Rasa Yang 'Tak Kunjung Usai

23.5K 666 29
                                    

Cincin itu terpasang indah di jemari wanita cantik.

“Nara, aku mau menikah, maaf kalau aku jemput bahagia duluan.”

“Aku selalu berharap kita segera bertemu. Tolong temui aku di hari bahagia itu, aku ingin sekali melihat kamu, Nara.” Jasmine menarik napas panjangnya. “Aku sudah berdamai dan butuh waktu panjang untuk menjawab ini semua, bukan demi kamu aku mencari bahagia, tapi demi diriku sendiri, aku menemukan obat yang paling mujarab, pria itu baik dan tampan, cara dia memperlakukan aku begitu lembut dan penuh perhatian. Aku suka senyumnya, menenagkan.”

“Ra, sekali lagi aku mohon maaf.”

Jasmine masih sama dengan banyak maaf yang terucap, walau kadang ia sendiri paham jika banyaknya kata maaf yang terucap akan mengurangi makna sesungguhnya, tapi Jasmine selalu sadar tanpa kata maaf ia bisa saja menyakiti hati seseorang.

Bangkit dari duduknya, kini wanita cantik itu melangkah menuju watafel di sebuah café yang cukup mewah. Ia rapihkan rambutnya yang teruai cantik tanpa ia lupakan untuk memoles kembali lips stick dengan warna natural di bibirnya, ia juga merpihkan blouse berlengan panjangnya.

Langkah anggun ia ambil untuk kembali bertemu sang kekasih, saat ini Jasmine berhasil menjemput bahagia miliknya.

Café milik Leo saat ini cukup ramai, mereka berkumpul kembali namun ada satu yang sibuk dengan acaranya sendiri, Arjuna Bagaskara tidak hadir di antara mereka.

“Waktu jalannya cepat juga, ya.” pernyataan itu keluar dari mulut Nathan.

Mereka yang hadir menyetujuinya, bagaimana tidak, perasaan baru saja mereka dibuat pusing oleh percintaan persegi yang merembuat Tio dan Arjuna jatuh dalam pertengkaran kini sudah melihat Tio duduk bersama sang istri.

“Ini café tetap menjadi saksi banyaknya hati yang terluka.” Nathan masih belum berhenti berbicara.

Semua yang hadir memandang Tio yang saat ini mendapat ledekan dari istrinya. “Nggak usah nambah-nambahin.” Tio mencubit hidung Rhea yang sibuk dengan tawanya.

“Lo berdua kalau ribut bawa-bawa Nara nggak si?” tanya Dean ingin tahu.

“Nggak lah, Nara di sana nggak berbuat apa-apa masa iya gue salahin dia, kan ada yang bisa di salahin kenapa harus nyalain orang lain.” Senyum meledek Rhea berikan ke arah Tio.

Mereka menganggukan kepala mendengar jawaban dari Rhea.

“Nara lo udah kasih tahu?” tanya Faya kepada Dean.

“Udah.”

“Dateng?”

Dean mengangguk. “Gue udah bilang nggak usah datang, takut sakit hatinya kumat tapi dia tetep kekeh mau datang.”

“Trus?”

“Dia bilang, dia ingin tahu hatinya benar-benar sembuh atau enggak.”

Faya mengerutkan alinya. “Hah?”

“Hah… hah… Bau!”

Faya mengendus kesal, ia mencerna kalimat yang Dean ucapkan tentang Nara.

Memang ada satu cara untuk memastikan jika Nara benar-benar sembuh atau belum yaitu bertemu kembali dengan mereka, tapi gue takut jika Nara kembali ditelan rasa sakit itu, ucap Faya dalam hati.

“Nggak usah dipikirin, Nara bukan cewek cengeng,” kata Dean yang menenggak minuman dingin miliknya.

Faya kembali mengangguk, jika rasa itu menyambut Nara kembali, ada dirinya, Dean dan Pandu yang akan setia menemani, tidak lupa jika ada Ina dan Gama yang tetap mendukung segala keputusan yang Nara ambil.

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang