37. Pilihan

10.8K 534 25
                                    

Obrolan ringan yang tercipta di antara mereka menemani hingga sang matahari perlahan berlindung di belahan bumi lainnya.

Masih hari yang sama saat Faya dan Dean mengetahui apa yang Nara sembunyikan.

“Oh iya Jun, lo berdua kok cepet banget jadiannya?” tanya Nathan dengan spontan. “Lo suka dia dari kapan?” basa-basi yang terucap dari mulut Nathan menarik semua atensi orang yang hadir.

Arjuna terkekeh ringan, dimples itu tercetak di kedua pipinya, sejujurnya ia malu jika harus menceritakan rasanya kepada orang lain. Namun rasa malu itu luntur seiring ia menangkap netra sang kekasih. “Dari lama, satu tahun yang lalu, mungkin?” ucapan Arjuna mampu membuat Nara menggigit bibir bagian dalamnya, Nara menatap pria itu lekat seperti meminta penjelasan lebih akan kalimat yang baru saja terlontarkan.

“Hah, kok bisa, Kak?” tanya Jasmine penasaran.

“Kamu selalu dateng di event yang aku ikutin, aku sering ketemu kamu di perpustakan juga,” jawab Arjuna dengan senyum yang merekah.

Tubuh Nara membeku mendengar semua ucapan yang Arjuna keluarkan.

Wah, ternyata dari dulu gue yang nyomblangin mereka, ternyata gue benang merah di antara mereka, ternyata gue yang memang nyatuin kisah mereka. Dunia bercandanya kelewatan. Kalau mereka memang berjodoh, gue ikhlas. Tapi jika memang seperti itu adanya, tolong jangan taruh rasa sayang gue buat seorang yang namanya Arjuna Bagaskara, tolong jangan taruh diri gue sebagai sahabat Jasmine Kaila, tolong jangan jadiin gue tumbal buat bahan bercandaan dunia yang bajingan ini. Protes Nara kepada dunia. Kini hatinya terasa begitu perih, dihujam retetan kalimat yang setiap katanya menyayat tepat di hatinya.

Tutur dari Arjuna membuat Jasmine melihat Nara lekat, dia paham sahabatnya sedang menahan tangis, dugaannya benar, setiap ajakan Nara entah perpustakaan maupun event yang ada, sahabatnya ini hanya ingin melihat seseorang, Nara hanya ingin melihat pujaan hatinya dan bagian terlucunya adalah pujaan hati sahabatnya adalah lelakinya.

Gengaman tangan Faya semakin erat. “Temenin gue ke toilet,” ajak Faya yang langsung menarik Nara, tanpa disadari Jasmine menyusul di belakang mereka.

“Sejak kapan?” Jasmine menahan tangan Nara agar sang sahabat tidak melanjutkan langkahnya.

“Apa?” tanya Nara bingung.

“Sejak kapan, Ra?” ulang Jasmine.

“Lo kalau ngomong yang jelas!” nada bicara Nara mulai meninggi. “Tiba-tiba nanya hal yang tanpa konteks begini, gue bingung,” tambahnya.

“Sejak kapan kamu suka Kak Juna?”
Pertanyaan Jasmine membuat mata Faya membulat. Ketiga wanita ini berdiri tidak jauh dari toilet.

“Lo mabok, ya? Pulang gih.”
Sindiran Nara membuat kesabaran Jasmine menipis.

“Aku nanya kamu Nara, kalau seorang bertanya itu dijawab bukan dikatain!”

“Lo butuh gue jawab apa, Min?” keduanya saling mengadu emosi.

Malam yang dingin seketika berubah menegangkan saat keduanya menarik sudut mata.

“Ra?” Faya mengelus pergelangan tangan Nara, berharap agar sepupunya ini tidak bertindak di luar kendalinya.

“Ternyata benar, air mata kamu saat make up-in Kak Juna, sikap kamu yang selalu menjauh, balesan chat kamu itu udah jadi jawaban.”

“Maksud lo apa?” ucap Nara penuh penekanan.

“Iya, kamu tau ketidaksukaan Kak Juna dan kamu juga tau apa yang Kak Juna sukai.”

“Selama ini lo cuma mancing gue?”
Suasana di antara mereka semakin menegang, banyak emosi yang tertahan, entah Nara maupun Jasmine.

“Aku cari tahu, aku cari tahu kenapa kamu berubah segitunya.” Tunjuk jasmine tepat ke arah Nara. “Event itu, perpustakaan, kamu hanya ingin liat Kak Juna, kan?’” tambahnya.

“Min?” panggil Faya. Baru kali ini seorang Faya dibuat bingung oleh kedua sahabat di hadapannya.

Stop! sampai sini aja lo tahu tentang perasaan gue, sekarang lo lanjutin hidup lo, gue lanjutin hidup gue, anggap perbincangan ini nggak pernah terjadi, oke?” Nara berucap untuk memastikan semuanya tetap pada jalurnya.

“Nggak!” bentak Jasmine.

“Nggak apa, Min? gue udah relain Kak Juna buat lo, lo mau minta apa lagi dari gue? Pergi dari hadapan lo berdua? Gue lakuin!” Ditatapnya manik Jasmine dengan lekatnya.

“Relain? Kak Juna bukan milik kamu, Ra,” tukas Jasmine cepat.

Nara tertunduk. Dada yang terasa nyeri membuat wanita itu berusaha meraup semua oksigen yang ada. “Ah, Kak Juna milik Jasmine bukan milik Nara, sorry gue lupa kalau gue nggak pernah milikin dia,” ucap Nara dengan pasrahnya. Hatinya berdenyut, pemikiran yang dipukul sekeras mungkin, Nara dibuat tersadar akan kalimat yang Jasmine lontarkan.

“Maksud aku nggak seperti itu, Ra. Aku harap saat ini kamu jangan lari lagi, kita obrolin dulu, ya, Ra?”

“Gue bukan lari, Min. Gue hadapin semuanya, gue udah mencoba buat ikhlas, gue berusaha nggak ngehancurin hubungan kalian, gue juga udah ngelepasin Kak Juna biar bahagia sama pilihannya dan pilihannya itu lo. LO, JASMINE KAILA! Jadi jangan biarin semua usaha dan air mata gue sia-sia!”

Yang hancur bukan hanya Nara, Jasmine pun merasakannya juga, mengetahui sahabatnya yang tidak terbuka kepada dirinya mampu membuat hatinya terasa perih, tidak dipercaya dalam suatu persahabatan bukan hal sepele melainkan sebuah ketidak berhasilan untuk menjadi yang terbaik.

Saat ini Jasmine dihadapkan dua pilihan, laki-laki yang sangat ia cintai atau sahabat yang ia cintai juga. Bukan hal mudah bagi kedua wanita ini.

“Aku harus apa, Ra?” bibir Jasmine bergetar.

“Jalanin yang ada di hadapan lo saat ini, cintai Kak Juna dengan benar.” Nara menghapus air matanya yang mengalir.

Jasmine menggelengkan kepalanya, bahunya naik dan turun disertai isakan yang terdengar jelas. “Aku putusin Kak Juna ajah.”

“Lo dan gue udah sama-sama gede, kan? kita punya pola pikir yang dewasa, kan?” cecar Nara.

“Jasmine?” panggil Nara, “Lo nggak bisa maksain keinginan lo buat bertarung sama perasaan lo.” Nara menjeda perkataannya seraya mengatur isakan tangisnya. “Kak Juna sukanya sama lo dan lo suka Kak Juna, nggak ada yang salah sama perasaan kalian. Kesalahannya ada di gue… gue lancang menaruh hati pada pria yang menyukai sahabat gue, gue nggak jago nyembunyiin perasaan gue saat kalian bareng-bareng. Nggak usah peduliin gue, biar ini jadi urusan hati gue sendiri.”

“Nara?” Jasmine menatap Nara, rasanya ingin sekali memeluk sahabatnya saat ini juga.

“Gue pernah menyukai sendirian dan sekarang waktunya menikmati sakitnya sendirian.” Nara melanjutkan kalimatnya yang sempat tertunda.

Faya benar tenggelam akan sakit yang Nara rasakan.

“Kamu yang lebih lama naruh rasa, biarin aku ngelakuin apa yang aku bisa buat pertahanin persahabatan kita.” Jasmine berusaha meyakinkan Nara.

“Apa dengan lo putus sama Kak Juna, dia bakal jadi milik gue? Enggak Jasmine! Apa gue tega jalin hubungan dengan Kak Juna disaat lo ngorbanin perasaan lo? Gue nggak sejahat itu.” Nara berusaha menelan salivanya.

“Min, nggak ada persahabat yang bakal baik-baik saja saat mereka menyukai satu orang yang sama.”

“Tapi, Ra?” sela Jasmine.

“Nggak ada tapi. Lo tau nggak? Kalau lo lakuin itu, gue serasa jadi antagonis di kehidupan lo, semua orang bakal mandang gue sebagai penghancur hubungan sahabatnya sendiri.”

“Kalau kamu nggak bisa miliki Kak Juna, akupun nggak akan milikin dia!” jelas Jasmine dengan keteguhan hatinya. “Aku hanya ingin kamu jalanin cinta yang sudah kamu pupuk dari lama, aku ingin kamu bahagia, Ra.”

Stop ngerasa paling baik di dunia ini dan stop ngerasa paling berkorban di dunia ini.” Nara meraih pundak jasmine. “Jalanin hidup lo karena mungkin lo nggak akan kuat jadi gue.”

Tertunduk. Jasmine meninggalkan Nara dan Faya. tangannya menggenggam erat ponsel dan mulai mengetik satu pesan kepada Arjuna.

Hati keduanya hancur, sakit itu menghampiri tanpa ada celah yang tertinggal.

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang