03; tertinggal

225 31 0
                                    


Tengah malam, Selden dan Bariel terus memandangi jam di dinding sambil meneguk whiskey masing-masing. Tapi, hanya deru napas mereka yang tertukar, belum ada obrolan tentang apa saja yang terjadi hari ini.

Maka, Selden memulai dengan dehaman, "Kita punya misi baru, agak membahayakan, masalahnya imbalan 100 juta dollar tidak bisa ditolak, kan?"

Bariel spontan menoleh, lalu mengamati posisi duduk Selden di sofa sebelah, "Ou, apapun tentang uang sebanyak itu tidak bisa ditolak. Apa memang?"

"Menculik anak kecil."

Bariel reflek mengernyit, lantas berpikir sejenak sambil asal menerka, "Hanya untuk itu dan orang ini mau membayar sebanyak 100 juta dollar?"

"Masuk akal," sahut Selden, "Karena nyawa kita taruhannya."

Bariel berdecak, "Kan. Aku sudah bilang kalau kita tidak perlu dibunuh dan membunuh—"

"—makanya, gunakan akal cerdikmu untuk mendapatkan putri Presiden tanpa membuat kita terbunuh."

"Siapa?" Bariel masih ragu dengan target yang dimaksud Selden, hingga dia ingin perulangan, "Aku pasti salah dengar."

"Thea. 8 Tahun."

"Shit. Kau tahu seberapa ketat penjagaan di sana, kan?"

"Yep. Maka, kita butuh strategi dan skenario, yang benar-benar matang."

Bariel melengos—dia ingin menolak, tapi 100 juta dollar terlalu menggiurkan baginya, apalagi hanya dibagi tiga; untuk Selden, untuknya, dan untuk Kazer. Organisasi mereka, Xelaile, juga bisa menambah fasilitas supaya semakin diakui. Namun, ketika ia mempertimbangkan banyak hal, pintu rumah mereka digedor paksa, teriakan Jovar terdengar tak sabaran dari luar sana.

"HELP!"

"WAIT!"

Bariel pun segera melesat demi bisa secepat mungkin membukakan pintu untuk Jovar dan—Kazer, yang lagi-lagi babak belur, yang setengah sadar, yang pincang, dan yang hanya bertopang pada Jovar sekarang. Bariel sempat meringis sebelum menyingkirkan diri agar Jovar bisa memapah Kazer untuk dia baringkan di sofa dekat tempat Selden duduk tadi.

"Ouch, malam ini parah sekali sepertinya," Selden berujar sambil memperhatikan Kazer yang terus mengaduh kesakitan, "Kita panggil Jouseff sekarang?"

Jovar menyatukan alis begitu tak menemukan sedikitpun rasa khawatir di nada Selden barusan, "Tidak harus Jouseff. Kalian berdua juga bisa mengobatinya sendiri. Kompres lukanya, beri obat merah, dan buatkan bubur juga susu. Itu cukup membantu, kok."

"Fine. Kami akan melakukannya. Terima kasih, Jovar. Kau selalu membawa pulang Kazer, tentu karena kau temannya," Selden sengaja mengerling, "Tapi, kau berlebihan."

Jovar perlu waktu untuk melonggarkan tenggorokannya sebelum menyahut, "Apa maksudmu?"

"Yah," Selden mengedik, lalu mencibir sarkas, "You know, kau terlalu jauh melangkah ke urusan kami. Kau hampir melewati batas. Kau tahu bagaimana kami bertiga menjalani hidup, tidak ada yang menaruh peduli satu sama lain di sini. Kita rekan kerja, bukan saudara kandung."

Jovar mendengus, "Memang uang sudah membuat kalian bertiga gila—"

"—Jovar," Bariel sengaja menyela, "Pulanglah. Tokomu masih perlu pelanggan, kan? Biar aku yang mengurus Kazer."

Jovar akhirnya mengesah kesal, tapi dia tidak mengatakan apapun sebelum melenggang pergi dari rumah mewah hasil kerjaan kotor keluarga ini. Ia menurut, sebab dia tidak mau membuat dirinya naik pitam. Dia tidak mau marah-marah lagi, karena untuk apa melakukan itu demi teman yang tak menganggapnya teman?

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang