30 END; sebuah akhir

388 40 11
                                    

Setelah bisa menopang diri, Kazer akhirnya kembali ke rumah. Ia mendapati seisi ruangan gelap gulita, tidak ada penerangan sama sekali. Kemudian, dia mendudukkan diri di ruang tengah—tempat di mana Selden melukai dirinya sendiri dengan pisau lipat miliknya.

Kazer mendecih sesaat pada ceceran darah di lantai itu, sudah mengering dan belum dibersihkan, "Sepertinya aku memang harus menyingkirkanmu, entah dengan cara apa."

Gumaman barusan sudah tersapu angin dalam sekejap. Kazer tidak tahu apakah dia serius berkeinginan untuk merebut Xelaile dari Selden, dan menyingkirkan kakaknya itu agak terlalu berisiko baginya. Ya, karena dia bukan siapa-siapa, dia tidak punya backing-an, dia tidak punya adidaya.

"Carlos. Haruskah aku minta bantuannya?"

Entah bagaimana, Kazer tiba-tiba teringat dengan sosok jangkung yang merangkap sebagai bos sekaligus ayah Wyltha itu. Dia memilih Carlos karena sepanjang yang dia tahu, pria itu cukup disegani dan tentunya punya pengaruh.

"Mungkin dia bisa bantu untuk mencari pemilik asli Xelaile."

Kemudian, Kazer menggeleng, buru-buru menepis idenya barusan. Kalau dia menemukan siapa pemilik asli Xelaile, justru dia yang membantu orang itu untuk mendapatkan miliknya kembali. Sedangkan, dia sendiri butuh Xelaile di bawah kepemimpinan yang tidak melenceng—apakah dia harus melakukan ini dengan tujuan untuk merebut posisi Selden dan benar-benar menyingkirkannya dari tahta Xelaile?

"Ya, aku harus meralatnya. Aku tidak akan minta bantuan siapa pun," Kazer berdesis tajam, "Semua rencana dan eksekusi akan aku lakukan sendiri."

Namun, di sela keheningan dan benak berkecamuk Kazer ini, sekitarnya tiba-tiba terang benderang. Bariel baru saja menekan saklar, dia muncul dari arah belakang, dari mini bar mereka.

"Sejak kapan kau di sana?"

"Aku dengar semuanya," sahut Bariel, lantas duduk berhadapan dengan Kazer, "Uh, jadi kau tidak bercanda soal mau berkhianat?"

"Lain kali jangan sembarangan menguping."

Bariel tertawa, "Salah siapa? Aku sudah lebih dulu di situ, kau saja yang tidak sadar ada aku di sana. Kenapa tidak menyalakan lampunya?"

Kazer akui kecerobohannya, jadi dia menyambung, "Sampai kapan kau mau jadi si netral? Kau harusnya lebih condong ke aku dari pada harus memihak Selden, kan? Aku adikmu."

"Kalau sudah begini, kau menyebut hubungan kita? Saudara, ya? Kau adikku, Selden kakakku, aku terjebak, tahu.

Kazer membenarkan dengan sebuah anggukan, "Aku tidak bisa melawan Selden sendiri. Aku butuh dukunganmu. Demi apa pun, aku tidak ingin Xelaile berakhir hancur lebur di tangan Selden, tapi aku tidak bisa menghentikannya sendirian."

Seketika, Bariel mengingat kembali tawaran Carlos—sanggupkah ia mengkhianati saudara-saudaranya? Sekali lagi, Bariel meragu—mampukah ia mengadu kakak dan adiknya agar saling menyingkirkan?

Di balik semua itu, imbalan yang dia terima pun tidak main-main. Dia dapat Yoo Hui dan posisi teraman di Xelaile. Hidupnya terjamin, semuanya akan baik-baik saja, semuanya bisa jadi miliknya—jika dia bersungguh-sungguh mengorbankan Selden dan Kazer ke dalam kobaran api.

"Aku sudah janji. Kalau aku berhasil, kita jemput Eomma—"

"—kau mau menyingkirkan Selden dengan cara apa? Membuangnya atau membunuhnya?"

Kazer terperanjat, dia bahkan belum memikirkan soal itu, "Aku hanya mau memberinya pelajaran, melukainya sedikit, menyakitinya sebentar, sampai dia mengakui apa salahnya dan sampai dia menyerahkan Xelaile padaku."

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang