06; sebuah fakta

178 27 0
                                    

Yoo Hui mendorong kursi roda Bariel hingga mereka berhenti di ruang tengah. Bariel mengamati seisi rumahnya, masih berantakan seperti terakhir kali dia pergi; ceceran beling berserakan di lantai, guci-guci mahal terpecah belah, dan layar TV di depan sana pun retak. Kemudian, pandangannya beralih menuju kedua kakinya, yang masih terasa kebas sehingga Dokter melarangnya banyak bergerak. Praktis dia tidak akan masuk sekolah untuk beberapa hari.

"Bae Won-ah. Mau makan apa?" tanya Yoo Hui seraya mengelus rambut Bariel, "Mm, kesukaanmu fish 'n chips, kan? Mau Eomma buatkan?"

Setelah Bariel melompat dari jendela di lantai dua, Yoo Hui benar-benar memusatkan seluruh atensi hanya untuk dirinya. Sungguh terasa nyata dan untuk sesaat Bariel sangat menyukai perubahan ini. Sehingga dia tidak menyesal sama sekali telah menantang maut sekaligus mempertaruhkan nyawanya. Kalau saja dia tidak selamat, maka tamatlah kehidupannya.

"Boleh, Eomma," jawab Bariel, senyum tipis lantas terulas di wajahnya, "Aku boleh minta jus jeruk?"

"Baiklah," Sebelum meninggalkan Bariel, Yoo Hui mengecup kening anak laki-lakinya yang hampir tidak akan dia temui untuk selamanya ini, "Tunggu, ya. Appa-mu tidak akan pulang hari ini, jadi kita akan baik-baik saja, walaupun untuk sementara."

"Eo—Eomma."

Namun, Yoo Hui dan Bariel spontan menoleh pada cicitan Kazer barusan—benar, mereka bahkan tidak sadar kalau ada Kazer di sini.

"A—aku juga lapar."

Yoo Hui hanya mengangguk sekilas, tapi tidak ada senyuman lembut yang tadi dia tunjukkan untuk Bariel. Setelah itu, dia baru benar-benar melenggang ke dapur sehingga Kazer pelan-pelan memindah dirinya untuk duduk di sofa.

"Seo Woo Hyung ke mana?"

Kazer menggeleng, "Aku tidak tahu, Hyung. Seo Woo Hyung tidak bilang apa-apa padaku."

"Dia ternyata sama seperti Appa, tidak ada khawatir-khawatirnya sama sekali, ya."

Kazer diam, tapi dia sibuk memilin jemarinya dan menggetarkan kakinya, sesekali dia juga melirik ke arah Bariel yang duduk di kursi rodanya. Karena Bariel sadar seberapa terintimidasinya Kazer, dia jadi memutar kursi roda ini agar bisa menghadap ke tempat Kazer terduduk.

"Keluarga kita ini sudah tidak bisa diselamatkan, Kyu Jun. Jadi, aku sarankan padamu untuk—" Tiba-tiba Bariel mencondongkan badannya menuju Kazer, baru berbisik lirih, "—selamatkan dirimu sendiri."

Kazer terlonjak begitu ia berhasil mencerna maksud Bariel, "Memangnya akan terjadi apa, Hyung?"

"Perusahaan Appa bangkrut. Rumah ini pasti akan segera disita. Makanya, Appa selalu pulang dalam keadaan mabuk dan memukuli kita semua. Tapi, jika suatu hari ada sesuatu yang harus Appa korbankan demi membaiknya ekonomi keluarga ini, itu sudah pasti kita. Masalahnya, aku tidak tahu apa, aku hanya asal menebak, sih."

Kazer bergidik seketika begitu ia membenarkan omongan Bariel, "Kalau nanti terjadi apa-apa, ajak aku, ya, Hyung? Aku mohon."

"Aku tidak tahu tentang masa depan, jadi untuk saat ini aku belum bisa memenuhi permintaanmu."

Kazer mendelik, lalu mengedarkan pandang ke seisi ruangan—gelap, sunyi, suram. Hampir seperti rumah terbengkalai. Kehangatan yang dulu selalu menyertai ruangan ini pun sudah sirna, tidak ada lagi gelak tawa, rangkulan, dan obrolan di sini. Sekarang hanya tersisa kekakuan hati, sisa-sisa trauma, dan puing-puing amukan.

"Bae Won-ah. Jus jeruknya sudah jadi, tapi fish 'n chips-nya belum. Sini."

Satu lagi, Kazer mulai ketakutan saat perubahan ibunya membuat dia seperti tinggal bukan bersama keluarganya.

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang