14; gagal

129 23 2
                                    


Meski harus berjalan dengan langkah terseok, Kazer tetap memaksa dirinya agar sampai di hadapan Selden dan Bariel yang kebetulan sedang duduk berhadapan di meja makan. Mereka berdua memandangi Kazer dengan tatapan sarat kebingungan, hingga membiarkan kepulan asap dari cangkir kopi masing-masing terus menguap. Kazer butuh waktu untuk menormalkan nafasnya, tapi genggamannya di tongkat kruk ini semakin menguat.

"Hei, hei. Kau kenapa?"

Bariel sudah sering diabaikan, jadi dia tidak begitu mempermasalahkan saat Kazer tidak menjawab pertanyaannya, melainkan fokus menatap tajam ke arah Selden.

"Apa, sih? Kenapa melihatku dengan cara seperti itu?"

Selden mulai terganggu, terang saja dia merasa tak dihargai sebab dia di sini sebagai yang tertua dan seharusnya tidak pantas dapat perlakuan semacam ini dari yang lebih muda.

"Aku tidak tahu kalau kau ternyata suka berubah pikiran, bahkan sampai melanggar perjanjian kita di awal. Di hari pertama kepindahan kita ke sini, di hari itu kita sepakat untuk tidak saling memedulikan satu sama lain dan tetap menjaga privasi masing-masing, kita bekerja sebagai rekan bukan sebagai saudara, orientasi kita hanya menetap pada uang, dan sampai kapanpun, Xelaile tidak akan menerima kasus pembunuhan. Aku sudah mengingatkanmu kembali, kuharap kau tidak pura-pura lupa."

"Ah," Selden akhirnya mengerti mengapa sikap Kazer berubah begini, lantas dia beranjak dari duduknya dan pura-pura memasang raut menyesal, "I'm so sorry. Jadi, kau marah karena aku merekrut Jovar?"

"Tunggu," Bariel ikut berdiri, merasa bahwa dia dikecualikan sebab hanya dirinya yang tidak tahu menahu soal ini. "Kak Selden merekrut Jovar jadi pembunuh begitu?"

"Uh," Selden berpikir sejenak sebelum mengerling pada Bariel, lalu dia memindah diri agar berada di tengah adik-adiknya, "Biar kujelaskan. Ya, memang ada perjanjian seperti itu, tapi coba kau cerna baik-baik dulu isinya."

Kazer menepis tepukan Selden di bahunya, baru memicing, "Maksudmu?"

"Yah," Selden berdeham, kemudian merangkul Bariel dan Kazer, "Seperti yang kau sebut tadi, sampai kapanpun Xelaile tidak akan menerima kasus pembunuhan, tapi sebelum poin itu ada poin utama terbentuknya Xelaile, yaitu orientasi kita hanya menetap pada uang. Jadi, adanya kasus-kasus pembunuhan yang nanti kita terima itu tentu akan mendatangkan uang yang lebih banyak, kan?"

Bariel menjauhkan diri dari lengan Selden, baru menyela, "Bukankah itu salah?"

"Nope," Selden tidak begitu memusingkan bila dia dianggap seenaknya sendiri sekarang, toh dia punya alasannya, "Mm, karena aku pimpinan Xelaile yang menaungi kalian berdua, seharusnya semua tindakanku bisa dibenarkan. Lagi pula, aku melakukan ini demi kebaikan dan demi masa depan kita. Oh, dan anggap saja aku seperti agensi kalian, tanpaku, nama-nama kalian tidak bisa dikenal publik; tidak akan ada nama Bariel sebagai pencuri handal dan tidak ada nama Kazer sebagai pemuas fetish nomor satu. Think about it, aku yang mempopulerkan kalian hingga saldo di rekening kalian terus menanjak naik. Ingat?"

Bariel dan Kazer sama-sama terpaku saat Selden kini memberi tatapan menyelidik setelah memposisikan dirinya di hadapan mereka berdua. Ia bersedekap, ia juga menyilangkan kaki, benar-benar sikap angkuh yang menunjukkan bahwa ia berkuasa di sini.

"Kau fobia darah, kan? Kenapa harus sejauh ini? Aku tetap tidak setuju. Kau boleh merekrut Jovar, tapi tidak untuk menyuruhnya jadi pembunuh!" Kazer berteriak, ada sederet makian yang mati-matian ia tahan, "Kalau kau masih bersikeras, katakan apa tujuanmu!"

Selden mendengus, sebuah seringai terbentuk begitu saja, "Kazer, Kazer. Kau tidak berhak menyuruhku tunduk pada permintaanmu, tahu. Kau juga tidak berhak tahu apa saja yang aku rencanakan. Intinya, aku merekrut Jovar demi keberlangsungan hidup kita, demi kepuasan batin kita, dan demi sembuhnya hati-hati terluka kita."

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang