24; pasrah

129 26 3
                                    

"Kalau begitu, bangun sekarang."

Kazer terpaksa mengikuti tarikan Bariel sehingga kini ia berdiri—tentu dengan kepayahan mengatur napas dan kelimpungan berpura-pura tampak mengantuk.

"Buktikan padaku, kalau kau tidak sakit, berarti kau tidak perlu tidur," Bariel menekan, sengaja menyematkan seringai di akhir kalimatnya, "Sekarang, kita harus merekam sesuatu. Kita ekspos diri kita bertiga, mumpung ada Eomma."

Kazer melengos sejenak, tapi tetap diam saat Bariel menyiapkan kamera di ponselnya. Ia sempat melirik Hanie sekilas, satu-satunya manusia di sini yang bersimpati pada setiap ringisan dan rintihan yang mati-matian ditahannya. Kazer akhirnya mendekat ke sana, ia berjongkok di depan Hanie sambil menunggu Bariel selesai.

"Aku belum menyapamu," ujar Kazer, nada suaranya terdengar begitu lemah, tapi ia berusaha tunjukkan senyuman tulus di sini, "Kau mungkin tidak tahu siapa mereka yang beberapa hari ini bersamamu, tapi kita berdua, aku dan dia yang di sana adalah saudara tirimu."

"Oppa?" Hanie tampak penasaran, wajah polosnya malah tampak begitu menggemaskan di mata Kazer, "Tapi, kenapa kita tidak pernah bertemu?"

"Aku juga tidak mengerti, itu urusan orang dewasa," dusta Kazer, lantas dia sempatkan mengusak puncak kepala Hanie, baru memudarkan senyumannya, "Kau tidak perlu takut, ya. Kita ini tidak berniat jahat pada anak kecil sepertimu, kok. Kita ke sini hanya untuk menyelesaikan dendam kesumat seseorang di masa lalu."

"Jangan bicarakan hal seberat itu kepada balita."

Seusai teguran Bariel barusan, Kazer kembali berdiri dan berpamitan pada Hanie. Ia mendekat pada kursi-kursi yang sudah ditata menghadap layar ponsel itu, lalu menduduki salah satunya.

"Apa yang akan kita katakan?"

"Perkenalkan siapa dirimu saja," Bariel selesai dengan kegiatannya sehingga ia bisa duduk di sanding Kazer sekarang, "Setelah itu, aku lanjutkan sisanya."

Namun, tatapan Kazer justru terhenti pada Yoo Hui; yang bersimpuh di atas ranjang sambil memandangi suasana kamarnya yang tiba-tiba ramai ini.

"Eomma bagaimana?"

"Setelah kita selesai, aku akan mengarahkan kameranya ke Eomma," Bariel memberi instruksi lagi, "Okay, aku sudah set timer, kalau flash-nya menyala, kau mulai bagianmu."

Kemudian, dalam hitungan ketiga, flash yang dimaksud Bariel pun menyala, sehingga Kazer harus seberusaha itu meredam rasa sakit di sekujur tubuhnya—entah karena efek dihajar habis-habisan atau karena dia terlambat menenggak ARV-nya.

"Selamat datang, warga Korea Selatan."

Sapaan Kazer mendapat lirikan dari Bariel—ia tak menduga akan ada intro seperti ini.

"Setelah insiden yang menimpa salah satu calon Presiden kita, Yoon Jung Hyuk, tempo hari lalu, maka seperti yang kita tahu pemilu pun terpaksa diundur," Kazer masih betah berbasa-basi, "Sebentar lagi, pemilu sudah di depan mata, tapi sebelum itu, ijinkan kami berdua mengekspos sesuatu dari masa lalu Yoon Jung Hyuk yang harus kalian tahu."

Sementara Kazer mengungkap jati dirinya, Bariel memperhatikan beberapa hal janggal yang tampak pada adiknya itu; wajah pucatnya, banjir peluhnya, napas tersendatnya, dan kedua tangannya yang gemetar.

"Yoon Jung Hyuk selama ini hidup dengan seorang istri dan satu anak perempuan, kan? Tapi, kita berdua adalah dua anak dari tiga anak yang Jung Hyuk buang begitu saja. Sebelum jadi sekarang, dia punya masa lalu di mana kebejatannya menciptakan trauma bagi keluarganya sendiri. Dia setega itu untuk membuat istrinya jadi gila, melakukan kekerasan kepada kami—anak-anaknya. Dia hancurkan keluarganya sendiri untuk mencapai ini semua."

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang