12; penyesuaian

154 24 2
                                    

Orang itu datang dengan beberapa anak buahnya. Pria jangkung dengang cerutu terapit di belahan bibir, setelan necis berupa tuksedo mahal, dan rambut pirang yang tampak klimis. Dia serupa tuan tanah. Kazer meringkuk di balik badan kakak-kakaknya, sementara Jung Hyuk dan Yoo Hui menemui pria yang sedang berkeliling di sepetak rumah mereka ini.

"Jadi, kau hidup seperti ini sekarang?"

Jung Hyuk menunduk, tidak berani memenuhi tatapan menyelidik orang itu, tapi Yoo Hui justru buka suara, "Sebenarnya, Anda kemari untuk apa? Ada perlu apa?"

"Astaga, haruskah aku mengatakannya?"

Pria ini lantas tertawa setelah menoleh sejenak pada dua orang laki-laki di belakang punggungnya, seakan mencari dukungan untuk pernyataan liciknya. Kemudian, dia mendekat ke tempat Yoo Hui berdiri, tanpa perlu meminta ijin, dia sudah membelaikan jemarinya di pipi mulus istri Jung Hyuk itu.

"Jangan sentuh—"

"—oh, maaf. Aku kira dia jaminan untuk hutang-hutangmu. Kuingatkan saja, Jung Hyuk-ssi, perusahaanmu bangkrut biarpun kau sudah berjuang membangunnya kembali dan—kau meminjam uang-uangku dengan suku bunga yang tidak kecil untuk semua itu."

"Akan segera aku kembalikan—"

"—dengan cara apa?" Pria asing itu berbisik seduktif di telinga Yoo Hui, "Yah, baiklah. Aku masih berbaik hati karena anak-anakmu masih kecil," Ia sempat melirik ke tempat Selden, Bariel, dan Kazer terduduk penuh ketakutan itu, baru menyambung lagi, "Aku juga punya anak perempuan seumuran anakmu yang bungsu, jadi aku mengerti. Aku hubungi nanti, kau harus mengangkatnya."

Kemudian, pria tinggi tegap itu berbalik, begitu saja meninggalkan rumah bawah tanah ini tanpa memedulikan bungkukan Jung Hyuk dan Yoo Hui.

Kazer merasa sangat pusing saat ingatan masa lalunya datang lagi, kali ini bukan tentang keluarganya saja, tapi ada orang asing yang setengah-setengah terasa familiar baginya. Namun, ia tidak bisa berlama-lama memikirkan sosok itu ketika sekujur tubuhnya seperti ingin terpisah dari tempatnya—ternyata uang seratus juta benar-benar membuatnya hilang akal.

"Cav! Dia sadar!"

Kazer baru saja menyesuaikan cahaya ruangan setelah ia membuka mata, tapi seruan seorang gadis di sebelah ranjangnya barusan justru membuat dia antipati. Entah mengapa, secara tidak langsung, dia jadi enggan berdekatan dengan perempuan manapun. Jika ternyata penolakan dari ibu sendiri sudah menyakitinya sedemikian rupa, dia lebih memilih untuk tidak terlibat apapun dengan para kaum hawa itu. Kazer terang saja heran saat menemukan dua orang asing ini menunjukkan kekhawatiran mereka, padahal terakhir kali dia yakin akan mati di ring itu.

"Si—siapa kalian?"

Wyltha menyatukan alis sambil berdecak berkali-kali saat menyaksikan perban-perban yang membalut hampir seluruh badan Kazer, baru dia melirik Cavin, "Kata dia, kau ditemukan di pinggir jalan dalam kondisi seperti ini."

Kazer mengerjap, dia ingin mendebat sebelum teringat bahwa orang-orang awam ini mungkin akan terkejut jika ada manusia yang rela dihajar demi sekoper uang tunai. Ya, dan Kazer akui, agak sulit menunjukkan jati diri aslinya selain di depan Selden, Bariel, Jovar, dan Chalfo—orang-orang di lingkupnya.

"Tagihanmu sudah lunas. Jadi, istirahatlah sebentar di sini sebelum pulang. Oh, dan pesan Dokter, kau tidak boleh banyak bergerak dulu," jelas Cavin, kini semakin mendalami perannya sebagai penolong dengan jiwa dermawan, "Tidak usah memberiku imbalan apa-apa, aku senang bisa membantu. Kalau begitu, kami pulang dulu."

Wyltha malah sangsi, "Kenapa buru-buru? Kalau nanti dia butuh sesuatu, bagaimana? Lagi pula, mana keluarganya, sih?"

"Tadi perawat sudah menghubungi mereka, pasti sekarang masih di jalan. Ah, ini obatmu sekalian vitamin, aku juga sudah menebusnya," tambah Cavin, telunjuknya mengarah pada beberapa strip kapsul di meja nakas, "Tenang saja, kau tidak merepotkanku sama sekali, kok. Karena sudah malam dan anak ini harus kuliah besok, kita pulang sekarang, ya."

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang