05; terjatuh

153 25 0
                                    


"—Thea, putri Presiden, kini dinyatakan hilang. Bagi siapapun yang menemukannya—"

Bip.

Bariel dan Kazer sama-sama mendongak pada Selden ketika layar TV jadi menghitam sebab sengaja dimatikan.

"Buat apa kalian menonton itu, sih? Misinya kan sudah selesai, uangnya juga sudah masuk ke rekening. Kita sudah tidak ada hubungannya lagi."

Kazer diam, tidak berminat sama sekali turut serta dalam obrolan saudara-saudaranya. Kini, dia lebih memilih untuk menjulurkan kaki, merentangkan tangan, dan merebahkan dirinya di sofa beludru yang semula dia duduki alias dia bersiap untuk tidur. Namun, tentu saja Kazer tetap memasang baik-baik telinganya, meskipun kedua matanya terkatup rapat, sebelum terbuai betulan ke alam mimpi. Karena sedikit banyak, dia juga penasaran dengan pembicaraan Selden dan Bariel.

"Apa salahnya? Memang kita dilarang lihat berita?"

Selden mengesah, baru duduk dengan sikap angkuh sambil memandangi Kazer, tatapannya justru tidak terarah pada ocehan Bariel. Ia menimang gelas cantik berisi whiskey itu, sebelum menyahut, "Boleh. Tapi, tidak untuk berita yang menyangkut akan kasus kita. Maksudku, kalau selesai, maka selesai. Jangan ungkit kembali sekecil apapun bentuknya."

"Agak tidak masuk akal, tapi baiklah. Kakak berhak ambil semua keputusan di sini."

Kemudian, Bariel melirik Kazer, masih tidak ada tanda-tanda ingin terlibat apapun sehingga Bariel menyimpulkan jika Kazer agak terlalu tenang. Harusnya, dia mempermasalahkan soal tugas semalam. Harusnya dia murka sebab mereka semua malah begitu saja meninggalkannya.

Dia bisa celaka. Dia bisa terjebak. Dia bisa tertangkap. Ada banyak kemungkinan buruk, tapi Kazer sama sekali tidak meributkan apa-apa?

"Kita harus merayakan keberhasilan ini, kan?" Selden sengaja memecah keheningan, baru meneguk habis minumannya, "Lagi pula, sudah lama kita tidak makan malam di luar, bertiga saja."

"Aku terserah, sih," ujar Bariel, pendek.

"Mm, mungkin kita juga bisa mengajak Chalfo? Bagaimanapun, dia cukup berjasa."

"Aku lebih dari setuju," ucap Bariel, lagi-lagi singkat.

Selden memperhatikan Bariel yang sedang bersedekap, dia jelas sekali merasa ada nada tajam dalam suara itu, "Kau kenapa? Kau seperti tidak terima akan sesuatu? Hei, tenang. Aku sudah penuhi permintaanmu untuk menambah sedikit bagian Chalfo—" Ia menjeda demi bisa memusatkan atensi sejenak pada Kazer, "—karena dia telah menyelamatkan Adik kita berdua."

Kali ini, Kazer terhenyak. Masih di posisi akan tidur, dia akhirnya membalas, "Padahal aku berniat memberi dia bagianku untuk berterima kasih atas bantuannya."

Selden mendengus, lalu tertawa sebentar, "Whoa. Tumben. Tapi, sepertinya kau bersyukur tidak perlu melakukan niat baikmu itu. Apa? Kau mau jadi seorang dermawan? Mustahil, harusnya. Kita semua sama-sama tahu kalau kau akan menggenggam erat-erat uangmu dan tidak akan membuang uangmu secara percuma. Kau bersedia tersiksa, jika bayarannya setimpal, kan?"

Sekejap itu, Kazer terduduk. Tanpa kalimat pembuka, dia pun berterus terang, "Yap. Biarpun aku begitu, tapi aku tahu caranya balas budi dan hutang nyawa pada seseorang."

Selden menyeringai, lantas memindah tatapannya pada Bariel, "Kalian berdua itu sama saja, ternyata. Aku jadi pemimpin di Xelaile, bukan karena aku yang paling tua. Tapi, karena kalian tidak bisa apa-apa tanpaku. Kalian hanya bisa bertopang padaku, dari dulu sampai sekarang, dari kecil sampai besar. Kalian hanya setelapak tanganku, karena hanya aku yang bisa melindungi kalian hingga akhirnya kita bisa meraih semua ini," Ia sengaja berbicara tentang masa lalu; soal kehidupan lamanya, soal pertengkaran orang tuanya, dan berbagai kekelaman lain yang sudah ia yakin pasti dipahami mereka berdua.

Scheme [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang