Chapter [ 15 ]

3.8K 409 17
                                    

Satu tetes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu tetes.

Dua tetes.

Tiga tetes.

Empat tetes.

Sampai kemudian silet itu jatuh ke atas genangan darah yang sedikit demi sedikit semakin bertambah banyak menodai lantai.

Sunghoon menatap lekat pergelangan tangan nya yang dipenuhi dengan luka sayat. Wajah pemuda itu memucat, keningnya dipenuhi dengan peluh keringat.

Dia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan dunia. Hanya saja, Sunghoon membutuhkan rasa ini, sebuah rasa sakit fisik yang justru membuatnya puas.

Sudah dikatakan. Sunghoon suka kehancuran, Sunghoon suka rasa sakit itu. Karena tidak ada alasan untuk menolak. Dia menerimanya dengan baik, justru menambah porsinya sehingga terasa lebih menyakitkan lagi—tapi sangat menghibur.

Mengingatkannya, bahwa hidup nya kini sungguh menyedihkan. Miris sekali.

Sunghoon hanya ingin menyiksa dirinya selagi bernafas. Sunghoon.. dia benci hidupnya, dia benci dirinya, dia benci takdirnya, dia benci hidup sebagai dirinya. Sunghoon—

"Argghhh! Hiksss.... " Dia menarik rambutnya frustrasi, tangisnya mulai pecah.

Malam ini, dia kembali dengan sejuta kebencian di dalam dirinya. Amarah, dendam—yang entah sebenarnya dituju pada siapa.

Rasanya, Sunghoon ingin menghancurkan semua yang ada di sekitarnya.

Semua..

terlalu memuakan.

🚬 🏁 🚬

"Kepengen banget mati dengan cara begini." Sunghoon berujar dengan sinis, tangannya sudah dengan telaten mengobati beberapa luka di wajah Jongseong.

Sedangkan Jongseong sejak tadi tak menanggapinya, dan hanya mendengarkan ocehan pemuda di hadapannya itu.

Sunghoon memajukan sedikit wajahnya, meniup pelan luka robek di sudut bibir Jongseong, sambil mengolesnya dengan obat.

Jongseong yang diperlakukan seperti itu seketika terkejut. Ini Sunghoon terlalu polos atau bagaimana, bisa-bisanya.

"Kamu kenapa sih, suka banget kelahi." Lagi-lagi Sunghoon mengoceh.

"Gabut."

Sunghoon memutar bola mata jengah, mendengarnya. Pemuda itu lantas segera merapikan peralatan medisnya.

Jongseong menyandar di kepala sofa, menatap langit-langit ruang uks dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Anak manja."

Dia, baik? [ JayHoon ]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang