Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bosan bermain ponsel, Jongseong meletakan benda pipih itu di atas nakas yang berada di samping ranjang rumah sakit, tempat Sunghoon kini terbaring.
Dia terdiam, sembari bersedekap, memandang wajah damai lelaki di hadapannya yang pucat, dan sedikit tirus—yang sudah selama tiga hari ini tak kunjung membuka matanya.
Selama itu pula Jongseong tidak tidur di apartemennya, pulang hanya sekedar untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.
Tidak peduli dengan kehadirannya yang sudah absen selama beberapa hari di sekolah. Jongseong tidak bisa meninggalkan Sunghoon begitu saja.
Bukannya dia terlalu percaya diri, tapi yang dia tahu untuk saat ini, hanya dirinya yang Sunghoon punya.
Jongseong sempat menghubungi Ibunya, tapi Ibunya berkata belum bisa menjenguk ke rumah sakit, dan menitip Sunghoon kepadanya.
Sudah lama Jongseong tidak pulang ke rumah. Sengaja, menghindar dari ayahnya, karena dia yakin, sedetik saja dia melihat ayahnya, kepalan tangannya akan mendarat dengan sempurna pada wajah pria brengsek itu.
Di sisi lain, dia juga memutuskan untuk membiarkan apa pun yang Ibunya kehendaki, kali ini dia kembali mengalah. Dan memilih untuk membiarkan Ibunya mempertahankan segalanya.
Terlihat tidak berdaya memang, tapi Jongseong tahu, Ibunya bukan wanita yang bisa ditentang.
Ingin sekeras apa pun dia menentang, Ibunya akan tetap dengan pendiriannya. Dan Jongseong tidak suka membuang-buang waktu untuk hal yang sudah pasti tidak akan membuahkan hasil.
Anggap saja dia pasrah, pasrah akan segala keadaan yang ada. Pada kenyataannya, sejak awal memang keluarganya sudah rusak, dan akan tetap seperti itu—selagi Ibunya tetap ingin bertahan.
Jongseong tahu, Ibunya begitu mencintai ayahnya. Tapi itu salah. Sejak awal memang sudah salah.
Cinta, itu bukan hanya menuntun seseorang menuju kebahagiaan, tapi juga bisa menuntunnya menuju petaka.
"Udah gue bilang ruangannya yang ini! Bikin malu aja lo, jadi salah masuk 'kan."
Sontak saja Jongseong menoleh, ketika mendengar suara berisik seseorang yang baru saja membuka pintu tanpa permisi.
"Iya elo—hmpp!" Belum sempat Hueningkai menyangkal, tangan Sunoo sudah lebih dulu mendekap mulutnya, ketika baru menyadari ada seseorang yang sudah menatap datar ke arah mereka.
Kai langsung menepis tangan Sunoo dengan raut wajah jijiknya. "Bau tangan lo!—"
"Berisik." Seketika Jongseong mendesis tak suka.
Sontak saja keduanya kembali menatap ke arah pria berwajah lempeng itu, auranya benar-benar menyeramkan. Kadang Sunoo bertanya-tanya, bagaimana bisa Sunghoon betah berpacaran dengan manusia tidak punya hati seperti Jongseong ini.