Tiga

238 39 78
                                    

Sempiternal
Story by yeolki_

SempiternalStory by yeolki_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading
🌿






"Kalian tenang aja. Biar gue yang urus Stevy."

Begitulah yang diucapkan Laras tadi pada semua teman-temannya. Terlebih pada Dinda, gadis yang teramat panik bukan main. Melihat Stevy marah karena Dinda nekat makan sambal dan membuatnya tifus kala itu, sudah menakutkan. Dinda tidak mau saja melihat Stevy marah lagi.

Langkah panjang Laras kini membawanya ke kelas. Tempat di mana menjadi tujuan Stevy pergi tadi. Namun, sayangnya sosok gadis itu tidak ada di sana. Laras menepuk jidat seketika. Seolah sadar akan sesuatu. Stevy tidak mungkin ke kelas. Itu hanya alibi Stevy.

"Pasti ke tempat biasanya," yakin Laras.

Gadis berambut panjang itu kini bergegas pergi. Menaiki satu persatu anak tangga, Laras pergi ke lantai teratas gedung sekolahnya. Atap sekolah. Tempat persembunyian Stevy jika gadis itu tengah sedih atau marah. Laras mengetahui hal ini sejak tahun lalu, karena Stevy yang bercerita.

Cahaya matahari yang cukup terang menerobos masuk dari pintu menuju atap yang terbuka lebar. Langkah Laras pun membawanya melewati pintu itu. Dugaannya pun benar. Stevy berada di sana. Terduduk di pinggiran atap sembari membiarkan semilir angin menerpa rambut pendeknya.

Pertemuan sepatu dengan lantai bersemen menimbulkan suara gesekan yang amat terdengar jelas. Sedikit mengusik Stevy yang termenung. Gadis itu berbalik. Menemukan Laras yang bergerak menghampirinya. Tertangkap basah, Laras memasang senyum terbaiknya sembari berhenti sejenak. Meskipun berujung diacuhkan Stevy.

Laras menghela napas. Lalu langkahnya, kembali membawa gadis itu pada Stevy. Sedikit takut, Laras mendudukkan diri pada pinggiran atap. Lalu, membiarkan kakinya bergelantungan. Jika bukan untuk Stevy, gadis itu akan kembali ke kelas daripada harus menahan fobianya.

"Kalau takut, duduknya mundur sedikit. Enggak lucu kalau lo jatuh. Gue enggak mau jadi saksi mata," celetuk Stevy yang sadar dengan ketakutan Laras.

Mendengar itu, Laras memasang senyum dan duduk sedikit mundur. Jangan lupakan, bagaimana Laras menarik kedua kakinya untuk kembali naik dengan cepat. Setelahnya hening. Hanya suara teriakan beberapa siswa yang berada di lapangan dan suara klakson mobil di jalanan. Stevy tidak mau membuka obrolan. Lagi pula, ia kesal pada Laras. Sementara Laras, ia bingung ingin memulai dari mana.

"Stevy ... anak-anak 'kan-"

"Kalian udah berubah." Stevy menghela napasnya panjang. Ia menatap hamparan awan di antara lautan biru langit. Lalu, memilih menunduk. "Dulu, mau Putra marah, Dinda tetap ikut. Kirana, Marissa juga. Dulu ..., mereka datang meskipun terlambat. Sonya apa lagi."

Senyum Stevy terpatri mengingat momen indahnya dahulu. "Anak-anak mau pulang, dia baru datang," lanjutnya.

Stevy beralih menatap Laras kali ini. "Termasuk lo ...." Gadis itu menjeda ucapannya sekali lagi. Menatap Laras dengan penuh kekecewaan. "Lo juga enggak bisa ikut. Sama seperti yang lain," sambungnya.

Sempiternal [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang