Sembilan Belas

127 28 48
                                    

Sempiternal
Story by yeolki_

Happy Reading
🌿





Suara pertemuan antara piring dan sendok cukup terdengar sampai ke rungu Stevy. Gadis yang menanti suara itu berganti dengan pergerakan sepatu yang menjauhi ruang makan. Sesekali, ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Jarum jam sudah menunjuk angka enam. Sementara yang panjang, pada angka dua.

Sebenarnya, Stevy tidak masalah untuk turun sekarang. Lalu, memaksa Kak Bian untuk mengantarnya ke sekolah. Hanya saja, ia takut saja bertemu dengan Wawan. Sikap dingin pria itu semakin menjadi. Kasus semalam hanya contoh kecilnya.

Sejak hari di mana Stevy terlihat bersama Malvin di depan gerbang sekolah, Ayah menjadi pribadi yang semakin dingin dan susah disentuh. Tidak ada banyak obrolan seperti sebelumnya. Aneh. Bukannya kembali seperti dahulu, ia malah semakin menakutkan di mata Stevy.

Stevy kembali melirik jam putih di pergelangan tangannya itu. Jarum panjang sudah hampir mengarah pada angka tiga. Lebih baik, ia segera turun.

Langkah kakinya yang berkaus kaki tidak terlalu tinggi dan sepatu converse hitam, melangkah perlahan menuruni anak tangga. Sembari menggendong tas ransel berwarna coklat dan tas laptop-ia hendak mengerjakan laporan kegiatan nanti di ruang OSIS-berwarna hitam.

Sesampainya di lantai bawah, Stevy mendapati semua penghuni di rumah ini tengah sarapan. Kehadiran Stevy cukup mengalihkan atensi Sonia yang hampir selesaikan makanannya. Wanita itu memberi senyum pada Stevy.

Stevy juga membalas senyuman hangat Bunda. Dengan canggung, ia menyapa, "Pagi, Bunda."

Suara gadis itu berhasil membuat dua orang pria di ruangan ini beralih menatapnya. Termasuk Wawan yang tengah melahap nasi. Pria itu hanya menatap Stevy sekilas. Lalu, fokus memotong telur mata sapi dengan sendoknya.

"Sini, Stevy. Sarapan dulu," pinta Sonia.

Ia bahkan membalikkan piring putih yang berada di dekatnya. Namun, Stevy menggeleng. Ia malah menghampiri sang kakak. "Stevy langsung berangkat aja, Bunda," tolaknya halus.

Bian baru saja melahap suapan terakhirnya. Ia beralih menatap Stevy yang kini berdiri di dekat kursinya. "Mau berangkat sekarang?"

Stevy memberikan anggukkan kecil. Setelah itu, Bian mengambil gelas bening yang berisi air di dekatnya. Meminumnya cepat dan meletakkan kembali. Bian meraih tas ransel hitam yang tergeletak di kursi sebelahnya. Lalu, beranjak dan berkata, "Bian sama Stevy berangkat dulu ya, Bunda, Ayah?"

"Sebentar!" Sonia mencegat. Wanita itu buru-buru beranjak. Sedikit membuat kedua anaknya bingung. Ia pergi ke dapur. Seperti mengambil sesuatu. Lalu, tidak berselang lama, ia kembali dengan kotak bekal makanan berwarna merah muda berukuran sedang.

Sempiternal [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang