Dua Puluh Sembilan

130 26 59
                                    

Sempiternal
Story by yeolki_

SempiternalStory by yeolki_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading
🌿









Langit hari ini memang cukup cerah. Permadani biru itu berada di cakrawala. Gumpalan awan beraneka bentuk muncul menghias. Bergerak perlahan mengitari langit. Bahkan matahari bersinar lembut hari ini.

Mungkin kelabu hanya terasa di benak Stevy. Gadis itu hanya mematung di sisi lubang berbentuk persegi panjang. Memeluk nisan putih yang sedari tadi terus menemaninya. Manik matanya menatap jasad sang ayah yang sudah terhalang papan kayu.

Tanah merah mulai menutupi jasadnya. Beberapa orang menutup lubang itu perlahan-lahan dengan tanah. Stevy hanya bisa memandang papan kayu itu semakin menghilang tertimbun tanah. Tangannya mengerat memeluk nisan putih itu. Seolah tidak ingin melepaskannya.

"Mbak, sini nisannya," pinta seorang pria penjaga makam yang membantu prosesi pemakaman hari ini.

Stevy menggeleng. Ia semakin mengeratkan benda itu. Seolah hanya benda itu yang bisa menghubungkan Stevy dengan ayahnya. "E-enggak ..., enggak boleh!" ujarnya.

Pria itu memilih diam. Ia sempat mendapatkan kode dari Sonia yang berdiri di sisi Stevy, sedetik setelah gadis itu bersuara. Sekedar meminta Bapak penjaga makam, untuk biarkan anaknya seperti ini sejenak.

Sonia mengusap air matanya sejenak. Ia merangkul anak bungsunya itu. Wanita itu berbisik, "Stevy Sayang, ikhlasin Ayah, ya? Biar Ayah tenang dan bahagia di sana."

Stevy bergeming. Gadis itu malah mengeratkan pelukannya pada si nisan. Ia bahkan menggeleng. "Enggak, Bunda! Sebentar lagi Ayah bangun, kok. Ayah bakal omelin Stevy setelah ini," yakinnya.

Sonia mencoba menahan tangisnya. Ia memalingkan wajah sekedar mengusap sedikit bulir air yang muncul di pelupuk mat. Menggunakan kerudung hitam yang Sonia kenakan.

Di sisi lain, Bian yang berdiri di sebelah kanan Stevy mencoba untuk ikut membujuk. Mata sembab laki-laki itu terlihat jelas. Namun, ia mencoba tetap tegar. Karena sebentar lagi, Bian lah yang harus menjadi kepala keluarga. "Stevy, Ayah bakal marah kalau lo begini," ujarnya.

"Biar aja Ayah marah! Stevy mau Ayah marah sekarang juga!" Stevy berujar demikian dengan keras. Kedua matanya sudah tidak bisa menangis lagi. Meskipun mata sembab itu terlihat jelas di wajahnya.

Sonia tidak bisa membendung air matanya lagi. Wanita itu memilih menjauh sejenak. Dan menangis bersama adik iparnya. Bian melihat itu. Sungguh Ayah, ini cukup berat untuk Bian. Ia bahkan tidak bisa setegas Ayah. Bian tidak menegaskan Stevy seperti yang Ayah lakukan.

"Stevy, please. Sekali ini aja, nurut apa kata gue, ya? Kasih nisannya, biar Ayah tenang, oke?" mohon Bian.

Stevy menggeleng. Ia masih memandang gundukan tanah itu. Ia masih berharap ayahnya bangun. Bahkan Stevy siap mendapatkan omelan lagi kali ini.

Sempiternal [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang