.
.
.
.
.
Keesokan harinya…Seperti biasa, aku sarapan bersama keluarga om Frans. Aku tidak tahu sampai kapan aku tinggal disini. Aku tidak mungkin selamanya bergantung dengan mereka. Walaupun mereka tidak keberatan sama sekali, tapi aku tetap saja tidak ingin merepotkan.
“Hari ini mau kesana lagi, Ra?” Tanya om Frans karena melihatku sudah rapih, mengira aku akan mengunjungi kantor polisi 'lagi'.
“Enggak, om. Hari ini aku ada urusan sama partner kerja ayah.” Kataku sekenanya.
“Kamu ikut dengan Sera, Vin??” Tanya om lagi beralih pada Alvin.
“Hari ini aku ada quiz, pah, jadi gak bisa ikut.” Ucap Alvin samar-samar karena mulutnya yang penuh dengan roti, tetapi perkataannya masih cukup jelas untuk dimengerti.
“Kamu gak apa-apa sendirian?” Giliran tante Ana yang bertanya padaku.
“Tenang aja tante, Sera bisa kok jaga diri. Tante lupa, ya, Sera kan pernah jadi juara karateka tingkat nasional.” Jawabku berbangga diri. Tante dan om berubah seketika menjadi lebih tenang.
“Oiya, Ra, aku pinjem mobil kamu, ya.” Izin Alvin.
“Iya, ambil aja koncinya di meja kamar.”
“Lho, kamu gak bawa mobil?” Om Frans jadi lebih panik lagi. "Memangnya mobil kamu kenapa, Vin?" cecarnya gantian untuk anak semata wayangnya.
“Aku dijemput, om.” Jawabku santai.
“Mobil Alvin keabisan bensin pah, kemaren lupa ngisi. Kalo ngisi pagi ini takutnya telat.” Alvin menyahut.
“Kalau kamu nanti diculik gimana? Kamu harus extra hati-hati lho, Ra.” Ucap tante Ana mendukung om.
“Siap boss..” Kataku dengan sikap hormat seperti prajurit pada komandannya. Tidak lama kemudian mbok Marni datang dan memberitahu bahwa ada yang mencariku. Aku juga sempat kaget. Ternyata dia hebat juga. “Kayaknya itu deh, aku berangkat duluan ya, om, tante.” Pamitku sambil mencium tangan mereka bergantian.
“Inget, ya, sayang, hati-hati.” Ucap tante Ana masih khawatir.
“Iya, tante, aku berangkat dulu.”
“Aku nganter Sera dulu, mah.” Ucap Alvin dengan cepat sambil mengejarku. Kami berjalan menuju pintu depan. Sesosok pria yang memakai kemeja biru polos, celana jeans selutut, lengkap dengan sepatu kets putih sedang menunggu didepan pintu. Ya, itulah dia. Jo.
“Selamat pagi.” Sapa Jo ketika melihatku, tersenyum berseri. Aku pun jadi ikutan senyum berseri. Oh no! Aku mulai lagi.
“Ini Ra, orangnya?” Tanya Alvin tidak percaya.
Aku hanya mengangguk. Dia keheranan melihat Jo yang masih sangat muda. Mungkin seumuran dengannya. Dia mungkin berpikir partner kerja ayahku semuanya sama, dalam artian umur maksudnya, atau paling tidak berumur kira-kira tiga puluhan lebih. Namun, nyatanya jauh dari yang dia bayangkan. Aku saja heran, apalagi Alvin. Aku sempat berpikir, orang tuaku yang senang bergabung dengan anak-anak muda, atau Jo yang senang bergabung dengan orang dewasa?
“Hmm… cukup awet muda untuk orang seusianya.” Sindir Alvin.
“Oiya, Vin, kenalin ini Jo. Jo kenalin ini Alvin, sepupuku.” Ucapku memperkenalkan.
Mereka berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing.
“Ya sudah, aku berangkat, ya, Vin.” Pamitku.
“Hati-hati, Ra,”
Aku masuk kedalam mobil Jo, sedangkan Alvin kembali masuk ke rumah. Aku masih penasaran, bagaimana dia bisa menemukanku? Lagipula ini masih terlalu pagi dari waktu yang Jo ucapkan kemarin.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...