.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Sejak lama aku mengira Mom memiliki keturunan peramal atau semacamnya. Setiap kali aku terluka saat menjalankan misi, Mom selalu memiliki firasat dan tidak pernah tidur hingga aku tiba di rumah. Dia selalu duduk di ruang tamu dengan menyilangkan tangan didepan dadanya disertai kekalutan terpampang jelas di wajahnya.
Seperti saat ini. Padahal Mom tahu bahwa aku sedang diliburkan Occulta. Mom juga tahu bahwa aku pergi ke acara pelelangan tempat aku berinvestasi. Namun pasti Mom tiba-tiba merasakannya. Feeling orang tua memang luar biasa.
Begitu aku masuk ke rumah, Mom langsung bergegas menghampiriku. Dia sepertinya sudah menunggu cukup lama. Aku juga daritadi tidak memperdulikan ponselku. Aku bahkan tidak menyadari earphone-ku sudah kulepas sejak di klinik Vina tadi.
Melihat perban yang melilit lengan, aku langsung diburu pertanyaan. Mom semakin panik sambil mengecek setiap inci tubuhku yang lain.
"Apa yang terjadi? Kamu terluka? Bagian mana saja yang luka? Mengapa tidak memberitahu Mom lebih awal? Bukankah kamu diliburkan? Mengapa hal seperti ini masih terjadi?"
"Mom.. Calm down, please."
"Masuk sekarang ke kamarmu. Mom akan menghubungi dr. Li agar kesini sekarang."
Mom berbalik dan mengambil ponselnya. Dia benar-benar menelepon dokter khusus keluargaku itu. Aku jadi merasa bersalah membuatnya jauh-jauh kesini ditengah malam pula. Pria tua itu pasti sedang tidur nyenyak saat Mom menelepon.
Dr. Li sudah menjadi dokter keluargaku sejak aku masih kecil. Beliau juga yang sempat merawat Dad. Aku tidak terlalu ingat bagaimana dia akhirnya jadi dokter keluarga kami. Dia orangnya ramah dan sangat perhatian. Dia juga mengetahui segala kondisi keluarga kami dan kami sangat mempercayainya.
Susuai perintah Mom, aku pergi menaiki tangga menuju kamarku. Setibanya disini aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian lalu segera duduk bersandar diranjangku sambil memainkan ponsel.
Aku mengirim pesan ke Sera bahwa aku sudah di rumah dengan selamat, tanpa ada yang mengejar dan lukisannya sudah aku amankan di ruang kerjaku. Mungkin aku akan menelitinya nanti.
Namun Sera belum membaca pesanku. Apa dia sudah tidur? Dia pasti sangat syok tadi. Semoga lukanya tidak terlalu parah dan sudah diobati. Dasar pria brengsek, berani-beraninya menyakiti pacarku seperti itu.
Tidak.. Mungkin aku yang lebih brengsek karena telah melibatkannya, tapi Sera tidak suka bila aku bicara seperti itu. Dia berusaha menjadi wanita yang pantas untuk berada disisiku. Aku tersanjung dia melakukannya. Tanpa begitu pun aku sudah sangat menyayanginya.
Nyeri yang cukup hebat berdenyut di lenganku yang terluka. Ah, sial! Mengapa aku masih belum terbiasa dengan nyeri dari luka seperti ini? Tapi setidaknya nyerinya masih lebih ringan dibandingkan tadi, saat Vina mengobatiku. Dia tidak punya anastesi untuk manusia, jadi dia mengeluarkan peluru dan menjahit lukaku tanpa bius lokal apapun. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak berteriak.
Anak buah Luceat Group sungguh bajingan. Bagaimana mereka bisa mengeluarkan pistol di tempat umum? Tidak heran, mereka bahkan bisa membakar rumah dan membunuh seseorang demi menghilangkan barang bukti.
Kini, barang buktinya ada padaku, cepat atau lambat mereka pasti akan mencariku. Semoga aku juga bisa menemukan barang bukti lain di lukisannya, agar aku semakin mudah menjebloskan mereka ke penjara.
Sebuah suara datang dari pintu kamarku tanda dibuka. Aku mendapati Mom sedang membawa nampan berisi makanan dan segera menghampiriku.
"Makanlah dahulu sambil menunggu dr. Li datang." Ucap Mom lalu menaruh nampan dipangkuanku. Dia juga duduk di kursi samping ranjangku.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...