.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Kami tiba di ruang bawah tanahku. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Jo menungguku di sofa sambil main game di ponselnya.
Aku selesai dengan cepat. Aku membawakan kue untuk camilan dan minuman kaleng lalu duduk disamping Jo. Dia seketika meletakkan ponselnya begitu melihatku.
"Kamu tidak ada pekerjaan hari ini?"
"Tidak. Aku ingin menatapmu seharian hari ini." Ucapnya manis sekali membuatku jadi tersipu. "Jadi, apa saja yang kamu lakukan kemarin? Ceritakan padaku."
"Aku menemui kuasa hukum orang tuaku, lalu memutuskan untuk membangun kembali rumahku, dan akan dimulai minggu ini. Aku juga memutuskan untuk tinggal disini hingga rumahku selesai. Sisanya aku hanya belajar untuk persiapan masuk universitas."
"Kamu melakukannya dengan sangat baik. Good job." Kata Jo lagi sambil tersenyum dan mengelus pucuk kepalaku.
"Lalu bagaimana dengan penyelidikan kasusku?"
Aku bertanya pada Jo. Namun Jo seperti ragu untuk menceritakannya. Dia cukup lama menjawab dan sempat menghela nafas berat.
Ketika hendak berbicara, ponsel Jo berdering. Dia hanya menyentuh earphone-nya di telinga kiri dan langsung berbicara di sambungan telepon. Aku hanya menunggu sambil mendengarkannya.
"Ya?..."
"... Sudah baik-baik saja."
"... By the way, tidak adakah yang kita dapatkan semalam?"
"... Baiklah. Kau tenang saja, aku akan tetap mengirimkan bayarannya seperti biasa."
"... Tidak apa. Kau sudah bekerja keras."
"... Kau urus saja dulu. Aku akan mengabari nanti."
Begitulah Jo berbicara di telepon lalu dia mematikan sambungannya dengan menyentuh earphone-nya kembali.
"Leo yang menelepon. Mobilmu dia bawa ke kampus."
"Astaga! Bagaimana aku bisa melupakan mobilku?" Aku teriak histeris. Alkohol sepertinya membuat sebagian ingatanku menjadi eror.
"Tenang. Dia akan mengurusnya dengan baik."
"Aku tadi mendengar percakapanmu. Apa yang ingin kamu dapatkan semalam?"
"Sebenarnya, tadi malam aku dan Leo sedang melakukan sebuah misi. Kami ingin mengambil data sebuah perusahaan. Saat proses copy data masih berjalan, Kei memberitahuku kalau kamu pergi ke kelab. Proses copy belum selesai, tapi aku langsung pergi untuk menghampirimu."
Aku tertegun mendengarnya. Secara tidak langsung aku yang menyebabkan kegagalan misi Jo tadi malam. Aku bodoh sekali. Seharusnya aku tidak melakukan hal sembrono macam itu.
"Maafkan aku, Jo. Gara-gara aku misimu jadi gagal."
"Jangan berpikir begitu. Itu bukan salahmu sepenuhnya. Bagiku kamu lebih penting dari apapun juga." Jo mengatakannya dengan sangat lembut. Kali ini dia mengelus pipiku.
"Apa misi itu berhubungan dengan kasusku?"
Jo mengangguk. Setelah itu dia menceritakan perkembangan kasus pencarian pelaku pembakaran rumahku. Aku mendengarkan dengan seksama.
Jo bercerita mulai dari dia mengikuti mobil van hitam di bandara waktu itu, lalu segala hal tentang Perusahaan M.Grande serta Luceat Group, hingga akhirnya dia disuruh cuti oleh Occulta. Ternyata baru beberapa hari saja Jo sudah mengalami banyak hal.
Aku baru sadar aku seegois itu, hanya memikirkan tentang bagaimana ingin bertemu Jo, tanpa memikirkan apa yang sedang Jo alami. Mungkin Jo juga sangat ingin menemuiku, tapi dia tidak melakukannya dan lebih mementingkan kasusku. Aku begitu kekanak-kanakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...