.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Masih berat rasanya hanya untuk mengangkat kelopak mataku. Hidungku mencium sesuatu yang pekat semacam obat dipadukan dengan desinfektan. Sedangkan, indera pendengaranku tidak menangkap suara yang berarti. Sunyi sekali disini.
Aku mencoba menggerakan anggota tubuhku yang lain. Mulai dari kaki, tangan, lalu kepala. Rasanya masih sangat berat. Aku hanya berhasil menggerakkan jemariku.
Aku mencoba lagi dan lagi untuk membuka mataku. Secara perlahan, sedikit demi sedikit akhirnya terbuka. Cahaya silau lampu langsung menyergap, tapi aku terus berusaha untuk bisa melihat sepenuhnya walaupun kelopak mataku baru terbuka setengah.
Atap putih yang pertama kulihat ketika penglihatanku mulai bekerja. Aku merasa sedang terbaring dengan selimut hingga ke pinggangku, serta suatu selang berisi cairan yang mengalir ke tanganku. Dari aroma dan atap itu sepertinya aku sedang di rumah sakit.
Aku berusaha menggerakkan kepalaku perlahan untuk melihat sekeliling. Aku melihat Mom sedang duduk di sofa tidak jauh dari tempatku, sedang fokus dengan tabletnya.
Aku mencoba memanggilnya, tapi percobaan pertama gagal. Aku hanya berhasil menggerakkan bibir tanpa suara yang keluar.
Kerongkonganku rasanya sangat kering. Aku kembali mencoba memanggil Mom. Meskipun sulit, aku akhirnya bisa mengeluarkan sebuah suara, walaupun sangat kecil. Semoga Mom bisa langsung mendengarnya.
"Mom.."
Suara pelan berhasil keluar dari tenggorokanku. Beruntungnya, Mom langsung mendengarku. Dia terkejut dan langsung menoleh. Dia meletakkan tabletnya lalu berlari kesisiku.
"Jo... Kamu sudah sadar, Nak?" Tanya Mom kaget bercampur senang dengan mata yang berkaca.
Dia menekan tombol diatas kepalaku lalu bicara disana. "Dokter, cepat kesini! Anak saya sudah sadar." Ucap Mom lumayan heboh.
Mengapa reaksi Mom sampai seperti itu? Memangnya selama apa aku tidak sadar?
Mom terus mengelus kepalaku selagi menunggu dokter datang. Dia menatapku dengan senang, dan kini air matanya mulai menetes.
"Apa yang kamu rasain, Jo? Kamu baik-baik aja kan sayang?" Tanya Mom disela tangisnya. Aku mengangguk pelan, masih sulit untuk bicara.
Tak berselang lama, seorang dokter bersama perawat masuk terburu-buru untuk segera menghampiriku. Dokter itu melakukan berbagai pemeriksaan terhadapku. Beberapa pertanyaan diajukan, dan aku menjawab dengan anggukan atau gelengan. Mom menunggu hasil pemeriksaan dokter dengan was-was.
"Jo sudah baik-baik saja. Dia berhasil melewati masa kritisnya. Kita lihat lagi beberapa hari kedepan. Jika semakin baik, maka Jo sudah bisa pulang." Ucap dokter setelah berbagai pemeriksaan.
"Terima kasih, dokter."
"Selamat, Ibu Rosa." Kata dokter itu lagi.
Mom hanya menanggapinya dengan senyuman. Dokter dan perawat itu keluar ruangan meninggalkanku dan Mom. Mom duduk disamping ranjangku dengan masih terus mengelus kepalaku.
"Mom...." Panggilku.
"Iya sayang?"
"...haus."
Aku berhasil mengatakannya dengan pelan. Mom bergegas mengambil minum air mineral lalu segera membantuku meminumnya.
Air yang mengalir rasanya begitu nikmat. Aku seperti tanaman kering kerontang yang sedang melalui musim kemarau lalu disiram air hujan yang begitu sejuk. Dengan ini aku bisa bicara lebih banyak.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...