Kidnapped

14 2 0
                                        

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tepat setelah aku beranjak meninggalkan kasurku, ponselku berdering tanda telepon masuk. Aku langsung berbalik dan senyumku mengembang ketika melihat siapa yang menelepon. Niat untuk sarapan, ups ralat.. makan siang karena aku bangun tengah hari, aku urungkan sejenak. Aku kembali merebahkan diriku di kasur agar dapat ber-video call dengan santai.

"Hey honey." Sapaku sumringah. Dilayarku menampilkan Sera yang masih terpejam dengan selimut yang menutupi hampir seluruh wajahnya, hanya menyisakan bagian mata keatas. Dia sungguh imut.

"Hei, Jo." Jawab Sera, tapi belum membuka matanya.

"Kamu baru bangun?"

"Ehmmm.. Aku masih ingin tidur... tapi ini sudah terlalu siang.. dan aku harus belajar." Ucapnya bergumam seperti sedang mengigau.

"Tidak usah dipaksakan. Kamu masih punya banyak waktu."

Sera membuka matanya perlahan. Matanya menyipit menahan silau cahaya handphone. Namun, terus berusaha agar dapat melihat jelas. "Kamu sedang apa? Mengapa tidak pakai baju?" Katanya bertanya setelah berhasil melihatku.

"Aku juga sebenarnya baru bangun tidur, dan langsung mendapat suntikan lalu perbanku diganti."

"Siapa yang menyuntikmu?"

"Namanya dr. Rere. Dia ditugaskan oleh dr. Li, dokter khusus keluargaku, dan dia tinggal disini sementara untuk merawatku."

Sera malah mengerutkan keningnya. Ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi kesal disela-sela kantuknya. Matanya masih menyipit dan alisnya melipat.

"Rere seperti nama wanita."

"Memang."

Sera yang tadi masih bergumal didalam selimut kini bangun perlahan lalu duduk di kasurnya. Dia meregangkan tubuhnya sebentar dan mulai menatapku kembali dengan ekspresi sebalnya yang menurutku sangat lucu.

"Apa kamu tidak tahu bahwa tubuh itu milikku, Tuan Jonathan?"

Aku menaikkan satu alisku. Aku sebenarnya sangat ingin tertawa sambil melompat riang gembira, tetapi aku berpura-pura tidak mengerti maksudnya. Senang sekali rasanya bisa menjahili dan menggoda Sera lebih jauh lagi. Ah sial, aku jadi ingin memeluknya.

"Lalu?"

"Mengapa kamu masih tidak mengerti, hah? Tentu hanya aku yang boleh melihatnya. Aku tidak terima bila ada wanita lain yang melihatnya. Bagaimana bisa kamu tidak mengerti dengan hal seperti itu? Huuaaa..."

Sera menangis dengan rengekan manjanya. Aku tidak dapat lagi menahan tawaku. Dia begitu menggemaskan.

"Baiklah.. Aku tidak akan mengulanginya lagi." Ucapku sambil tertawa kecil.

"Aku lapar." Dia kembali merengek dengan topik yang lain.

"Mau kupesankan sesuatu? Kamu ingin makan apa?"

Sera menyeringai lebar sambil berkata, "Burger."

"Baru bangun sudah mau makan junkfood?"

"Yasudah tidak usah."

"Eh... Oke.. Oke.. Aku akan memesankannya sekarang juga."

"Hehe.. Thank you. Kamu juga harus bangun dan makan sesuatu, Jo."

"Aku memang akan kebawah setelah ini."

"Oke kalo gitu. Bye, Jo. Emmuuaahh." Sera mencium handphone-nya sehingga terlihat di layarku bibirnya yang semakin mendekat hingga tak terlihat apa-apa. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya. Dia melambai sekali lagi lalu mematikan video call.

My Secret AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang