Sera (again)

16 2 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Samar-samar aku mendengar suara dengkuran halus didekatku. Aku berusaha membuka mataku yang rasanya berat sekali. Aku juga dapat merasakan kepalaku sakit bukan main.

Ketika mataku berhasil terbuka, aku melihat atap putih dan lampu gantung yang asing. Aku tidak pernah melihat itu sebelumnya. Apa aku sedang bermimpi?

Suara dengkuran halus itu semakin jelas saat aku mulai tersadar dari tidurku. Aku berusaha untuk duduk agar dapat melihat lebih jelas. Aku kembali memegangi kepalaku yang berdenyut hebat sambil mencoba bangun.

Aku melihat sekeliling ketika berhasil duduk. Dimana ini? Batinku bertanya. Aku berada di sebuah kamar yang sangat besar dan bisa dibilang kosong tapi cukup berantakan.

Kakiku tertutupi selimut tebal yang sangat hangat. Aku dapat merasakan lembutnya selimut dan seprai yang sangat halus menyentuh seluruh kakiku.

Tunggu! Otakku kini mulai berproses. Mengapa aku bisa merasakan halus selimutnya hingga seluruh bagian kaki?

Aku menyibakkan selimutnya dan dapat melihat kaki telanjangku. Aku kembali menarik selimutnya untuk menutupinya lagi. Lalu dengan panik aku melihat baju yang ku kenakan, sambil meraba tubuhku. Aku memakai kaos yang aku yakin bukan milikku, dan aku juga merasakan hanya memakai celana dalam tanpa mengenakan bra.

Aku semakin panik. Sial! Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku tidak mengingatnya? Ayolah otakku, ingat apa yang terjadi! Aku memukul-mukul kepalaku. Namun bukannya ingatan yang kembali, kepalaku malah semakin sakit saja, dan sepertinya ini bukan mimpi.

Suara dengkuran halus itu terdengar lagi. Aku kembali tersadar, membuatku panik seketika. Secara perlahan aku menengokkan kepalaku kesamping.

Aku melihat seorang pria terbaring disebelahku, di ranjang yang sama, dan sialnya dia tidak memakai baju. Setengah badannya tidak tertutupi selimut. Aku dapat melihat badan mulusnya dan cukup berotot.

Shit! Bukan saatnya mengagumi tubuhnya.

"AAARRRRHHHHHHHH...."

Aku berteriak sekencang-kencangnya. Hanya itu yang bisa ku lakukan melampiaskan kekalutanku saat ini.

Pria itu terbangun kaget mendengar teriakanku. Dia seketika terduduk, lalu menoleh kesegala arah dengan linglung, sehingga akhirnya mata kami saling bertemu.

"JO???" Ucapku kaget masih sedikit berteriak ketika mengetahui dia adalah Jo. Apa dia telah melakukan sesuatu padaku?

"Apa yang telah kamu lakukan padaku, brengsek?" Tanyaku marah sambil meraih bantal lalu memukul-mukul Jo.

"Bisa kamu tenang dulu? Aku akan jelaskan." Katanya sambil berusaha menghindari pukulan bantalku.

"Bagaimana aku bisa tenang disituasi seperti ini, hah?"

Jo berhasil meraih tanganku. Dia mengambil bantal dari tanganku lalu sedetik kemudian menggendongku di pundak kirinya seperti sedang membawa karung beras. Dia lalu berdiri dan berjalan kearah tembok dipojokkan. Syukurnya, dia ternyata memakai celana.

"Turunkan aku. Dasar Jo sialan!!" Aku memberontak sambil memukul-mukul punggungnya. Namun sepertinya tidak dapat menggoyahkan tubuh kokohnya.

Kami memasuki sebuah ruangan lainnya. Jo menurunkanku begitu tiba didalam. Ruangan ini lebih luas lagi tapi sama berantakannya.

Sial! Apa dia akan melakukan sesuatu lagi padaku disini?

"Apa yang kamu lakukan padaku, hah?"

"Aku tidak melakukan apa-apa."

My Secret AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang