.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Nona Rei tiba-tiba menelepon dan mengajakku ke perusahaan konstruksi untuk membicarakan rancangan desain rumahku. Jadi aku akan pergi kesana dan menemuinya sekarang."
Aku bicara dengan Jo ditelepon, dengan ponsel yang aku jepit diantara pundak dan kepalaku. Aku menelepon sambil memakai heels.
Hari ini sebenarnya aku berencana belajar dan tidak pergi kemanapun, tapi Nona Rei meneleponku dan memberitahu hal tersebut beberapa menit lalu. Aku langsung bergegas berganti pakaian dan bersiap-siap, memakai jeans panjang dan kemeja off shoulder lengan panjang pula.
"Baiklah. Kirimkan lokasinya. Setelah rapat selesai aku akan menjemputmu kesana."
"Okay. See you later."
Aku menutup telepon dan langsung memasukkan ponselku kedalam tas. Jo memberitahuku bahwa dia sedang rapat sekarang. Aku mengabarinya bahwa aku akan pergi lewat pesan singkat, karena berniat tidak ingin mengganggunya, tapi yang terjadi setelahnya Jo malah meneleponku.
Aku keluar dari ruangan bawah tanah lalu segera menuju taksi pesananku. Semoga si sopir tidak mengumpat terhadapku karena aku telah membuatnya menunggu beberapa menit. Aku pun segera masuk begitu tiba disamping mobil.
Setelah beberapa menit, aku tiba di perusahaan konstruksi. Sebelumnya aku pernah kesini bersama Nona Rei juga. Waktu itu untuk membahas kesepakatan penanggung jawab pembangunan rumahku. Mengapa kemarin tidak sekalian membahas desainnya sih? Jadi kan aku tidak perlu bolak-balik.
Aku langsung memasuki perusahaan tersebut. Aku melihat Nona Rei yang sedang duduk di ruang tunggu lobi. Dia tengah membaca berkas-berkas. Pemandangan itu yang selalu aku lihat ketika akan bertemu Nona Rei.
"Hai, Nona Rei." Sapaku.
"Hai, Sera. Kamu sudah sampai. Ayo kita langsung ke ruangan Pak Samuel." Ajaknya. Dia membereskan kertas-kertasnya lalu pergi kedalam kantor. Aku mengikutinya tanpa banyak bicara.
Kami menaiki lantai tiga perusahaan ini, lalu masuk kedalam ruangan yang letaknya tidak jauh dari lift. Didalamnya kami menemui seorang pria yang ternyata masih cukup muda, mungkin seumuran dengan Jo, tapi Jo lebih menawan. Menurutku dia cukup tampan, tapi tetap Jo lebih tampan. Oh tidak, aku mungkin sudah menjadi budak cinta Jo.
"Selamat siang, Pak Samuel." Sapa Nona Rei sambil menjabat tangan pria itu. "Perkenalkan ini Sera, yang akan menjadi klien Anda saat ini."
Sekarang giliran aku yang menjabat tangannya. "Sera."
"Samuel. Panggil saja Sam, biar kita lebih akrab. Panggilan Pak membuatku merasa sudah sangat berumur. Begitu juga Anda, Nona Rei. Cukup panggil saya Sam." Jawabnya ramah.
"Baiklah, kalau begitu Sam. Sera, dia yang akan bertanggung jawab atas segala hal dalam pembangunan rumahmu." Nona Rei beralih kepadaku lagi untuk memberitahukan.
"Mohon kerjasamanya, Sam."
"Tentu, Sera. Boleh saya panggil nama saja?"
"Sure."
"Silahkan duduk."
Pria yang baru berkenalan denganku ini mempersilahkan duduk. Aku, begitu pula Nona Rei mengikutinya lalu duduk dengan nyaman. Disela itu aku sempat mengambil ponselku untuk mengabari Jo bahwa aku telah tiba dan mengirimkan lokasiku padanya. Tunggu, sepertinya itu tidak perlu. Dia selalu menemukanku dimanapun aku berada, ingat?
Kami membicarakan perihal pembangunan rumahku, prosesnya, materialnya, pekerja, serta perkiraan waktu yang dibutuhkan hingga selesai. Masalah biaya sepertinya urusan dengan Nona Rei langsung. Lagipula setahuku lebih dari setengah ditanggung asuransi. Setelah itu dia mengeluarkan laptopnya seraya menunjukkan padaku beberapa rancangan yang aku inginkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...