.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Aku melihat Sera sedang duduk di kursi taman seorang diri. Wajahnya murung dan terlihat sangat sedih. Aku hanya bisa melihatnya dibalik pohon dari kejauhan. Aku ingin melangkahkan kakiku untuk mendekatinya, tetapi kakiku seperti tertancap kedalam tanah.
Lama kelamaan wajah murungnya diiringi dengan tetesan air mata yang berjatuhan. Dia kini menangis tersedu-sedu. Aku menjadi panik dan sangat ingin memeluknya. Sialnya kakiku benar-benar tidak bisa digerakkan.
Oh tidak! Aku mohon jangan menangis, Sera. Hatiku ikut sakit melihatmu seperti itu. Mengapa kau menangis?
Sekuat tenaga aku berusaha menggerakkan kakiku. Sialan! Sebenarnya apa yang membuat kakiku tidak bisa bergerak? Aku meneliti melihat kebawah. Tidak ada apa-apa disana. Saat aku mengangkat kepala, Sera sudah tidak ada disana. Kemana dia pergi?
"Jo.." Sebuah suara memanggil dibelakangku. Aku langsung berbalik dan mendapati Sera disana.
"Sera.." Panggilku sedikit terkejut karena kehadirannya yang tiba-tiba. Bagaimana dia bisa ada dibelakangku?
Sera masih bercucur air mata. Dia langsung berlari dan menghambur kepelukanku.
"Mengapa kamu menangis?" Kataku sambil membalas pelukannya dan mengelus kepalanya.
"Karena aku merindukanmu, Jo." Jawabnya. Dia semakin mempererat tangannya.
"Aku juga merindukanmu."
"Kamu bohong!" Bisiknya sangat pelan.
Nada suaranya berubah drastis menjadi sangat dingin. Aku melepaskan pelukannya. Wajahnya masih basah oleh air mata. Namun tangisnya kini sudah berhenti. Tatapannya berubah menjadi tatapan tajam ingin membunuh.
SREEKKK..
Nafasku berhenti seketika. Aku merasakan perih yang luar biasa dibagian perutku. Sera sukses menancapkan pisau disana. Cairan kental dan hangat mulai mengalir bebas.
Aku menatap Sera. Tatapannya semakin dingin dan menyeramkan. Mengapa kau melakukan itu? Batinku bertanya. Rasa perih di tubuhku membuatku tidak bisa mengeluarkan suara.
"Kamu bohong, Jo! Jika kau merindukanku, kamu tidak akan meninggalkanku sendirian!" Ucap Sera lalu semakin memperdalam tusukan pisaunya.
Aku ambruk ke tanah. Sera berdiri menatapku sambil menyeringai sinis.
"Sera... Maafkan aku." Aku berusaha mengatakannya dengan susah payah. Sera tidak perduli dan meninggalkanku seorang diri.
Seketika aku membuka mataku dengan cepat. Aku langsung duduk berusaha terbangun dari tidurku. Aku melihat sekeliling, dan tersadar bahwa aku masih berada di ruanganku.
Fuck! Fuck! Mimpi sialan! Bagaimana bisa aku mendapatkan mimpi seperti itu. Tidur siang memang ide yang buruk.
Aku melihat arlojiku. Jam telah menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit. Lebih baik aku pergi ke tempat janji temu sekarang. Aku butuh udara segar untuk melupakan mimpi buruk barusan.
Sialan! Bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu? Sera menusukku dengan pisau? Dia marah karena aku meninggalkannya? Dan dia ternyata merindukanku?
Stop my mind! Itu hanya mimpi buruk siang hari. Kepalaku jadi agak pusing karenanya.
Aku membereskan barangku dan segera keluar dari ruangan. Kacamata hitam sengaja aku pakai agar setidaknya aku sedikit tidak dikenali saat meninggalkan kantor. Aku berjalan secepat kilat sehingga tidak ada yang menyadari kehadiranku.
Aku sampai lupa berpamitan dengan Dani. Biarlah. Dia akan menelepon jika memerlukanku. Lagipula sebentar lagi jam pulang kantor akan tiba.
Begitu tiba di mobil, aku langsung menghidupkan dan melajukannya dengan kecepatan seperti biasa. Mumpung jalanan belum terlalu padat.
![](https://img.wattpad.com/cover/332922274-288-k694308.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...