Author's POV
.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Sudah merasa lebih baik?" Tanya Jo lembut.
Dia menangkup wajah Sera sambil mengusap air mata dengan ibu jarinya. Wanita itu sudah menangis cukup lama, tetapi Jo dengan sabar menunggunya hingga selesai.
Sera mengangguk pelan sebagai jawaban disisa tangisnya. Matanya yang mulai bengkak masih mengeluarkan sedikit air mata. Hidungnya pun turut mampat akibatnya. Jika tidak segera dibersihkan, mungkin Jo akan melihat air terjun disana, dan Sera tentu saja tidak akan membiarkan itu.
"Aku cuci muka dulu." Pamit Sera dengan sedikit terisak.
Jo mengangguk pelan sambil tersenyum. Tangkupan tangannya dia lepaskan seraya wanita itu pergi. Jo menatap punggung Sera hingga dia benar-benar masuk kedalam toilet.
Selang sedetik, pintu ruangan Jo gantian terbuka. Rosa, Ibunya Jo datang dengan langkah terburu-buru.
"Sera sudah datang?" Ucapnya bertanya sambil menghampiri anaknya.
"Sudah. Mom melihatnya tadi dibawah?"
"Tidak."
"Bagaimana Mom bisa tahu?"
"Mom bisa menebaknya hanya dengan melihat raut wajahmu."
"Ada apa dengan wajahku? Rasanya biasa saja."
Rosa tidak menghiraukan Jo lebih lanjut. Dia tengah sibuk mengemasi barangnya, memasukkan tablet dan berkas-berkas pekerjaannya kedalam tas miliknya.
Jo pun langsung menyadari gelagat ibunya yang sepertinya mau pergi. "Mom mau kemana?"
"Mom ada urusan mendadak. Tadi Mom khawatir karena harus meninggalkanmu. Syukurlah Sera datang tepat waktu."
"Lagipula aku sudah baik-baik saja, Mom. Tidak usah terlalu mengkhawatirkanku. Dan satu lagi, suruh bodyguard Mom diluar untuk pulang saja."
"Tidak bisa. Kau masih lemah. Setidaknya harus ada pengawal didekatmu."
Jo memutar bola matanya. Dia hanya bisa pasrah menuruti perintah ibunya. Berdebat tidak akan membuahkan hasil yang menguntungkannya. Jo hanya tidak habis pikir kenapa dia butuh bodyguard, sudah seperti konglomerat saja. Walau tanpa dia sadari dia sebenarnya sudah masuk kategori itu.
"Mom pergi dulu ya, sayang." Pamit Rosa.
"See you, Mom."
Jo kembali menyandarkan tubuhnya, sambil terus menatap pintu toilet, dengan memasang senyum tipis yang tidak bisa disembunyikannya, berharap agar wanitanya itu keluar dari pintu itu secepat mungkin. Namun, Sera ternyata membutuhkan lebih banyak waktu. Sudah beberapa menit berlalu tapi Sera belum juga keluar.
Setelah cukup lama sekitar sepuluh menit akhirnya Sera keluar. Wajahnya sudah terlihat sangat segar. Bahkan jejak tangisnya hampir menghilang. Riasannya begitu sempurna hingga membuat Jo terpesona lagi dan lagi.
Sera melangkahkan kaki mendekati Jo. Dia kemudian duduk dikursi samping ranjang. Mata Jo tetap tidak lepas dari Sera, seolah tidak ingin kehilangan setiap gerak-gerik pacarnya itu.
"Apa yang sekarang kamu rasakan, Jo?" Tanya Sera.
"Masih lemas. Tubuhku rasanya kaku. Tapi sudah jauh lebih baik."
"Kapan kamu sadar?"
"Tadi pagi. Kata dokter jika perkembanganku bagus, aku bisa segera pulang."
"Syukurlah."
"Maaf sudah membuatmu khawatir. Aku akan menebusnya nanti." Ucap Jo lembut sambil mengelus pipi Sera sekilas. "Bagaimana ujiannya?"
"Cukup lancar, tapi aku tidak terlalu yakin. Ah.. Entahlah.. Aku tidak ingin memikirkan itu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...