.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Mataku terus tertuju pada mobil van hitam diseberang mobilku. Sejak beberapa jam yang lalu aku bahkan tidak melirik kemanapun. Sambil bersandar di jok mobil aku setia menatap mobil itu.
Namun tidak dengan pikiranku. Otakku sedang memikirkan saat bersama seseorang beberapa menit yang lalu. Apakah bisa dibilang itu adalah momen perpisahan kami? Aku menganggapnya begitu.
Dia ingin pergi, menjauh dari lingkaran memuakkan ini. Tidak mudah memang bertahan dalam dunia ini, dunia yang begitu menantang. Duniaku. Sedangkan dia ingin kembali ke dunia normal.
Aku tidak bisa menahannya. Itu keinginannya dan aku menghargai itu. Aku harus membiarkannya melangkah. Walau langkahnya menjauhiku. Tidak apa. Toh, aku akan tetap melindunginnya, secara diam-diam, tanpa sepengetahuannya.
Aku masih ingat dengan jelas apa yang dia katakan.
"Jo, I'm sorry." Dia mengatakan itu sambil menundukkan kepalanya sedih. Sejak tadi sikapnya memang sedikit berbeda. Dia jadi sering melamun seperti sedang memikirkan sesuatu.
"For what?" Tanyaku masih berusaha positive thinking.
"Ada hal lain yang merasuki pikiranku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."
"Tidak apa, Sera. Aku mengerti. Apapun yang kamu lakukan aku akan mendukungmu." Hanya itu yang bisa aku katakan.
Ya, aku mengerti. Tentu saja aku tahu apa yang dia pikirkan. Dia ingin berhenti disini sekarang juga. Dia tidak ingin menyelidiki kasus orang tuanya lagi bersamaku. Mungkin baginya itu diluar kemampuannya.
Tidak apa. Apapun yang terjadi aku tetap akan mencari kebenarannya. Apapun yang Sera lakukan aku akan tetap mendukungnya dan akan terus melindunginya.
Sebelum pergi Sera mengatakan bahwa dia senang aku akhirnya menemuinya. Tidakkah dia tahu bahwa aku beratus kali jauh lebih senang? Aku sudah menantikan ini sejak lama. Aku selalu ingin bicara dengannya, mendekatinya, bahkan menyentuh dirinya, tetapi aku tidak bisa.
"Jo! Apa yang kau pikirkan? Mereka bergerak!" Kei tiba-tiba saja meneriakiku, membuatku tersadar dari lamunanku.
"Apa? Siapa?" Aku bertanya linglung. Aku benar-benar lupa apa yang kini sedang aku lakukan.
"Jo, fokuslah!"
Ah iya! Aku sedang mengintai mobil van hitam. Ketika aku melihat, mobilnya sudah mulai berjalan keluar dari parkiran. Aku cepat-cepat memasukkan gigi persneling, menurunkan rem tangan, lalu tancap gas.
"Kau melihat wajahnya tadi, Kei?"
"Ya. Ada sekitar 4 atau 5 orang sepertinya. Kau juga sedang menatap kesana, bukan?"
Ya, memang, tapi pikiranku sayangnya tidak. Aku tidak menjawab Kei. Aku berusaha fokus menyetir, mengikuti mobil van hitam dengan memberi sedikit jarak agar aku tidak ketahuan sedang mengikuti. Lagipula aku telah memasang alat pelacak.
"Pelacaknya berfungsi, Kei?"
"Yup. Sangat baik."
Layar di dashboard ku menunjukkan sebuah titik yang bergerak sesuai dengan arah pergerakan mobil. Bagus. Usahaku dan Sera tidak sia-sia. Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Aku tadi tidak fokus karena memikirkan dirinya.
"Kei.." Panggilku pada program AI-ku.
"Ya. Ada apa?"
"Bisa kau cari tahu, ehm.. lokasi Sera sekarang?"
"Sera? Kau ternyata daritadi memikirkannya, Jo?"
"Hm.. mungkin?" Aku menjawab pelan sambil menaikkan kedua bahuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
Storie d'amoreSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...