.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Pukul 18.00
Aku sedang bersiap untuk berangkat. Semua peralatan dan perlengkapan untuk aksi malam ini aku cek sekali lagi, memastikan tidak ada yang terlupa terutama topeng dan sidik jari silikon, serta beberapa peralatan lainnya. Ketika semuanya lengkap, aku memasuki mobil dan pergi untuk menjemput Leo.
Biasanya aku menjemput Leo dipersimpangan jalan dekat dengan tempat tinggalnya. Dia adalah anak rantau yang menempuh pendidikan universitas di kota ini, sehingga dia kini tinggal di sebuah kos-kosan. Letak kos-kosannya pun tidak begitu jauh dari kampusnya. Yang aku tahu, sepertinya dia pergi ke kampus dengan sepeda motornya. Aku juga tidak pernah bertanya tentang keluarganya. Itu bagian dari privasinya dan aku tidak ingin menyebrangi batasan tersebut, sama seperti antara Dani dan aku mungkin?
Aku melewati jalanan yang ditemanin pepohonan yang sedang bergerak disapu angin. Hari sudah mulai gelap. Sebenarnya jam segini masih terlalu lama dari waktu aku beraksi. Rencananya aku akan beraksi mulai tengah malam, tetapi aku harus mempersiapkan segalanya seawal mungkin.
Aku menginjak pedal gas, melajukan mobilku di jalanan yang masih sepi kendaraan hingga jarum di speedometer melewati angka 80. Mumpung belum tiba di jalanan kota.
Bila malam, jalan menuju rumahku ini sangat gelap. Tidak ada lampu jalan dimana-mana. Pencahayaan hanya berasal dari lampu mobil. Karena sudah terbiasa, aku tidak merasa takut. Lagipula aku tidak terlalu percaya dengan hal-hal seperti hantu atau semacamnya.
Mengapa aku jadi bahas itu?
Aku sudah tiba dipersimpangan jalan raya yang cukup ramai. Lampu-lampu kota mulai berkilauan. Tanpa membuang waktu, aku langsung menuju ke tempat dimana Leo biasa menungguku.
Ketika aku tiba, Leo belum ada disana. Aku segera mengirim pesan padanya bahwa aku sudah tiba. Selang beberapa menit, aku melihat Leo dikejauhan dengan tasnya yang besar sedang berjalan cepat kearahku. Sebelum dia tiba, aku turun terlebih dahulu dan pindah ke kursi samping kemudi.
"Kau yang menyetir." Ucapku sambil berjalan saat Leo juga sudah tiba didekatku. Dia segera menaruh tas besarnya di jok belakang.
"Kau datang awal sekali." Omelnya saat sudah duduk sembari memasang sabuk pengaman. Aku pun sudah lebih dulu duduk sambil menopang dagu dengan pintu mobil sebagai tumpuan.
"Kau sudah tahu lokasi kantornya, bukan?" Tanyaku mengabaikan ucapannya.
"Tentu."
Leo mulai menjalankan mobil. Kami berangkat ke tempat target aksi kami malam ini.
Kantornya terletak ditengah kota, berjajar dengan kantor-kantor lainnya. Gedung Luceat Group ternyata sangat besar jika dilihat secara langsung. Terdiri dari lima belas lantai, dan sasaranku berada di lantai lima.
Begitu tiba, kami memutar gedung terlebih dahulu seraya mencari posisi yang cocok untuk parkir. Gedung ini cukup ketat pengamanannya. Kendaraan yang masuk diperiksa oleh petugas.
Aku melihat petugas keamanan yang sedang berjaga. Terdapat dua orang disana, dan salah satunya adalah yang aku miliki wajah silikonnya. Aku harus memancingnya lalu melumpuhkannya nanti.
Kami memutuskan untuk parkir disebelah kanan gedung, yang merupakan belokan ke jalan yang lebih kecil. Mobil yang melintas disana juga tidak terlalu banyak. Aku pun bisa melewati pagar bersemak disisi sini. Cukup tinggi memang, tapi masih bisa kuatasi.
Leo mempersiapkan laptopnya di jok belakang dan duduk berjongkok dibawahnya. Dia selalu membawa dua laptop saat kami beraksi, satu untuk mengalihkan cctv, dan satu untuk mengambil datanya nanti. Kini keduanya sedang proses menyala.
![](https://img.wattpad.com/cover/332922274-288-k694308.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...