.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Beberapa hari setelah Jo sadarkan diri lalu menjalani berbagai macam pemeriksaan, akhirnya Jo diperbolehkan pulang. Tubuhnya sudah normal kembali, luka tembak yang dia dapatkan juga sudah mulai sembuh. Kini Jo sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa, tetapi tetap dibatasi untuk tidak melakukan aktivitas terlalu berat.
Awalnya Rosa melarang Jo untuk keluar rumah selama beberapa hari lagi, karantina Jo hampir diberlakukan kembali. Jo merengek pada ibunya itu dan membujuknya habis-habisan sampai akhirnya Jo selamat dari masa karantina.
Kegiatan Jo saat ini hanyalah ke J-Corp sesekali, dan sisanya bersama Sera sepanjang waktu. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan. Selagi Sera belum mulai masuk kuliah, dan Jo masih berada di masa cutinya. Lagipula Jo masih memikirkan akan kembali ke Occulta atau tidak. Keputusan itu masih menggantung.
Ketika Jo membujuk Ibunya, topik itulah yang membuat Rosa tergerak. Jo bilang bahwa dia berkemungkinan berhenti dari Occulta. Raut wajah Rosa saat itu begitu sumringah mendengarnya. Walaupun baru kemungkinan, setidaknya persentasenya dijamin Jo cukup besar.
Hari ini Jo berencana untuk main PS seharian dengan Sera, tetapi niat itu harus ditunda karena dia disuruh datang ke Occulta oleh Pak Ivan, entah untuk alasan apa, Jo tidak dapat memperkirakannya. Namun sepertinya kunjungan itu tidak akan memakan waktu lama. Sera lebih dulu memesan makanan online untuk persiapan main game nanti sembari menunggu Jo datang.
Jo sudah tiba di Occulta. Dia berjalan memasuki gedung dengan langkah berat. Dia sangat sebal saat Pak Ivan meneleponnya pagi-pagi untuk menyuruhnya datang. Agenda main game dia dan Sera jadi tertunda karenanya.
Lagipula ada hal penting apa juga Jo tidak bisa mengira. Apakah memang sepenting itu hingga menyuruhnya datang disela waktu cutinya? Mungkinkah Jo disuruh bekerja secara dadakan? Ah, seperti tidak ada orang lain saja. Bukankah Jo sudah berjasa besar? Maka seharusnya Occulta bisa memberinya libur lebih lama lagi, bukan? Hal ini malah lebih terdengar seperti Jo sudah malas untuk bekerja kembali.
Keyakinan Jo untuk 'resign' dari Occulta semakin besar. Dia rela melepaskannya demi Sera. Dia tidak ingin mempertaruhkan nyawa lagi dan membuat orang yang dicintainya khawatir. Well, sebenarnya ada Mom yang dari dulu menginginkan hal ini lebih dari siapapun. Namun, Jo masih lebih mementingkan dirinya dan keinginannya.
Mau bagaimana lagi. Kini Jo lebih luluh pada Sera. Awalnya Jo tidak mengira perasaannya akan mendapat balasan. Setelah itu terjadi, Jo sama sekali tidak ingin melepaskannya hingga rela melakukan apapun.
Jo tiba didalam kantin. Ada Merry disana seperti biasa. Wanita itu sudah seperti satpam penjaga pintu masuk Occulta. Mungkin iya dalam arti tersirat.
"Hei, Jo. Ada apa 'Sang Pahlawan' datang pagi-pagi di waktu liburnya? Untuk menerima penghargaan?" Sapa Merry terkejut melihat kedatangan Jo disertai dengan ledekannya.
Jo sama sekali tidak menghiraukannya. Merry memang biasa seperti itu, menanggapi semua hal dengan berlebihan disertai candaan. "Hei, Merry. Pak Ivan menyuruhku datang. Aku juga tidak tahu alasannya."
"Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Sudah kembali seperti biasa."
"Lalu bagaimana dengan Sera?"
"Dia sangat baik."
"Syukurlah."
"Kalau begitu aku masuk dulu. Sampai jumpa."
Begitulah akhir dari sapaan mereka yang sangat singkat. Merry hanya membalas dengan lambaian tangan. Dia kembali memainkan ponselnya sedangkan Jo memasuki pintu utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Agent
RomanceSera menatap takut rumahnya yang sedang dilahap si jago merah. Dia berteriak histeris memanggil ayah dan bundanya. Kejadian nahas itu menyeret Sera secara paksa untuk menghadap penderitaan pilu. Oh, tentu saja dia belum siap untuk semua itu. Namun...