Move On

12 3 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Sedang melamunkan diriku, Sera?"

Jo berbisik di telingaku. Aku seketika kaget dan merinding secara bersamaan. Aku menoleh dan mendapati Jo sudah duduk dihadapanku sambil menyeruput minuman kaleng. Dia juga memberikan minuman yang sama padaku.

"Terima kasih." Ucapku sambil membukanya lalu menenggaknya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Tidak Ada. Apa yang kita lakukan setelah menempel alat pelacaknya?"

"Hanya menunggu. Kei akan memberitahu jika mobilnya bergerak."

"Kei?"

"Komputer bisa bicara milikku."

"Komputer bisa bicara ternyata punya karakter berbeda-beda. Mengapa tidak menjualnya di pasaran? Kamu pasti akan jadi kaya. Tunggu! Tapi sepertinya kamu tidak memerlukannya karena kamu sudah sangat kaya."

"Itu aset pribadi ocullta jadi tidak bisa dijual sembarangan."

Aku hanya membulatkan mulut tidak perduli dengan perkataannya. Aku menyandarkan tubuhku ke sandaran kursi lalu kembali minum.

"Kamu masih marah padaku?"

"Aku tidak marah."

"Lalu bolehkah aku bertanya arti ciuman kemarin?"

Pertanyaan Jo sukses membuat minumanku tidak mengalir ke kerongkongan dan malah mampir ke saluran nafasku. Aku terbatuk tidak keruan. Aku mangambil tisu dari tasku untuk menyeka mulutku.

"Kamu tidak apa-apa, Sera?" Jo bertanya sambil menepuk-nepuk punggungku.

Dengan masih terbatuk aku menepis tangannya pelan sambil menggeleng. Sialan! Haruskah dia membahas yang kemarin? Di tempat ini aku tidak bisa kabur untuk menenggelamkan wajahku.

"Aku akan memberikan jawaban yang sama seperti yang kamu berikan padaku." Jawabku saat saluran nafasku kembali normal.

"Kamu tidak bisa seperti itu, Sera. Aku ingin penjelasan."

"Berikan aku penjelasan terlebih dahulu, maka aku akan memberimu juga."

Jo terdiam tak menjawab. Dia seperti sudah menyerah dan tidak ingin memberikanku penjelasan apapun sama sekali.

"See? Kamu hanya terlalu sering melakukannya dengan wanita lain makanya tidak bisa memberiku penjelasan."

"What? Jangan menuduhku sembarangan, nona."

"Berikan aku penjelasan maka aku akan berhenti berpikiran seperti itu padamu."

"Jadi selama ini itu yang kamu pikirkan tentangku?" Aku mengangguk mantap. "Aku akan menjelaskannya, tapi tidak sekarang dan tidak di tempat ini, okay?"

Aku memutar bola mata sebal. Jo terlalu banyak beralasan. Tinggal katakan saja apa susahnya? Lalu tiba-tiba saja aku teringat akan suatu hal.

"Jo, aku ingin bertanya sesuatu padamu."

"Hal yang lain?"

Aku mengangguk singkat. "Dulu kamu sering ke rumahku? Maksudku sebelum rumahku hancur."

Jo meneguk minumannya sambil menatapku. Kedua alisnya terangkat lalu ikut menganggukkan kepala sekali.

"Lalu mengapa kamu menghindariku? Mengapa kamu seolah tidak ingin bertemu denganku?"

"Pertanyaanmu cukup rumit."

"Kamu ingin beralasan lagi untuk tidak memberikan jawaban?"

"Coba aku pikirkan terlebih dahulu. Hmm.. Pertama. Seorang agen rahasia punya kebiasaan untuk tidak terlihat. Kedua. Orang tuamu membayarku untuk mengawasimu tanpa diketahui olehmu jadi sebisa mungkin kamu tidak boleh melihatku. Ketiga. Bukannya aku tidak ingin tetapi karena tidak bisa."

My Secret AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang