PART 16

9.1K 749 17
                                    

Melisa tidak perlu repot-repot untuk menutupi raut wajah masamnya setelah mendengar permintaan dari Pram barusan. Karena pria itu baru saja memintanya untuk ikut hadir di acara makan malam yang akan diselenggarakan di kediaman orang tuanya. Katanya, ibunya—alias Bu Tia—yang meminta.

“Saya enggak mau ah, Pak,” tolak Melisa kemudian. “Memangnya mau sampe kapan sih Bapak ngasih harapan palsu begini ke Bu Tia?”

Bukan apa-apa, sejak di acara anniversary kemarin sesungguhnya Melisa sudah memiliki feeling kalau Bu Tia sangat berharap pada keberhasilan hubungan mereka. Apa lagi Bu Tia juga sempat berbisik sambil mengusap-usap lengannya, “Saya tunggu ya, Mel, kabar baiknya. Secepatnya. Pram itu anak yang baik, kamu pasti enggak akan nyesel kalau jadian sama dia.”

“Harapan palsu apa maksudnya?” tanya Pram dengan dahi yang berkerut samar.

“Ya, ini. Dengan ngenalin saya ke Bu Tia, terus mau ngajak saya buat dinner di rumah orang tuanya Bapak. Harusnya Bapak kemarin itu cukup kenalin saya sebagai salah satu stafnya Bapak di kantor aja. Enggak perlu pake embel-embel lain yang terkesan ambigu buat semua orang.”

Pram tampak mendengkus begitu mendengar ucapan panjangnya Melisa. “Ini tuh cuma makan malem biasa, Mel. Enggak usah kegeeran deh.”

“Tapi, pas Bapak izin ke toilet, Bu Tia sempet bilang kalau Beliau mau denger kabar baik dari kita. Secepatnya.” Melisa sengaja menekankan kata ‘kita’ dan ‘secepatnya’.

Jujur saja, saat mendengar langsung kalimat itu dari mulut ibunya Pram, Melisa sempat merasa bersalah. Karena ia dan pria itu hanya bersandiwara. Tidak ada hubungan apa pun di antara mereka, kecuali atasan dengan bawahan.

“Saya enggak mau ngebohongin orang tua, Pak. Apa lagi orang itu Bu Tia.” Melisa benar-benar merasa sungkan. “Enggak enak rasanya.”

“Ya udah, kalau gitu kita pacaran aja. Beneran.” Pram langsung menjawab dengan santai, yang membuat Melisa terhenyak lalu geleng-geleng kepala.

“Enggak segampang itu kali, Pak.” Melisa mulai menampilkan raut wajah malas bercampur kesal. Ngajak anak orang pacaran kayak beli kacang di pinggir jalan.

“Memangnya kenapa sih, Mel? Kamu udah punya pacar?” tanya Pram kepada Melisa. Rasanya Pram tidak yakin kalau Melisa sudah memiliki kekasih.

“Bukan masalah saya punya pacar atau enggak ....” ucapannya Melisa dibiarkan menggantung begitu saja.

“Terus?”

Duh. Melisa benar-benar tidak enak untuk mengatakannya.

“Kenapa?” tanya Pram yang kali ini memusatkan perhatiannya hanya kepada Melisa, karena sejak tadi pria itu mengajak Melisa berbicara sambil sesekali mengerjakan sesuatu di layar laptopnya.

Namun, kini Pram sudah menyingkirkan benda itu dan memerhatikan Melisa sepenuhnya.

“Saya enggak suka sama Bapak.”

***

Saya enggak suka sama Bapak.

Enggak suka.

Sama Bapak.

Damn. Pram benar-benar tidak habis pikir pada Melisa. Bisa-bisanya gadis itu mengatakan kalau dia tidak menyukainya. Apakah Melisa tidak sadar kalau ia adalah salah satu pria yang paling diincar oleh gadis-gadis di kantor mereka? Ia bahkan tahu kalau dirinya memiliki begitu banyak penggemar.

Pram lantas mendengkus samar. Ucapan gadis itu terus menghantuinya. Bukan hanya bagian ‘enggak suka’-nya saja. Tetapi, bagian kata ‘Bapak’ yang diucapkan oleh gadis itu juga entah mengapa malah membuat dirinya jadi merasa sangat tua.

Trapped By You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang