PART 24

7.9K 689 11
                                    

“Seharusnya Bapak enggak perlu repot-repot deh buat ngubah peraturan di kantor.“

“Kenapa?“

“Ya buat apa? Kan kita juga enggak punya hubungan apa-apa.”

“Kamu kayaknya sering banget kegeeran deh, Mel,“ cetus Pram yang tetap fokus pada jalanan di depan. Karena saat ini ia sudah kembali menyetir mobil untuk kembali menuju ke kantor selepas jam makan siang. “Saya ngubah peraturan kantor tuh bukan karena kamu, tapi karena saya tahu kalau beberapa karyawan saya ada yang lagi back street di kantor.”

Penjelasan itu kontan saja membuat Melisa jadi terkejut. “Serius, Pak? Emang siapa yang lagi back street di kantor?” tanya Melisa yang benar-benar merasa penasaran. Memangnya siapa sih orang yang sedang back street sekarang? Sampai-sampai membuat bosnya itu berpikir untuk segera mengubah peraturan.

“Kepo. Kamu enggak perlu tahu.“

Melisa langsung mendengkus.

“Lagi pula, selain membatalkan peraturan kantor yang enggak boleh terlibat relationship sesama karyawan, saya juga berpikir buat ngubah satu lagi peraturan.“

“Peraturan apa, Pak?” tanya Melisa.

“Kalau Bapak mau jawab ‘kepo’, mending Bapak enggak usah cerita aja dari awal.“ Melisa langsung melanjutkan ucapannya dengan nada penuh peringatan sebelum Pram sempat memberikan jawaban.

Hal itu lantas membuat Pram jadi tertawa kecil di balik kemudinya. “Kamu digituin aja ngerasa enggak terima, apa lagi saya.”

“Jadi, ceritanya Bapak masih mau balas dendam? Lagian kan waktu itu Bapak nanyanya soal urusan pribadi saya, jadi saya punya hak dong buat enggak mau ngasih jawaban.“

“Ya udah, iya ... terserah kamu aja.“

“So, peraturan apa lagi yang mau Bapak ubah?” tanya Melisa sekali lagi, karena ia belum mendengar jawaban yang pasti.

“Nanti juga kamu bakal tahu kalau peraturannya udah resmi dan mulai berlaku di kantor,“ balas Pram yang tersenyum simpul, karena ia memang sengaja ingin membuat Melisa jadi merasa kesal dan penasaran di satu waktu.

Melisa lantas mendengkus sebal. Karena sejak tadi Pram terus saja memberinya informasi yang setengah-setengah dan terkesan menggantung, hingga membuatnya jadi penasaran.

“Bapak pasti sengaja, ‘kan?” tuduh Melisa tak lama kemudian.

“Sengaja apanya?“ Pram malah balik bertanya dengan nada ringan.

“Ya, ini. Sengaja ngasih informasi setengah-setengah. Tadi enggak mau ngasih tahu saya soal siapa orang yang lagi back street di kantor kita. Terus peraturan lain yang mau Bapak ubah,“ jelas Melisa. “Bapak kalau emang enggak niat buat cerita, mending sekalian aja enggak usah cerita beneran.”

“Kok kamu jadi sewot sih, Mel?”

“Pake nanya lagi,“ geram Melisa dengan suara yang lebih kecil. Sedangkan Pram sudah tertawa dengan cukup puas di balik kemudinya saat ini.

“Oh, iya. Gimana sama adik kamu? Udah ada perkembangan apa belum?“ tanya Pram dengan suara serius.

Melisa lantas menoleh ke arah bosnya saat itu. “Belom, Pak. Pihak polisi sama sekali belum ada yang ngehubungin saya.“

“Gimana kalau kita mulai bikin selebaran? Semacam selebaran orang hilang,” usul Pram tak lama kemudian, yang membuat Melisa jadi meringis pelan.

“Enggak usah deh, Pak.”

“Lho? Kenapa?”

“Enggak apa-apa sih, cuma ... kok rasanya terlalu berlebihan.“

“Enggak ada yang berlebihan, Mel. Apa lagi adik kandung kamu lho ini,” ucap Pram seperti orang tua yang sedang memberikan nasihat terbaik.

Trapped By You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang