PART 28

7.8K 740 7
                                    

Double up nih!

Btw, highest rank cerita ini masih di nomor #1 - Wanita ✨

Happy reading ya~

Siapkan hati kalian, jangan emosi 🤭

.
.
.

“Sebelumnya, saya mau minta maaf, Bu. Tapi, beneran, saya enggak mau dinikahi sama Pak Pram. Jadi, Ibu juga enggak perlu repot-repot buat dateng ke rumah orang tua saya buat ngelamar saya.” Karena saya beneran enggak mau dilamar sama Pak Pram, lanjut Melisa dari dalam hatinya.

“Memangnya kenapa? Kenapa kamu enggak mau nikah sama anak saya? Dia ada bikin salah?” tanya Tia yang benar-benar merasa bingung dan ingin mengetahui apa alasannya Melisa.

“Karena saya enggak suka sama Pak Pram, Bu. Apa lagi sampe cinta. Saya cuma menghormati Pak Pram sama Ibu sebagai orang penting di kantor. Enggak lebih,“ jelas Melisa sesopan mungkin.

Jujur saja, Tia langsung merasa kecewa begitu mendengarnya. Jadi, selama ini Melisa melakukan segalanya hanya karena dia menghormati mereka berdua lantaran mereka adalah orang penting di kantor tempat gadis itu bekerja?

“Apa sebelumnya kamu sempet dipaksa sama Pram buat ngelakuin ini semua? Biar kamu mau diajak ke acara keluarga, dan dikenalkan ke kami semua.” Tia akhirnya bersuara dan mulai mengambil kesimpulan setelah cukup lama ia terdiam dan tidak memberikan reaksi atas penjelasan dari Melisa barusan, kecuali kekecewaan yang tergambar jelas di wajahnya sekarang.

Melisa lantas mengangguk ragu sebagai jawaban. Karena awalnya ia memang dipaksa oleh Pram untuk ikut ke acara anniversary yang diselenggarakan oleh kerabat pria itu, hingga ia pun jadi bertemu dengan Tia serta keluarga besar mereka, bahkan ia juga jadi bertemu dengan nyaris seluruh kolega yang menyapa ataupun mengajak Pram berbicara.

“Tapi, kamu beneran ... enggak mau sama anak saya?“ Tia kembali bertanya, hanya untuk sekadar memastikan saja. “Terus kejadian di kamar hotel itu ... kok bisa kalian berdua bisa ada di situ?”

Melisa langsung mati kutu. Tetapi, tak lama setelah itu, ia pun mulai menjawab pertanyaan dari Tia saat itu. “Waktu itu saya mabuk berat, Bu,“ akunya dengan jujur. “Dan saya juga enggak tahu kenapa saya sama Pak Pram bisa ada di kamar itu. Soalnya saya beneran enggak inget, tapi saya yakin kalau saya sama Pak Pram enggak ngapa-ngapain.”

“Tapi, kan, kamu enggak inget. Gimana kamu bisa yakin kalau kalian berdua memang enggak ngapa-ngapain?”

Kali ini Melisa benar-benar mati kutu. Dan diam-diam, ia pun mulai meragu. Apa benar saat itu Pram tidak sempat melakukan apa pun? Tetapi, seingat Melisa, Pram memang bukan sesosok pria yang mesum. Hanya saja, kenapa ibu dari pria itu malah bertanya seperti itu? Seolah-olah dia tidak yakin kalau putranya tidak melakukan apa pun.

“Mel?” Tia tampak menyentuh lengannya Melisa. Yang membuat gadis itu langsung tersadar dan kembali ke realita.

“Kenapa diem?“ tanya Tia. “Kamu juga pasti enggak yakin, ‘kan? Sama, Tante juga.“

Tia sempat tersenyum sekilas, yang untungnya tidak disadari oleh Melisa.

“Jadi, sebelum terjadi apa-apa sama kamu, dan ngebuat keluarga kamu jadi malu. Lebih baik kita bikin pencegahan sebelum terjadi sesuatu.

“Nanti Tante sekeluarga bakalan tetep dateng ke rumah kamu, buat ngelamar kamu sekaligus ketemu langsung sama ibu kamu.”

“Tapi, Tante ...,” Melisa segera menggigit lidahnya dengan pelan. Ia masih menimbang-nimbang tentang satu hal, tapi sepertinya ia tidak memiliki pilihan lain selain mengatakan tentang hal itu sekarang. “ ... Tante yakin mau nikahin saya sama Pak Pram?

“Saya dari keluarga yang biasa-biasa aja lho, Tante. Saya bukan anak pejabat, apa lagi anak pengusaha kayak Pak Pram.“

Tia langsung tersenyum begitu mendengarnya. Karena sesungguhnya ia sudah mengetahui siapa Melisa sebenarnya. “Enggak masalah, Mel. Yang penting Pram nikahnya sama cewek.”

Melisa benar-benar speechless.

“Udah, yuk.” Tia segera beranjak dari atas kursi empuk yang ada di dekat jendela balkon. “Kita makan siang sekarang. Kita tuh udah telat banget lho, buat makan siang. Gara-gara kita tadi kelamaan nungguin Pram.”

Melisa lantas ikut beranjak dari atas kursi, tapi sama sekali belum melangkah seperti yang telah dilakukan oleh Tia saat ini.

“Tapi, Tante, saya punya utang tujuh puluh satu juta sama seseorang. Memangnya Tante enggak takut kalau saya cuma mau manfaatin Pak Pram, dan cuma mau ngambil hartanya aja?”

Tia langsung berhenti berjalan, tapi ia belum menoleh—apa lagi berbalik badan—ke arah Melisa.

Sementara itu, Melisa yang melihatnya, sejujurnya merasa agak takut untuk mengatakan tentang ini semua. Tetapi, ia tidak memiliki cara lain untuk menghadapi sosok Tia. Dan ini adalah cara terakhirnya. Kalau Tia masih belum juga berubah pikiran, maka ia sendiri yang akan menyerah.

“Tadi saya juga udah bilang kan, Tan? Kalau saya enggak cinta sama Pak Pram. Tapi, kalau Tante tetep maksa buat nikahin saya sama dia, saya sama sekali enggak keberatan. Karena saya bisa tinggalin dia setelah—”

Melisa langsung memejamkan matanya sekilas saat wajahnya terlempar ke arah samping kanan. Karena tadi sosok Tia sempat melesat ke arahnya dengan cepat, lalu menampar sebelah pipinya dengan cukup kuat.

“Jangan coba-coba untuk mempermainkan anak saya,“ tekan Tia yang kini sudah terlihat sangat marah. Sedangkan Melisa hanya bisa memegangi sebelah pipinya. Seumur-umur, baru kali ini ia kena tampar. Tapi, tidak apa-apa. Asalkan ia tidak perlu menikah.

Sementara itu, Tia mulai menghela napas kasar, menjaga agar dirinya tidak kembali kelepasan dan kembali berbuat sesuatu di luar dugaan. Karena ia baru sadar, kalau dirinya telah bermain tangan. Tetapi, ucapan Melisa tadi memang terdengar sangat kejam. Bagaimana bisa gadis yang ia anggap baik malah ingin mempermainkan putranya?

“Lebih baik kamu keluar dari rumah ini sekarang.” Tia segera memalingkan wajahnya, menolak untuk menatap ke arah Melisa. Karena ia sudah tidak sudi lagi untuk melihat wajah gadis itu sekarang. “Dan jangan coba-coba untuk kembali mendekati anak saya.”

Melisa lantas melangkah dalam diam. Memang ini kan yang ia inginkan?

“Saya bener-bener nyesel, karena udah bersikap baik sama kamu.”

Itu adalah kalimat terakhir yang sempat didengar oleh Melisa sebelum ia kembali menutup pintu setelah keluar dari kamarnya Tia.

Entah kenapa, bukannya merasa lega, kini malah rasa bersalah yang terasa menggerogoti hatinya.

Melisa lantas menggeleng pelan. Ia tidak boleh merasa bersalah. Apa lagi sampai merasa menyesal. Karena memang inilah yang diinginkan oleh dirinya.

Ia tidak ingin terlalu dekat dengan Tia, dan ia juga ingin wanita itu tidak menyukai dirinya. Well, ia sudah sukses untuk melakukan keduanya.

Selain itu, ia juga tidak ingin menikah dengan Pram. Dan sudah bisa dipastikan kalau mereka berdua tidak akan pernah menikah.

Melisa mulai turun dari tangga, dan segera mengambil tasnya yang ada di sofa ruang tengah. Untungnya, saat itu ia tidak bertemu dengan siapa-siapa. Sehingga ia pun bisa langsung pulang tanpa perlu ditanyai oleh seseorang.

Semoga saja setelah ini hidupnya bisa kembali lebih tenang. Karena sekarang masalah di hidupnya sudah mulai berkurang. Dan ia hanya perlu fokus untuk bekerja, lalu kembali mencicil semua utangnya kepada Hanifah.

Ah iya, satu lagi. Melisa juga berharap, semoga saja adiknya bisa segera bertemu, dan bisa langsung pulang ke rumah sang ibu. Karena ia tahu, kalau ibunya akan selalu mengkhawatirkan anak gadisnya yang satu itu.

*****

END (?)

Minggu, 12 Feb 2023

Trapped By You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang