PART 21

8.6K 715 8
                                    

PART 21

“Ih... kenapa lo?” tanya Gita begitu membukakan pintu apartemennya untuk Melisa dan melihat wajah perempuan itu yang sudah ditekuk sepuluh seperti sekarang.

“Gak pa-pa, cuma lagi kesel aja.” Melisa segera membuka sepatunya, lalu menaruh benda itu di dekat pintu sebelum terduduk di atas sofa. Sementara Gita yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala dan membiarkan gadis itu duduk sendirian di sofa ruang tamu apartemennya.

Tak lama setelah Gita berlalu dari sana, sosok Nelly yang sepertinya baru bangun tidur tampak muncul di ambang pintu kamar utama.

Melisa yang menyadari kehadirannya Nelly di sana, hanya meliriknya sekilas dan membiarkan temannya itu menguap dengan cukup lebar di ambang pintu kamar.

“Apaan tuh?” Nelly menunjuk ke arah paper bag di atas meja kopi menggunakan ujung dagu.

“Bukan apa-apa,” sahut Melisa yang kini wajahnya sudah tidak terlalu kesal lagi dan mulai terlihat seperti biasa.

Nelly yang mendengarnya, tampak tidak percaya dan mulai berjalan mendekati ruang tamu untuk meraih paper bag itu sekaligus memeriksa isi di dalamnya. Dan sebelum Melisa sempat mencegahnya, Nelly tampak sudah lebih dulu mengambil paper bag itu, lalu mengeluarkan isinya.

“Lho? Kek kenal nih gue ... sama nih baju.” Keningnya Nelly langsung mengerut. Sedangkan Melisa yang mendengarnya, tampak sudah kembali bersandar di sofa dan memilih untuk tidak menyahuti gumaman Nelly yang sedang berdiri di seberang meja.

“Baju apaan sih?” tanya Gita yang kini mulai ikut nimbrung di ruang tamu sambil membawa segelas smoothies di salah satu tangannya saat itu.

“Baju ini nih,” ucap Nelly sembari menunjukkan model baju yang dipegangnya ke hadapan Gita. Sebuah dress cantik dan simple berwarna peach yang terlihat sangat manis untuk dipandang. Karena saat ini dress itu sudah tidak lagi terlipat.

“Ini masih baru, atau enggak sih, Mel?” Nelly menoleh ke arah Melisa, lalu ia mulai menghidu aroma baju itu dan menemukan wewangian yang sangat dikenalinya. Percampuran dari pewangi pakaian serta parfum aroma floral yang manis dan lembut yang biasanya dipakai oleh Melisa.

Sebelum Nelly kembali bersuara, Gita sudah lebih dulu mengutarakan sesuatu di benaknya.

“Ini kan baju yang waktu itu dipake sama Meli pas di IGS-nya Pak Jeje,” celetuk Gita yang membuat ekspresi mukanya Nelly jadi berubah seketika. Sedangkan Melisa mulai menghela napas panjang, ia sudah siap untuk menerima ceng-cengan dari Nelly yang sebentar lagi pasti akan langsung gencar untuk menggoda dirinya.

“Oh! Iya ....” Nelly tampak tersenyum cerah, dari pandangan matanya saja sudah terlihat kalau perempuan itu sedang menggoda Melisa.

Gita yang melihatnya, hanya mampu tertawa pelan, dan mulai meminum smoothies di dalam gelasnya. Karena saat Melisa datang tadi, ia memang baru selesai mandi dan belum sempat sarapan sama sekali.

“Eh tapi, ngapain lo bawa nih baju ke sini?” tanya Nelly yang kini sudah mengubah ekspresi, jadi terlihat lebih serius dari beberapa saat tadi.

“Tadinya gue mau balikin baju itu ke butik, soalnya waktu itu Pak Pram sempet bilang kalau tuh baju cuma disewain.”

“Dih! Pelit banget tuh bapak-bapak! Timbang baju kayak gini doang kudu nyewa.” Nelly melempar baju itu ke arah samping tempat duduknya saat ini, karena ia sudah terduduk sendirian di atas sofa panjang tepat di seberang tempatnya Meli. “Paling juga berapa sih harganya,” sambungnya dengan nada nyinyir yang sangat kentara.

Melisa yang sebenarnya belum benar-benar selesai bercerita, tapi Nelly sudah lebih dulu memotong ucapannya, kini tampak meringis pelan di tempat duduknya sekarang. “Tapi, Nel. Itu baju dari butiknya Dinda Nirmala Ayu.”

“Hah?! Dinda Nirmala ...?“ Nelly langsung terperangah di tempat. “Dinda Nirmala yang itu?! Designer, MUA, Selebgram, Influencer?!”

Melisa segera mengangguk. Gita yang hanya menyimak obrolan kedua orang itu, tampak menertawakan Nelly yang kini langsung meraup baju itu kembali dan mulai melipatnya dengan (cukup) rapi. Karena Nelly memang sangat jarang sekali mengerjakan pekerjaan seperti ini.

“Busetttt.” Nelly menggeleng takjub, dan ia mulai memerhatikan label berwarna abu-abu muda dengan bahan silk yang terjahit di kerah bagian belakang bajunya Melisa. “Kira-kira berapa ya harga nih baju? Tapi, emang cantik sih.” Nelly meringis kecil, karena ia tadi sempat meremehkan baju ini lantaran langsung ketrigger sendiri begitu mendengar kalau orang kaya sekelas Pramaji Adikara malah menyewa baju untuk mengajak temannya pergi ke sebuah acara. 

“Lo cek aja deh di web-nya Butik Nirmala,” balas Gita dengan nada santai. Karena ia yakin kalau baju itu pasti ada di bagian katalog butiknya Dinda, dan harganya pun pasti tertera di sana.

“Oh, iya! Mana handphone? Handphone?“ tanya Nelly yang menadahkan tangannya ke arah Melisa dan juga Gita.

“Mau ngapain sih? Udahlah, gak usah dicek-cek deh harganya,” ujar Melisa. Karena ia jadi mendadak takut untuk mengetahui fakta tentang harga baju itu sekarang. Lantaran ia juga baru kepikiran.

“Ah pokoknya mau gue cek!” seru Nelly dengan telak, dan tidak ingin mendengarkan ucapannya Melisa barusan yang melarang dirinya untuk mengecek harga. Nelly bahkan sudah mulai beranjak dari atas sofa, lalu berjalan ke arah kamarnya Gita untuk mengambil ponselnya yang sepertinya masih tersimpan di dalam tas.

“Oh iya, terus kenapa tuh baju gak jadi lo balikin?” tanya Gita setelah sosok Nelly sudah tidak terlihat lagi.

Melisa lantas mengingat kembali kejadian beberapa saat tadi, saat ia mampir ke butiknya Dinda sebelum menuju ke apartemen ini. ”Ya... soalnya tadi Mbak Dinda bilang kalau baju itu enggak disewain, dan sebenernya udah dibayar lunas sama Pak Pram setelah gue pake. Makanya tuh baju jadi gue bawa lagi.”

Gita lantas tertawa kecil. “Itu artinya elo udah dikibulin.”

“Iya, makanya gue kesel bang—”

“Anjir, anjir, anjir, guys!” seru Nelly yang saat ini sedang berlari dari arah kamar sembari membawa ponselnya. Sehingga perhatian Melisa dan Gita jadi teralihkan.

“Ternyata harga bajunya hampir empat juta setengah.” Nelly menunjukkan layar ponselnya sekilas kepada Melisa dan Gita. “Gue kalo ada duit empat juta setengah, mending nyari baju yang lebih murah aja. Biar dapet agak banyak. Empat juta, sebiji ... yang ada gue rugi!”

“Tapi kan elo pernah beli tali pinggang sampe jutaan, Nel,” balas Gita yang mengingatkan Nelly kalau perempuan itu pernah membeli tali pinggang dari brand ternama yang harganya sama sekali tidak murah hanya untuk sebuah ikat pinggang wanita.

Nelly langsung mendelik ke arah Gita. “Itu kan beda. Tali pinggang tuh jelas, ada simbol brand-nya di depan, bisa dipamerin. Nih gue pake tali pinggang celine, nih gue pake tali pinggang gucci, dior, segala macem.”

“Tapi, kalo dress ginian?” tunjuk Nelly pada dress yang sudah terlipat di samping tempat duduknya. “Sayang bangeettt... nama Butik Nirmala-nya enggak bisa dipamerin, sayyy!”

Setelah itu, Nelly tampak kembali menggulir layar ponselnya. Kembali melihat-lihat baju yang ada di katalog butiknya Dinda, hitung-hitung cuci mata.

Sementara itu, Melisa yang mengetahui berapa harga dress yang pernah ia pakai, kini tampak benar-benar speechless di tempat duduknya sekarang.

Namun, dari dalam hatinya, ia mengakui kalau dress itu memang terasa sangat nyaman dan adem saat dipakai. Bahannya juga halus dan lembut, dan sama sekali tidak terasa panas.

Selain itu, aksen-aksen mutiaranya tidak mudah lepas. Cutting-annya juga terlihat sangat pas. Jahitannya rapi dan warnanya tidak luntur saat dicuci.

Melisa yakin kalau dress itu pasti akan awet. Apa lagi kalau disimpan dan dirawat dengan baik.

*****

Btw, tadi pagi cerita ini ada di posisi #1 kategori wanita 😂

Selasa, 7 Feb 2023

Trapped By You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang