PART 17

8.4K 779 11
                                    

Berhubung ini double up, jangan lupa kasih vote juga di bab sebelumnya ya 🙏

Happy reading, guys~

.
.
.

“Lho, Bang? Kok sendirian?” Tiana bertanya dengan heran begitu melihat Pram turun dari mobilnya sendirian. Karena ia tadi memang sengaja menunggu kedatangan putra sulungnya itu di kursi teras.

“Melisa enggak bisa dateng ke sini, Ma,” beritahu Pram sembari mencium punggung tangan ibunya.

“Kenapa? Dia udah punya acara lain atau apa?“ Sedetik kemudian, Tiana pun mulai memandang putranya dengan raut wajah curiga. “Jangan bilang kalau kamu yang sengaja enggak mau ngajak dia.”

Pram terkekeh sekilas. “Udah aku ajak kok, Ma. Aku kan orangnya amanah,” ucapnya dengan jenaka. Ia sempat terdiam sebentar sebelum berdeham samar. “Cuma dia emang lagi ada urusan.”

“Urusan apa? Kantor?”

Ibu dan anak itu tampak berjalan berdampingan.

“Enggak tahu deh, Ma. Biasalah, cewek.” Pram mengangkat bahu dengan cuek dan mulai merogoh ponselnya dari kantong celana sebelum duduk di atas sofa ruang tengah.

“Ya udah deh, mungkin next time kita bisa makan malem bareng Melisa. Lagian, malem ini Ayuna sama Satria juga enggak bisa ikut gabung bareng kita.”

Pram yang sudah akan kembali mengantongi ponselnya, kini tampak menaikkan sebelah alisnya dengan tertarik begitu mendengar kabar yang tak biasa dari ibunya. “Tumben banget. Biasanya juga mereka hampir enggak pernah absen.”

“Lho? Emang kamu enggak tahu? Kan pagi tadi mereka berdua udah berangkat buat honeymoon.“

“Mendadak banget, tapi syukur deh. Berarti gak lama lagi Mama sama Om Hilman udah mau punya cucu.” Pram bangkit dari sofa setelah mengantongi ponselnya. Rencananya ia akan menginap di sini saja, karena ia sedang malas menyetir dan kembali terjebak macet di jalan.

“Tapi, bukan berarti kamu bisa santai ya, Bang. Mama juga kepengen lho punya cucu dari kamu.”

“Kenapa harus aku sih, Ma?” protes Pram yang masih tidak habis pikir dengan permintaan konyol ibunya. “Aku enggak keberatan kok kalau Lala yang nikah duluan. Terus punya anak duluan. Aku yang paling belakangan aja gak pa-pa.”

“Tapi, aku yang keberatan, Bang.”

Lala, orang yang sedang dibicarakan, tampak langsung menyambar dari arah tangga.

“Enggak mau nikah muda,” keluh Lala dengan raut wajah cemberutnya yang khas. Bukan apa-apa, selain belum memiliki seorang pacar, ia juga masih merasa ngeri setiap kali membayangkan beberapa hal yang sudah pasti akan terjadi kepada dirinya setelah ia menikah.

Pram yang sedang berdiri di balik meja bar setelah mengambil gelas kosong di dekat sana, kini langsung memusatkan atensinya kepada Lala yang sudah duduk di sofa panjang dan sedang ditenangkan oleh ibu mereka.

“Tenang aja, Mama enggak akan nyuruh kamu buat nikah muda.”

Pram sempat mendengkus samar sebelum menuangkan air dingin ke dalam gelasnya. Diam-diam ia menyimak obrolan di antara adik dan ibunya. Dan seharusnya ia langsung naik ke lantai atas begitu selesai meredakan dahaganya. Tetapi, ia malah kembali duduk dan menggantikan posisi ibunya yang tadi sempat duduk berdampingan dengan Lala. Karena ibu mereka sudah pamit ke depan dan kembali sibuk dengan urusannya. Mungkin menunggu kepulangannya Om Hilman yang sebentar lagi akan pulang.

“Kenapa enggak mau nikah muda, La?” tanya Pram kepada adiknya.

Lala yang mulai sibuk dengan remote TV di tangannya hanya menjawab sekenanya saja. Bahkan tanpa menatap ke arah lawan bicaranya. “Ya enggak mau aja, Bang. Belom siap.”

Trapped By You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang