Hari ini matahari sudah bergerak tinggi, tetapi kegaduhan di Hamasyi utara tidak juga terbendung.
Seharusnya di bawah sinar keemasan ini, sebagian besar zombi bersembunyi di kegelapan dan mengancam mereka yang hidup dengan erang rendah yang menaikkan bulu kuduk. Namun, kenyataannya, siang ini kota berubah layaknya parade kematian yang mengerikan.
Genangan darah, potongan tubuh, dan ceceran organ dalam mengotori aspal. Satu manusia hidup berlarian dikejar belasan zombi. Mobil tak lagi bisa maju, semua terapit tubuh mati dan rongsok segala jenis kendaraan.
Hanya butuh tiga hari semenjak serangan pertama yang menghebohkan. Kota berubah luluh lantak seakan ada bom atom yang diterjunkan dari langit. Tentara dan polisi yang dikerahkan pun tidak mampu mengendalikan jumlah zombi.
Di dalam sedan putih, Fiona duduk bergeming menyaksikan kehancuran kota. Satu per satu zombi menabrakkan diri ke kendaraan tak bergerak di tengah-tengah jalan besar yang diapit gedung bertingkat. Badan mobil bergoyang kasar. Dalam waktu hampir bersamaan, mereka berusaha menghancurkan kaca menggunakan bagian tubuh yang sebagian melunglai.
Fiona ingat betul, dulu dia pernah di posisi seperti ini. Saat itu hanya ada ketakutan yang mendesak akal sehatnya, tetapi kali ini hatinya seakan mati rasa. Tidak ada ketakutan pun kecemasan.
"Sepertinya aku berada di tempat yang salah. Pantas Gama selalu mencari jalan lain untuk mencapai tempat aman yang dikoar-koarkan pemerintah." Fiona memutar pandangan, mencari area kosong untuk keluar. Matanya terpaku ke bagian belakang mobil, di mana jumlah zombi lebih minim.
Dia kemudian membenahi rambut yang teruntai kusut dan mengikatnya kuat ke belakang. Begitu juga dengan kain tebal yang melilit lengannya, diatur dan dikencangkan. Memastikan tidak ada celah untuk gigi kotor mereka menggores kulitnya.
Fiona kemudian menarik paksa sebuah parfum mobil yang terbuat dari kaca tebal dari dashboard dan pindah ke jok belakang. Sampai di kursi tiga dudukan, Fiona menarik napas panjang dan diembuskan cepat. Mata dia pejamkan dan jari-jarinya menggenggam erat palu besar yang tertutup darah kering dari ujung ke ujung.
Satu menit dan dia kembali membuka lebar mata. Bersiap menghadapi kenyataan yang dipilihnya.
Satu, dua, tiga! Fiona melempar kencang pewangi mobil ke arah kaca depan. Benturan kerasnya tidak meretakkan kaca, tetapi berhasil mengundang para zombi ke sumber suara.
Ketika mereka semua berbondong-bondong melempar diri ke kap mobil, Fiona mengayunkan palu ke kaca belakang, suara retakan kaca terdengar. Bunyinya yang berteriak lebih keras dari erangan para zombi mengembalikan atensi beberapa dari mereka.
Pukulan kedua, retakan memanjang bak petir.
Pukulan ketiga, suara krek terdengar jelas diikuti lubang kecil yang membawa masuk aroma kematian.
Pukulan keempat, kaca belakang pecah berkeping-keping. Beberapa serpihannya menggores wajah Fiona, tetapi dia tidak peduli. Dia menendang kuat kaca dan mendorong pecahan yang lebih besar ke arah mayat hidup yang sudah berkumpul.
Fiona keluar dan memijakkan kaki ke atas bagasi, tangannya segera mengayun indah seakan dia tengah memainkan olah raga golf. Persisi dan kuat, tidak perlu berkali-kali memukul untuk meremukan tengkorak dan membubur otak.
Lima tumbang dan sepuluh lainnya berdatangan.
"Sial!" umpat Fiona.
Fiona menumbuk puncak kepala zombi tanpa mata kiri yang sedikit lagi berhasil mengunyah betisnya. Kali ini logam berat itu membenam dalam. Tubuh bongsor sang zombi yang melunglai ke aspal membawa serta palu bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Running!
AdventureBUKU KEDUA R-18 : Blood, Gore. Genre : adventure, thriller, action, (minor) romance Note : sequel dari Run! (Disarankan baca cerita pertama sebelum membaca cerita ini, karena berisi spoiler bab terakhir Run!) Fiona, alias Natasha, kembali dihadapka...