Bab 22

358 69 7
                                    

"Sanggahan dari alasanmu yang pertama ... kamu itu dokter. Kedua ... kehadiranmu tidak akan memberi manfaat apa-apa. Ketiga ... kamu itu perempuan!" teriakan Troy menggema di klinik yang berada di gedung kendali.

"Tapi Fiona juga perempuan!" balas Minsana sama kesalnya.

"Siapa itu Fiona?" Sorot mata Troy terlihat serius. Entah dia tengah berpura-pura atau memang tidak mengindahkan eksistensi Fiona sebagai manusia.

"Jangan main-main denganku, Kapten!" Minsana mendengkus keras.

"Aku serius, Dok. Sekarang, karena kamu sudah kehabisan tiga alasan untuk meyakinkanku. Jadi, fix! Kamu tinggal di sini!"

"Oh, ayolah, Kapten. Aku tidak akan merepotkan. Aku sudah belajar cara menembak yang baik dan benar. Tanya saja ke Kapten Gama!" Minsana menunjuk ke Gama yang tengah menemani Fiona duduk di tempat tidur pasien.

"Aku tidak peduli ....." Negosiasi yang alot berlanjut di antara Troy dan Minsana.

"Kamu mengajarinya menembak?" tanya Fiona sambil mendesis menahan perih yang sesekali muncul ketika cairan berwarna kekuningan masuk ke pembuluh darahnya melalui selang infus. Tidak lagi memedulikan perdebatan sang dokter dengan Troy. Karena dia tahu Minsana pasti akan menjadi pihak yang kalah.

"Dia yang meminta. Lagi pula tidak ada salahnya, bukan? Memegang senjata dan menembak seharusnya menjadi keterampilan dasar yang harus dimiliki pada situasi kacau seperti sekarang." Gama menjeda kalimatnya saat melihatnya kembali meringis kesakitan. "Fiona, apa kamu tidak apa-apa? Obatnya mau distop? Aku bisa meminta Dokter Minsana."

"Tidak. Aku tidak apa-apa. Lagi pula, aku butuh obat ini."

"Kamu yakin?"

Fiona menggangguk pelan. "Aku tidak mau rasa sakit di beberapa bagian tubuhku ini terbawa sampai besok." Dia melirik ke arah Gama. "Kamu tidak mau membawa boneka rusak, bukan?"

"Boneka?" Mata Gama menyipit. Dia terlihat tidak senang dengan cara Fiona menyebut dirinya sendiri. "Kamu bukan boneka siapa-siapa. Berhenti merendahkan diri sendiri seperti itu."

"Kapten Gama, katakan sesuatu! Beri tahu berapa skor tembakanku terakhir." Minsana akhirnya mendekat ke tempat tidur pasien dan menginterupsi percakapan Gama dan Fiona.

Wajahnya terlihat meradang merah, berbeda dengan Troy yang menyeringai senang karena berhasil menangkis semua alasan sang dokter.

"Troy betul, Dok. Kamu lebih dibutuhkan di sini," ucap Gama yang tentunya memihak sang kawan.

"Di sini ada tiga dokter lainnya. Lagian kalian memerlukanku kalau-kalau ada yang terluka atau ...." Minsana memutar bola matanya, berusaha mencari argumentasi lain.

"Kami hanya akan melakukan perjalanan singkat, Dok. Kami akan menjaga diri dengan baik. Jadi, jangan khawatir," ucap Gama.

"Betul. Jangan membantah lagi," timpal Troy.

Pintu tiba-tiba terbuka tanpa ada ketukan terlebih dahulu. Elard masuk digandeng Grey dan segera menginterupsi pembicaraan. "Kenapa kalian tidak mengabulkan permintaan dokter itu untuk ikut?"

"Kami tidak mengajakmu berdiskusi. Jadi jangan sok tahu dan ikut serta di pembicaraan yang kamu terka-terka sendiri, ex Mayor," ejek Troy.

"Suara kalian terdengar sampai keluar. Jangan salahkan kami kalau sampai mendengar informasi yang seharusnya tetap berada di balik pintu," jelas Elard sambil tersenyum yang membuat darah Troy mendidih.

"Kenapa? Apa alasannya kami harus membawa seorang dokter ke dalam sarang musuh?" tanya Gama cepat sebelum Troy membuka mulutnya.

"Sama halnya dengan fungsi dokter militer di suatu peperangan. Kalau salah satu dari kalian terluka, sedangkan musuh terus berdatangan, kalian pasti akan memprioritaskan menghabisi musuh sebelum mereka menghabisi kalian, bukan?" jelas Elard.

Keep Running!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang