Fiona tahu keseimbangan tubuhnya tidak pernah mengecewakan. Latihan fleksibilitas yang rutin dilakukan ketika belajar taekwondo menempa tidak hanya kecepatan, tetapi juga keseimbangannya. Namun, kali ini dia mengkhianati kepercayaan dirinya ketika dia harus berdiri dengan kedua kaki terbuka cukup lebar di atas truk yang melaju penuh guncangan. Sepertinya dikepung zombi mempengaruhi mentalnya secara tidak langsung.
Sebuah tas menggantung di punggungnya. Benda yang terbuat dari parasut hitam itu bukanlah punya Fiona, tetapi milik Elard yang berisi penuh bahan peledak buatan yang terbuat dari botol berisi alkohol dan kain panjang yang menutup kuat bagian atasnya serta granat.
Sinar matahari meredup. Cahaya orange yang sebelumnya menyala terang di langit, berangsur hilang digantikan gulita yang mencekam.
Fiona sempat menolak melanjutkan perjalanan, terutama ke daerah penuh zombi, ketika tahu malam menjelang. Namun, alasan yang diberikan Elard membuatnya tidak lagi mendebat.
"Kita harus melakukannnya ketika malam tiba. Karena hanya pada saat seperti itu mataku berfungsi. Walau tidak seratus persen, tapi aku masih bisa melihat batas tegas dinding dan gerakan zombi. Aku tidak mau merepotkan kalian ketika nyawa kalian sendiri belum tentu bisa kalian jaga," terang Elard yang membuat Fiona maklum. Walau dia belum tentu menolong kedua laki-laki itu sesuai perjanjian, tetapi kali ini dia membutuhkan kemampuan mereka, terutama Grey.
Dengan mengandalkan sinar lampu truk tronton, Fiona mengamati kondisi sekitar. Telinganya menangkap keriuhan ratusan derap langkah diikuti erang lapar mengerikan mengelilinginya. Suara mesin yang meraung keras jelas menjadi penyebab rombongan mayat hidup berlarian ke arahnya.
"Fio, bersiap. Tiga ratus meter lagi kita sampai." Suara Grey terdengar berkerisik melalui earphone di telinga kanan Fiona.
Perempuan itu mengembalikan perhatiannya ke depan dan melihat tembok menjulang tinggi tanpa pintu. Susunan ribuan beton yang memanjang dari ujung ke ujung seperti tanpa batas, terlihat kokoh untuk sesuatu yang dibuat dalam waktu cepat.
Cahaya putih yang menyilaukan terpancar dari beberapa lampu sorot besar ke arah jalanan yang berisi penuh zombi. Di atasnya, belasan tentara bersiaga dengan senjata api. Beberapa dari mereka menatap takut mata merah yang menyala, sebagian lainnya terlihat jelas menahan mual melihat kondisi beberapa mayat hidup yang tidak lagi utuh.
Mata Fiona membuntang lebar. Tidak pernah seumur hidupnya dia melihat keramaian mengerikan di mana—yang tadinya—manusia hidup saling mengimpit, menginjak, mendorong untuk mencari tempat terdepan seakan tanah di belakang mereka mereka runtuh dalam gempa besar.
Semua itu ditambah kolam darah yang terbentuk di bawah mereka memercik di setiap pergulatan. Kepala menggelinding di antara celah kaki, jaringan keabuan memberi kesan lumpur di dalam kolam.
Fiona menelan ludah, ritme jantungnya berdetak cepat, dan tanpa di sadari napasnya tertahan lama di tenggorokan. Semua ini jauh lebih mengerikan daripada situasi di GOR.
"Fio? Fio? Sudah saatnya—"
Guncangan keras di badan truk menyadarkan Fiona setelah suara Grey tidak juga mengembalikan atensinya. Tubuhnya terdorong ke sisi berlawanan. Beruntung tungkainya mampu menjaga keseimbangan dan mencegahnya terjatuh.
"Fio! Lempar sekarang!" perintah Grey.
Fiona berjalan ke sisi kiri truk dan melihat belasan zombi menabrakkan tubuhnya. Kepalanya berputar dan sejauh mata memandang gelombang gerombolan zombi yang lebih besar mendatangi truk.
Fiona segera mengeluarkan salah satu bahan peledak, dinyalakannya sumbu menggunakan pematik api yang juga sudah disiapkan oleh Grey. Satu lemparan dan suara ledakan terdengar diikuti kobaran api yang membakar tubuh busuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Running!
AdventureBUKU KEDUA R-18 : Blood, Gore. Genre : adventure, thriller, action, (minor) romance Note : sequel dari Run! (Disarankan baca cerita pertama sebelum membaca cerita ini, karena berisi spoiler bab terakhir Run!) Fiona, alias Natasha, kembali dihadapka...