Fiona bangun jauh sebelum Elard dan Grey datang. Walau dia sudah bisa duduk dan kedua tangan kaki mampu melawan gravitasi, tetapi tetap saja dia belum sekuat biasanya. Jalan mungkin, tetapi tidak dengan berlari.
"Sial, Minsana! Obat apa sebenarnya yang kamu berikan!" rutuk Fiona yang jatuh bertumpu kedua tangan setelah mencoba jalan beberapa langkah. Peluhnya bahkan membasahi wajah dan paru-parunya memompa berat seakan dia baru saja berlari maraton.
"Fio, kamu tidak apa-apa?" Grey berlari panik saat melihat Fiona jatuh berlutut.
"Tidak apa." Fiona kembali bangkit setelah menepis tangan Grey yang berniat menolongnya.
"Fiona kenapa?" tanya Elard yang datang belakangan.
"Jatuh, tapi Fio sekarang sudah bisa berdiri sendiri," jelas Grey.
"Kamu sudah kuat, Fiona?" Elard menjulurkan tongkatnya untuk mencari keberadaan Fiona.
"Sudah cukup kuat, tetapi aku tidak yakin sanggup berlari lama," jawab perempuan itu.
"Benarkah?" Kening Elard mengernyit, sementara tangannya meraba lengan Fiona, turun ke tempat di mana nadi memukul cepat jari-jari tangannya.
"Apa yang—" Fiona berusaha menarik lepas tangannya, tetapi Elard justru memperkuat pegangannya.
"Aku tidak bermaksud mengataimu lemah, Fiona." Elard menyela kalimat protes Fiona. "Tapi sekarang nadimu terlalu cepat hanya untuk berjalan di tempat sekecil ini. Belum lagi telapak tanganmu yang basah dan dingin." Dia menyisir tangannya ke telapak tangan perempuan itu sebelum melepasnya.
"Aku bukan perempuan lemah," kesal Fiona.
"Tentu saja tidak. Bukannya ada kata 'sekarang' di kalimatku barusan?" Elard membalas dengan tenang. Tangannya merogoh kantung celana dan mengeluarkan obat yang terbungkus plastik bening. "Grey." Dia menjulurkan obat itu ke sang adik.
"Kamu yakin, Elard?" Grey menaikkan salah satu alisnya.
"Beri satu saja."
"Tunggu, apa itu? Kalian tidak berencana memberi obat itu ke aku, bukan?" Fiona melangkah mundur.
Grey menyeringai lebar. Diam-diam jarinya masuk ke dalam plastik dan mengambil satu pil kecil. "Menurutmu, Fio?" godanya.
"Jangan macam-macam. Aku janji akan membunuhmu kalau kamu berani ma—"
Grey segera melempar pil ke mulut Fiona ketika kesempatan ada dan menutup hidung serta mulut supaya perempuan itu tidak memuntahkannya.
Fiona berespons, setelah dipaksa meneguk obat yang langsung masuk ke kerongkongannya, dia menepis kedua tangan Grey dan berusaha menendang remaja itu. Namun, lemahnya tubuh hanya mempermalukan gelar juara taekwondonya.
"Jangan marah, Fio. Yang kami berikan bukan racun, kok," jelas Grey sambil mundur ke samping Elard. Mencari perlindungan kalau sewaktu-waktu Fiona kembali menemukan energinya.
"Apa yang baru saja kalian berikan!" geram Fiona saat merasakan pahit di pangkal lidahnya.
"Sejenis doping, steroid yang biasa atlet gunakan untuk curang. Aku butuh tubuhmu dalam kondisi prima, Fiona. Masalahnya, aku tidak menunggu lama atau kita akan terjebak di sini," jelas Elard tenang. "Beberapa saat lagi tubuhmu akan kembali kuat. Otot-ototmu akan terlahir kembali, hanya saja lebih baik." Dia tersenyum.
"Bagaimana dengan efek sampingnya?" tanya Fiona memegang lehernya. Dia masih takut tubuhnya akan memberi reaksi berbeda, seperti obat yang diberikan anak buah Minsana.
"Apa yang kamu takutkan? Satu kali minum tidak akan memberimu efek berbahaya. Kecuali kamu berniat untuk menggunakannya dalam jangka panjang."
"Elard betul, Fio. Tidak perlu khawatir," imbuh Grey santai sambil mengembalikan sisa obat ke Elard.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Running!
AdventureBUKU KEDUA R-18 : Blood, Gore. Genre : adventure, thriller, action, (minor) romance Note : sequel dari Run! (Disarankan baca cerita pertama sebelum membaca cerita ini, karena berisi spoiler bab terakhir Run!) Fiona, alias Natasha, kembali dihadapka...