Bab 15

359 84 8
                                    

Sesak, pengap, dan berisik. Tiga sensasi yang sama sekali tidak nyaman bagi Fiona. Dia yang terbiasa sendiri, tidak banyak bicara di pojok ruangan kini hanya bisa berdesah gelisah. Beberapa kali dia menjengit kaget saat bahunya bersinggungan dengan orang asing saat berjalan berdesakan di tangga. Tangannya bahkan gatal untuk mengeluarkan pedang dan mengancam mereka yang mendekatinya, walau dia tahu semua dilakukan—mungkin—tanpa disengaja.

Elard yang merasakan tas punggungnya terus didesak oleh Fiona, memutuskan untuk menarik tangan kecilnya dan memosisikan perempuan itu di depan kedua kakak beradik. "Aku tidak tahu apa yang membuatmu gelisah, tapi berjalan di depan aku dan Grey bisa membuatmu sedikit lebih baik, kan? Kami akan menjaga jarak denganmu dan kamu jaga jarakmu sendiri dengan orang di depan."

"Terima kasih," balas Fiona singkat.

Kembali naik, Fiona akhirnya mendapat sedikit informasi mengenai kapal yang akan digunakannya untuk menyeberang. Sebuah kapal penumpang dua tingkat dengan tingkat pertama berisi ruangan yang tersekat-sekat dan di bagian teratas hanya ada bagian kosong tanpa atap untuk berdiri menikmati udara segar.

Tangga berakhir di lantai satu, di mana sebuah ruang kosong terbentang luas seukuran lapangan tenis dengan tiga pintu berada di seberang pintu masuk. Setelah memastikan semua orang sudah berada di dalam, tentara yang memandu mereka memberi instruksi untuk tetap diam di kapal. Tidak ada larangan untuk ke atas, selama para penyintas tidak membuat keributan.

Sebagian besar dari para penyintas memilih berada di dalam. Beberapa dari mereka berkelompok dan mencari kamar yang tersembunyi di balik pintu-pintu itu. Sebagian lagi memilih berkelompok kecil dan mengambil duduk di pojok ruangan. Sepertinya berada di tempat tertutup dianggap lebih aman—menurut mereka—dibandingkan di tempat terbuka. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Fiona.

Walau beberapa jendela bulat yang berada di kanan kiri mereka menyumbang sebagian besar penerangan di dalam. Belum lagi cahaya lampu ber-watt rendah yang tersebar merata hingga ke pojok ruangan, tetapi semua itu tidak juga cukup untuk Fiona. Dia tetap merasa sekelilingnya remang mencekam. Terlebih setelah pintu masuk ditutup oleh para tentara yang kemudian berjaga di depannya.

Beberapa kali napas Fiona tertahan di kerongkongan. Keringat dingin membasahi kening dan telapak tangan yang disembunyikan di kantung jaket. Kepanikan merangsek naik menguasai kesadarannya. Kenapa ini? Bukannya keramaian sudah terpecah, seharusnya aku baik-baik saja sekarang. Apa jangan-jangan karena ....

"Fiona, kamu sakit?" tanya Elard saat mendengar napas Fiona menderu cepat.

"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, aku mau ke atas. Aku butuh udara segar." Fiona tiba-tiba melengos menuju tangga yang ada di balik pintu paling kanan.

"Fio, mau ke mana!" teriak Grey yang suaranya segera tenggelam di keramaian.

"Biarkan dia," cegah Elard.

"Tapi, bukannya kita masih—"

"Dia tidak akan ke mana-mana. Lagi pula, dia bisa melindungi dirinya sendiri. Sekarang, kita berkeliling." Elard mengeluarkan tongkat dan menjulurkannya memanjang.

"Untuk apa? Kita tidak akan lama di sini." Grey meraih tangan Elard dan membawanya ke pojok ruangan sebelum menyusuri sisanya.

"Berjaga-jaga."

Di tempat terpisah, masih di kapal penumpang yang sama. Seorang anak berusia sepuluh tahun berjalan ragu menyusuri lorong yang diapit pintu tertutup di kanan kirinya, dengan raut ketakutan di wajah.

Matanya berayun resah, tangannya mencengkeram kuat roti yang baru digigitnya setengah. "Mama, Papa .... Kalian di mana?"

Sampai di ujung lorong, dia berhenti saat melihat pintu yang berada di sisi kanan terbuka. Suara geraman seperti erang anjing terdengar dari dalam. Sedangkan dari pintu sepasang kaki mengenakan celana panjang hitam dan sepatu cokelat mencuat keluar sebatas pinggang. Seakan ada seseorang tengah terbaring tertelungkup.

Keep Running!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang