Bab 17

351 86 8
                                    

Fiona tahu hari di mana dirinya bertemu dengan kawan lamanya akan tiba. Sejauh apa pun dia berlari, takdir pasti berhasil mengejar dan memberinya tamparan kenyataan.

Dia bahkan sudah menduga reaksi mereka saat bertemu dengannya. Seperti Troy yang langsung menargetkan nyawanya, sampai dengan Minsana yang tetap berusaha dekat dan berlaku layaknya sahabat baik.

Sedangkan untuk Gama, tidak perlu menebak, pria itu akan memaafkannya dengan mudah. Yang Fiona tidak duga adalah kebodohannya untuk mencoba mengulang cerita yang bahkan tidak pernah dimulai.

Di bawah pancaran terik sinar matahari, Fiona terus berlari menyeret Grey dari kejaran mayat hidup. Walau gerak kaki remaja itu beberapa kali melambat, tetapi tarikan tangan Fiona di lengan jaketnya  berhasil memaksanya untuk mempercepat gerak tungkai.

Dengan kecepatan seperti itu, tidak butuh waktu lama untuk para tentara berhasil mengimbangi mereka. Namun, beruntung tidak untuk zombi-zombi lapar yang tetap terpisah jauh. Semua berkat timah panas dan granat yang dilontarkan para tentara.

Sampai akhirnya kram otot mencekik kaki Grey. "Fio ... berhenti ... aku tidak bisa lagi," ucapnya terengah-engah.

"Tahan sebentar lagi. Lihat itu!" Fiona menunjuk ke gerbang berwarna biru muda dengan tulisan besar Pelabuhan Hamasyi Selatan di atasnya. "Tidak sampai seratus meter lagi kita sampai." 

"Tidak tidak." Grey menggeleng cepat. "Kakiku bisa putus kalau terus dipaksa lari," ucapnya dengan wajah memerah bak kepiting rebus dan dada naik turun dengan cepat. "Istirahat ... satu menit saja."

Tanpa diduga-duga, Troy mengacungkan senjata ke kepala Grey. "Tidak ada satu menit. Satu detik kamu istirahat, bukan hanya kakimu yang akan putus, tapi kepalamu. Jadi, bergerak sekarang!"

Grey menelan ludah saat menerima ancaman. Rautnya berubah pasi dengan cepat ketika moncong senjata diarahkan tepat ke pelipisnya.

"Jangan pedulikan dia. Cepat lari, Grey!" Kali ini Fiona menggandeng tangan remaja itu dan kembali mengajaknya berlari.

Dalam situasi kacau ini, Gama masih sempat merasakan cemburu saat melihat Fiona melakukan sentuhan fisik dengan seseorang yang disebutnya teman. Dia sangat ingin memisahkan mereka, tetapi zombi-zombi itu menyulitkannya.

"Terus berlari. Sebentar lagi kita sampai di gerbang. Setelah itu kalian langsung masuk ke dalam bus," perintah Gama dengan intonasi kaku kepada Fiona dan Grey. "Mengerti?"

"Mengerti," balas Fiona singkat.

Kembali melaju paling depan, suara tembakan yang seakan tanpa jeda terus menyiksa telinga Fiona. Sampai di dekat gerbang, tentara yang lebih banyak menyeruak masuk dan ikut melepas tembakan. Dia seharusnya terus berlari, tetapi sebuah bangunan satu lantai yang berada di sisi kiri gerbang menyedot perhatiannya.

Melihat ada rantai yang melingkar gagang pintu serta gembok besar yang menguncinya, bangunan putih dengan kaca hitam besar bertuliskan "Kantor Otoritas Pelabuhan" itu seharusnya kosong. Meski begitu, dia merasa ada sesuatu yang mengintainya dari dalam. Sesuatu yang jahat.

"Fio ... Fio ...," panggil Grey berulang kali.

Fiona yang melambat, tersadar.

"Ada apa?" Grey menggunakan kesempatan ini untuk menarik napas. Matanya melirik ke tempat yang sempat membuat Fiona terpaku.

"Tidak apa-apa." Fiona mengalihkan perhatiannya dan menambah kecepatan menuju bus yang sudah terlihat di depan. "Cepat, kita ke sana."

Setelah melalui pemeriksaan singkat dari dua orang tentara yang berjaga di pintu bus, Grey dan Fiona diizinkan masuk dan akhirnya bisa bernapas lega. Fiona yang baru merasakan otot-otot kakinya menegang, segera menjatuhkan tubuhnya ke bangku kosong yang berada di baris depan.

Keep Running!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang