Bab 26

321 63 7
                                    

Pintu kaca terbuka lebar dalam satu dorongan. Rombongan manusia hidup masuk dengan mulut terkunci. Hanya suara sepatu menggesek lantai berdebu yang berbisik di telinga mereka.

Pintu tertutup. Pupil berdilatasi cepat saat keremangan menyelimuti. Begitu juga dengan jantung tidak berhenti memukul saat keheningan mengancam.

Sinar pucat senter berlarian ke area yang terlihat seperti ruang resepsionis, di mana hanya ada meja yang memanjang di seberang dan beberapa kursi yang berselerakan. Tangga berlumur darah yang mengapit ruangan di kanan kirinya menimbulkan rasa was-was. Karena siapa atau apa pun itu sewaktu-waktu bisa muncul dan memberi kejutan mengerikan.

Walau banyak sisa pembantaian yang terlihat, tetapi herannya ruangan ini terlihat bersih dari jasad dan potongan tubuh manusia. Begitu juga dengan keberadaan makhluk menjijikan tidak bernyawa itu.

Menghadapi situasi janggal, Gama menaikkan tangan kiri, memberi gestur kepada yang lainnya untuk berhenti. Berjalan dengan sangat lambat dengan pistol mengacung ke depan, dia meneliti tiap ceruk di sudut ruangan sebelum menyatakan tempat ini bersih.

Setelah memastikan semua aman, Gama berbalik menghadap mereka dan memberi instruksi tanpa suara. Jari sang kapten menunjuk ke arah Minsana dan dirinya sendiri sebelum menunjuk ke lorong yang berada di sisi kiri. Lanjut menunjuk Fiona, Elard, dan Grey untuk pergi ke arah berlawanan.

Wajah Minsana berubah pucat di keremangan. Dia jelas sangat keberatan dengan pembagian kelompok ini. Begitu juga dengan Fiona yang segera mengalihkan pandangannya ke arah Elard yang tetap terlihat tenang.

Fiona tidak tahu alasan kenapa Gama membagi lagi kelompok yang sudah terbilang kecil. Namun, dia tidak akan protes. Terlebih pria itu tidak memberi ruang untuk berdebat dan segera memberi instruksi untuk bergerak.

Elard yang kembali mendapat penglihatannya, memimpin rombongan. Tidak lagi bergantung kepada Grey sebagai pentunjuk jalan, kaki kekarnya bergerak lincah tanpa menyentuh satu pun benda kecil yang tersebar di lantai.

Lorong yang mereka lalui tidak jauh berbeda kondisinya dengan ruang resepsionis. Hal itu seharusnya membuat mereka bersikap sedikit santai, tetapi kenyataannya tubuh mereka terus menegang kaku.

Sampai di ujung, lorong terpecah menjadi dua jalan. Fiona menoleh ke kedua sisi yang sama-sama tanpa penerangan. Kegelapan yang jauh lebih pekat memunculkan traumanya. Kilasan-kilasan kejadian di GOR membuatnya harus menahan napas untuk merendam kepanikannya.

Sinar putih tiba-tiba menerangi tempat mereka berdiri. Mata Fiona bergerak ke sumber cahaya dan melihat Elard tengah memegang senter yang tadi diberikan oleh Gama ke Grey. Mereka diam saling pandang. Seakan tengah berbicara satu sama lain menggunakan telepati.

Kelopak mata Elard yang sedikit menurun dan garis-garis kasar di wajah yang biasanya memperkuat kontur wajahnya kini mengendur. Semua itu mengatakan satu pertanyaan yang tidak terucap. "Apa kamu mampu berpisah jalan?"

Fiona ragu sejenak. Namun, saat Elard menyodorkan senter ke arahnya, ketakutannya perlahan sirna. Bersama cahaya senter, dia pasti bisa melewati jalan ini tanpa dibayangi memori masa lalunya di Arkala. Dia harus bisa!

Berjalan terpisah. Dasar sepatu Fiona menjejak lantai nyaris tanpa suara. Napasnya pun tertahan lama di paru-paru sebelum diembuskan dengan sangat perlahan.

Sebuah pintu terbuka di sisi kirinya. Fiona mendekat dan masuk. Sinar putih berpendar di ruangan berisi layar monitor dan kursi yang masih tertata rapi. Melihat ini bukan ruangan yang dicari, Fiona kembali menyusuri lorong.

Berjalan semakin dalam, dia merasakan gulita mulai berusaha menyerangnya. Beberapa kali tangannya bersiap mengayunkan pedang ke berbagai arah berbeda. Namun, saat cahaya senter tidak menemukan siapa pun yang menerornya, dia kembali menurunkan pertahanannya.

Keep Running!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang