Bab 14

357 79 3
                                    

Fiona tidak menyangka akan masuk ke fase di mana melarikan diri adalah solusi dari semua masalah. Sebelumnya, dia akan mati-matian menghadapi kesulitan hidup yang mengadang, karena dia tahu menghindar tidak akan menyelesaikannya. Namun, di sinilah dia sekarang, mengayuh kedua tungkai meninggalkan masa lalu yang masih menggelayuti hatinya.

Tidak sekali pun dia berminat menemui Gama. Terlebih mengucap maaf karena sudah menyakitinya. Karena dia tahu semua itu masih mungkin percuma. Mana ada orang yang semudah itu memaafkan seseorang yang nyaris membunuhnya.

"Fio, jangan sampai ketinggalan," ucap Grey kepada Fiona yang mengekor di belakangnya.

Sementara itu, Elard yang memegang bahu sang adik sebagai petunjuk jalan, beberapa kali menoleh ke belakang. Entah apa yang ingin dilihatnya melalui kacamata hitam itu, karena beberapa kali Fiona mengikuti arah pandangannya dan tidak menemukan sesuatu yang aneh. Lagi pula, bukannya dia mengatakan tidak bisa melihat apa-apa di tempat terang?

Berjalan cepat di antara keramaian, mereka bertiga akhirnya sampai di Pelabuhan Biru. Setelah sempat dicegat petugas bus yang akan membawa mereka pelabuhan, mereka juga ditolak masuk. Semua dengan alasan jadwal kepergian mereka yang masih jauh dari antrian.

Fiona tidak tahu apa yang kemudian Elard katakan atau janjikan kepada kedua petugas itu. Karena setelah Grey membawanya menjauh untuk memberi kesempatan Elard bernegosiasi, tidak lama akses masuk mereka dapatkan.

Di Pelabuhan Biru, keramaian memecah konsentrasi Fiona. Laki-laki, perempuan, anak, dan dewasa saling berdesak-desakan dengan kondisi yang menyedihkan. Baju kusam bercampur percikan darah yang entah milik siapa, raut cemas dan ketakutan terpasang di sebagian besar penyintas. Hanya beberapa yang berusaha terlihat tegar, tetapi dia tahu semua itu hanyalah topeng. Karena dia pun tidak jauh berbeda.

Berjalan mengikuti rombongan sebanyak kurang lebih seratus orang, mereka semua berhenti saat tiba di depan kapal berwarna abu tua dengan panjang seratus meter lebih.

Fiona menengadah, berusaha melihat keseluruhan kapal, tetapi kuatnya pancaran sinar matahari di tengah hari ini menghalanginya. Sehingga dia memilih menunduk dan berlindung di balik tubuh Elard yang menjulang tinggi.

"Kamu baik-baik saja, Fiona?" Elard menoleh saat merasakan seseorang di belakangnya menyenggol tas punggungnya. "Kamu, kan, yang berada di belakangku?"

"Iya, kenapa? Aku baik-baik saja," balasnya. "Ngomong-ngomong, kenapa kita berhenti di sini?"

"Grey, ada apa di depan?" Elard melanjutkan pertanyaan Fiona ke adiknya.

Grey berjinjit. Matanya memincing, berusaha melihat apa yang terjadi di depan. "Aku tidak tahu pasti, tapi tiga tentara yang tadinya memandu rombongan kita, kini sedang ngobrol dengan dua tentara lainnya. Aneh, padahal tangga menuju kapal sudah disiapkan, kenapa kita tidak segera dinaikkan, ya?"

"Lihat ke sekelilingmu. Apa ada yang tidak biasa?" perintah Elard.

"Definisikan kalimat tidak biasa?" Grey merenggangkan tubuhnya maksimal ke atas dan mengedarkan pandangannya.

"Cari saja sesuatu yang janggal."

"Apa melihat rombongan tentara bersenjata lengkap termasuk sesuatu yang aneh di tempat dan waktu seperti sekarang, Elard?"

Rombongan tentara? Rasa ingin tahu Fiona tergelitik. Dia ikut berjinjit, walau kepala sebagain penyintas menghalangi pandangannya, tetapi dia bisa melihat jelas apa yang dilihat oleh Grey. Tiga belas tentara berseragam lengkap dengan pelindung diri dan senjata laras panjang.

Keep Running!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang