Bab 11

338 79 2
                                    

Minsana!

"Lalu, jangan lupa follow up hasil darah yang diambil pagi i—" Suara manis Minsana tiba-tiba terputus saat mereka berselisih jalan.

Walau rombongan terus menjauh, tetapi pandangan mata Minsana yang terus mengekor, meningkatkan degup jantung Fiona. Dia berusaha menutupi kegelisahannya dengan menunduk dalam, memastikan tidak ada yang bisa melihat wajahnya. Tangan-tangan berkeringatnya meremas udara kosong di kantung jaket.

"Ada apa, Dokter Ana?" tanya pria berjas putih panjang yang sedari tadi menemaninya.

"Tidak apa-apa. Aku salah mengenali orang. Sampai di mana pembicaraan kita tadi ...." Suara Minsana akhirnya menjauh.

Fiona mengembus lega. Beban yang menggelayuti bahunya akhirnya terangkat. Dia sebenarnya sudah menyiapkan mental untuk bertemu Minsana dan kawan-kawan—termasuk Gama. Walau begitu, perasaan yang terus mencekik lehernya jelas tidak bisa dihilangkan begitu saja.

Perasaan bersalah yang bersembunyi di bagian tergelap hatinya.

"Tunggu, kalian bawa kami ke mana?"
tanya Grey yang menyentak Fiona keluar dari pikirannya.

Perempuan itu menaikkan pandangan dan menatap ruangan yang membentang di hadapannya. Beberapa tempat tidur dijejer nyaris tanpa jarak. Aroma pekat alkohol mengingatkannya akan klinik tempat Minsana biasa memeriksanya berkali-kali setelah selamat dari Arkala. Walau tempat ini beralaskan conblock, tetapi kebersihan yang terjaga menjadikan tempat ini masih layak disebut ruang kesehatan. 

Tiga orang tergeletak tidak berdaya dengan pembuluh darah keunguan mulai mencuat, memberi warna lain selain pucat pasi nyaris tanpa darah. Tangan dan kaki yang terikat di pinggiran tempat tidur memberi sedikit rasa aman. Gulungan kasa steril di beberapa bagian tubuh meningkatkan rasa penasaran Fiona, apakah mereka penyintas yang terkena gigitan zombi dan sedang diobati oleh Minsana?

Suara rintih kesakitan terdengar lemah. Mata Fiona beralih ke seorang pria tua yang terbaring di pojok ruangan. Tangan Fiona mengepal. Kukunya menusuk telapak tangan dan mencetuskan nyeri tajam di sepanjang lengan. Mati-matian dia menghapus wajah lara Prof Gorgo yang tercetus di otaknya, tetapi tidak berhasil.

"Terus maju dan hiraukan apa pun yang kalian lihat di sini, kalau tidak ingin mengalami mimpi buruk," balas tentara yang berada di depan.

"Mereka jelas sudah digigit dan tidak lama lagi akan berubah. Kenapa kalian tidak mengurungnya? Apa kalian sudah menemukan antivirus sampai-sampai kalian tidak takut dengan keberadaan mereka?" Grey terus mencecar pertanyaan kepada para tentara. Namun, para tentara memilih tidak menjawab pertanyaan bernada ketakutan dari Grey.

"Hei, kenapa kalian diam saja!" kesal remaja pria itu.

"Grey, sudah." Elard mencengkeram lengan sang adik.

Mereka bertiga kembali digiring ke bagian paling belakang tenda. Dua orang berpakaian seperti astronot berdiri menunggu di antara tempat tidur besi lengkap dengan empat belenggu. Cahaya pucat yang menerangi membuat mereka seakan tengah berada di UFO lengkap dengan alien dan mereka adalah kelinci percobaan yang hendak dibedah.

"Tunggu, tempat apa ini? Bukannya kalian hanya akan memeriksa kami?" tanya Fiona kebingungan.

"Sudah kubilang, kami bertiga bersih dari gigitan!" Grey ikut berteriak panik. "Kalian tidak bisa memperlakukan kami seperti ini."

Sementara itu Elard yang kembali buta total akibat penerangan, hanya bisa waspada dan bersiap mengeluarkan tongkat dari dalam tas.

"Jangan melawan!" Suara pengaman pistol dilepaskan menghentikan interupsi dan gerakan mereka. "Kalian baru saja keluar dari daerah di mana jumlah zombi jauh lebih banyak dibandingkan semut yang berkeliaran di bawah tanah. Jadi, jangan harap kami akan percaya kalau kalian bersih," ucap salah satu tentara dengan papan nama Chris K tersemat di dadanya.

Keep Running!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang