"Bawa aku keluar dari sini. Segera!" pinta Fiona yang terdengar seperti paksaan.
Masuk ke ruang tertutup di mana hanya ada sinar kuning lembut dari lampu lentera di sudut ruangan. Penglihatan Elard kembali. Tanpa bantuan Grey, dia mengambil duduk di samping Fiona dan menatapnya. "Kamu baik? Ada yang luka?"
"Semua baik. Sekarang, katakan kamu bisa membawaku keluar dari tempat ini," tuntut Fiona.
Elard menggeleng. "Setelah mendengar semua yang terjadi di pelabuhan, aku sangsi bisa mengabulkan keinginanmu, Fiona." Elard menjeda. "Membawamu keluar jelas bisa, tapi tidak sekarang."
Fiona bungkam, jari-jarinya menghunjam dalam ke telapak tangan. Hanya ada suara langkah dan bisik-bisik gosip para tentara serta pengungsi lainnya yang menyisip masuk dan menghidupkan suasana di dalam.
"Kenapa Fio tidak minta tolong ke teman—"
"Tidak!" Fiona segera memotong kalimat Grey, seakan tahu apa yang hendak dikatakan.
"Hei, aku belum selesai bicara!" Grey terduduk kesal di pinggir tempat tidur seberang Fiona.
"Aku tahu ke mana arah pembicaraanmu. Dan aku tegaskan, dia bukan temanku!" kesal Fiona.
"Lalu apa kalau gitu?" Grey merengut bingung sebelum akhirnya senyum menggoda mengembang di wajahnya. "Aah, cinta bertepuk sebelah tangan. Kasihan dia."
"Kapten!" Panggilan hormat terdengar bersahut-sahutan dari luar. Mereka bertiga yang berada di dalam segera memutar kepala ke arah pintu masuk.
Lambaian kain terpal membuka jalan. Gama masuk membawa aura kepemimpinannya yang kali ini terkesan arogan. Matanya tidak berhenti memandang tajam ke arah dua pria yang duduk di dekat Fiona.
Grey yang merasakan ancaman, bersembunyi di belakang Elard yang terlebih dahulu bangkit saat mendengar kehadiran orang asing. Sementara itu, Fiona tetep duduk, berpura-pura tidak mendengar ataupun melihat kedatangan Gama.
Tanpa ada kalimat sapaan, Gama bergegas masuk dengan tatapan yang terus melekat pada paras manis Fiona.
"Selamat malam, Kapten. Selamat datang di tenda pengungsian kami." Elard, yang tubuhnya sedikit lebih tinggi dibandingkan Gama menyapa dan menghalangi geraknya. "Ada yang bisa aku bantu." Dia tersenyum simpul.
"Menyingkir. Aku akan membawa Fiona pergi dari sini." Tangan Gama bergerak untuk menyingkirkan sang penghalang, tetapi tangan Elard dengan cepat menangkap dan menahannya di udara.
Gama tidak segera bereaksi. Matanya menyipit. Memandang iris cokelat kehitaman yang melebar di kekelaman. "Kamu tidak buta?"
"Tidak di kegelapan," jawab Elard tersenyum lebar. Berada di kegelapan jelas meningkatkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi pria yang dari kemarin hanya bisa didengarnya. Kini setelah melihat perbedaan fisik mereka yang tidak banyak, membuatnya sedikit congkak.
Gama menyentak tangannya lepas dan mundur selangkah. "Fiona, kita pergi dari sini," perintahnya tegas.
Fiona mempertahankan diamnya dan membuang wajahnya menjauh.
"Fiona, kamu tidak tidur di sini malam ini. Tidak bersama kedua pria ini," lanjutnya yang kembali tidak mendapat respons dari si pemilik nama.
"Kapten, jangan paksa dia. Fiona jauh lebih aman berada di sini daripada di luar," ucap Elard. "Kami akan menjaganya. Percayalah."
Namun, Gama sama sekali tidak terbeli dengan janji Elard. Untuknya semua pria tidak aman bersama Fiona. Bukan hanya karena mereka yang bisa melakukan sesuatu yang tidak senonoh dengannya. Namun, lebih karena dia tidak ingin Fiona melakukan pembunuhan yang dulu dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Running!
AdventureBUKU KEDUA R-18 : Blood, Gore. Genre : adventure, thriller, action, (minor) romance Note : sequel dari Run! (Disarankan baca cerita pertama sebelum membaca cerita ini, karena berisi spoiler bab terakhir Run!) Fiona, alias Natasha, kembali dihadapka...