"Jelaskan dengan singkat dan masuk akal, Sersan. Bagaimana caranya zombi bisa memasuki tempat pengungsian yang dijaga ketat!" Gama berusaha tenang. Meski begitu, dia tetap tidak bisa menahan suaranya melengking tinggi.
Masih dengan darah mengering di kening dan baju berdebu, Gama memimpin rapat terbatas, tanpa Elard dan Grey. Tidak hanya dia, Fiona dan yang lainnya pun masih kotor berlumur darah dan keringat. Dia sama sekali tidak memberi waktu untuk sekedar bersih-bersih.
Berdiri di tengah-tengah ruangan, diapit dua barisan meja yang saling berseberangan, Sersan Dallen berdiri dengan kepala tertunduk. "Maaf, Kapten Gama. Tapi sungguh saya tidak ta—"
"Bagaimana mungkin kamu tidak tahu!" Gama menggebrak meja di ruang rapat. "Bukannya kamu bertanggung jawab di sini ketika kami pergi! Semua orang yang keluar masuk harus dengan sepengetahuanmu! Sepertujuanmu! Apa kamu tidur selama aku pergi?"
Melihat Gama mengeluarkan taringnya, Troy yang duduk di sampingnya memilih diam. Menikmati emosi yang lama dikubur oleh kawannya.
Fiona yang kembali duduk berseberangan dengan para tentara. Matanya melirik ke arah Minsana yang duduk di sebelahnya. Melihat bagaimana kedua tangan sang dokter saling meremas dan kaki kanan tidak berhenti bergoyang, membuat Fiona iba.
"Minsana, aku percaya padamu. Semua akan baik-baik saja." Fiona menjulurkan tangan dan menggenggam pelan tangan Minsana.
"Terima kasih, Fiona. Aku perlu itu," ucapnya sambil mengusap pelupuk yang mulai tergenang air mata.
"Jawab, Sersan Dallen!" teriakan Gama mengembalikan atensi kedua perempuan itu.
"Sersan, cukup ceritakan sesuai dengan apa yang kamu lihat," sambung Troy datar.
Fiona mendengkus berat. Tidak pernah sekali pun dia berpikir akan berada di situasi langka seperti ini. Gama yang terbiasa diam dalam sabar, kini berteriak lantang penuh amarah. Sedangkan Troy yang biasanya lebih mudah terbakar emosi kini berbicara lembut.
Mata Dallen berputar di soketnya. Pikirannya sedang menyusun skenario berdasarkan apa yang disaksikannya kemarin setelah rombongan berangkat.
"Pagi itu, setelah Kapten dan yang lainnya berangkat. Kondisi di tempat pengungsian masih sama seperti biasa." Dallen memulai narasinya.
Saat itu sang sersan ingat betul tengah berada di atas dinding perbatasan. Menghitung bosan para zombi dan mengintip dari kejauhan melalui teropong ke jalanan untuk mencari seseorang yang kemungkinan masih hidup.
Tidak ada huru-hara yang berarti. Beberapa tentara yang berjaga pun lebih sering menurunkan mocong pistolnya. Sampai keributan terdengar dari arah tenda pengungsi.
Bersama tiga bawahan, Dallen berjalan cepat ke sumber kerusuhan. Sesampainya di sana banyak orang berkumpul. Teriak makian terdengar jelas di antara kerumunan.
Dallen mencoba menerobos barisan orang penasaran yang sebagian bahkan tidak mau memberinya jalan. "Bubar bubar!" teriaknya kesal.
Barisan merenggang. Dallen berhasil menyisip ke depan dan melihat seorang perempuan mengenakan pakaian lusuh, duduk bersimpuh di tanah. Kepalanya merunduk, wajahnya bersembunyi di balik rambut kasar yang panjangnya melampaui bahu.
"Ada apa ini?" Dallen bertanya kepada remaja pria yang tampak berang dengan darah mengucur dari lengan kirinya.
"Perempuan gila ini mengigit tanganku!" teriak pria itu histeris. Wajahnya merengut marah.
"Nona, ada apa denganmu? Apa dia menganggumu?" Dallen berjongkok di dekatnya. Suaranya tegas dan sopan. Kepalanya meneleng, berusaha mengintip dari helaian rambut yang menghalangi pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Running!
AdventureBUKU KEDUA R-18 : Blood, Gore. Genre : adventure, thriller, action, (minor) romance Note : sequel dari Run! (Disarankan baca cerita pertama sebelum membaca cerita ini, karena berisi spoiler bab terakhir Run!) Fiona, alias Natasha, kembali dihadapka...