Prolog

238 29 160
                                    

$sup, Everyone! Yuk merapat ke Aleyna!

Aleyna dah sampe ke kota mana aja nih?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aleyna dah sampe ke kota mana aja nih?

Selamat membaca sampai akhir🥰

.

.

.


Fyi :
Emot andalan 👒💐—Berpindah kisah tokoh/Batas dimulainya part.

👒💐

Drrrtt... Drrttt
Dering alarm yang tiada hentinya dari 10 menit lalu, semua orang di rumah jadi terbangun karenanya. Seorang wanita paruh baya mendatangi sumber suara tersebut tidak tahan. Dari kamar putri sulungnya, rupanya.

"Ya ampun, Aley! Dari tadi alarmnya bunyi belum bangun juga? Dasar anak kebo!" seru Linda sembari menarik selimut doraemon itu.

"Ale kan anak Mamah, bukan kebo guling yang di sawah," jawab anak itu yang bukannya langsung bangun, ia makin meringkuk dan tersenyum dengan mata masih terpejam.

"Kamu itu masih untung ya punya Mama modelan kayak Mamah gini. Kalau ngga, udah dicambuk kayak kebo beneran!"

Kali ini tidak ada sahutan sama sekali. Gadis itu malah makin enak tidurnya seolah-olah wanita di depannya ini tengah mendongeng. Mana ngoroknya kuat banget.

"Aley!" bentak Linda sekali.

Namun tetap saja, ia masih tertidur.

"ALEYNA PAVO ELEANOR!"

"Ya Allah Ya Robbi! I-iya, Mah, SIAP!" sontaknya seketika langsung bangun tertegap.

"Nah ngucap juga kamu pagi-pagi. Cepetan mandi, abis itu sarapan terus latihan main motor sana," titah Linda dan agak terkekeh. Ia pun berbalik badan meninggalkan kamar.

"T-tapi, Mah. Kalo mandi ntar Ale ingusan gimana? Kan Ale alergi," alasannya.

"Jangan banyak alesan! Lebih tau Mamah daripada kamu, ini udah siang bukan subuh kayak hari sekolah."

Gadis itu menoleh ke jam dinding, matanya terbelalak setelah melihatnya.

"O—OKE, SIAP BOS!"

***

Sehabis gadis itu mengumpulkan nyawa lalu mandi, ia menuju meja makan lalu menatapnya kecewa. "Ih, dikit banget sarapannya. Laksannya dua biji doang, Mah?" protesnya.
Jangan lupa bahwa dirinya anak pertama yang gagal manja dengan orangtuanya, ia mempunyai seorang adik perempuan yang jarak usianya 2 tahun darinya. Yang hobinya menyeletuk dan mengompori.

"Salah sendiri bangun siang, kan laksannya udah pindah ke perut gue," sahut Ariel seraya menunjukkan wajah yang membuat Aleyna jengkel.

"Untung cuma satu, kalo dua gue jadiin dia laksan."

Selesainya drama dua biji laksan, Aleyna duduk terseler di sofa mengingat perutnya sudah terisi.

Linda yang melihat anaknya yang satu itu mulai merocos lagi, "Nih anak bukannya langsung latihan motor malah senderan disini?!"

"Aduh, Mah. Kenyang nihh, lagian kan ini udah siang, jalanan rame terus kalau nabrak orang gimana?" lirihnya.

"Anaknya Alinda Danastri dan Ucuprasetyo mana mungkin bisa nabrak orang. Belajarnya di lapangan jadi jangan banyak alesan atau Mamah lempar pake panci pink?" kata Linda dengan tangannya yang mulai terangkat.

"Oke deh," turut Aleyna dengan nada lesu.

Anak baru di Komplek Setia Bangsa itu mengendarai motor Scoopy-nya laju. Baru seminggu dia pindah rumah kemari maka tak heran jika mata orang-orang mengawasinya. Ditambah lagi seminggu itu dia tak pernah keluar rumah. Biasalah, anak rumahan.

Aleyna tetap mengendarai walau telah sampai di lapangan. Tempat rerumputan yang luasnya sekitar satu hektare siap ia kelilingi. Mulai dari menancap gas, mengerem perlahan-lahan, berbelok dan berputar arah.

Ada masanya ia letih dan merasa kepanasan, gadis itu pun duduk di pinggiran untuk berteduh. Dari sini ia melihat orang-orang bermain futsal, latihan pencak silat bahkan ia melirik takut saat melihat orang-orang berkumpul dengan jaket hitam dan moge-nya. Bukannya takut sama warna hitam, agak miris saja dengan yang namanya geng motor.

Padahal Aleyna sering membaca novel tentang anak geng motor yang pacaran sama anak rumahan, tapi entah kenapa baginya cukup di dunia haluan saja. Di dunia nyata ia ingin sosok yang ahli dalam agama, dan lelaki baik tentunya.

"Sayang banget ngga bawa novel, pelangak-pelongok deh gue disini."

Kemudian matanya teralihkan dengan lelaki yang ada di sampingnya. Tidak dekat, jaraknya sekitar dua meter.

Lelaki itu tengah membaca buku dengan kacamata tebal yang menambah titik fokusnya. Tidak tahu buku apa yang sedang ia baca, yang pasti bukan sejenis novel.

Dalam batinnya Aleyna berbicara, laki-laki di sebelahnya ini sangat berbeda dari laki-laki lainnya. Kalau lelaki lain memegang bola, game, gas motor, bahkan HP 24 jam seperti yang ada di lapangan ini, maka ia berbeda. Hanya buku tebal yang berada di tangannya.

Walaupun kacamata tebal terpasang lelaki ini tidaklah mirip culun. Rambut tertutupi topi, hidung mancung dengan alis yang tebal, terutama kulit putihnya yang mencolok karena ia memakai kaus hitam.

Vibes-nya tuh cowok mahal, cerdas dan berwawasan. Kurang lebih laki-laki modelan beginilah yang Aleyna inginkan.

Gadis itu hendak bershalawat. Karena katanya ketika kita menginginkan sesuatu maka bershalawat-lah. Namun hendak satu kata ia lontarkan tiba-tiba saja lelaki itu menutup bukunya lalu pergi tanpa menoleh. Sampai-sampai ia meninggalkan buku yang baru saja dibacanya tadi.

Aleyna mendekati buku itu dan hendak memanggilnya namun keburu sudah jauh lelaki misterius itu melangkah. Lagian kalau dipanggil mau dipanggil dengan sebutan apa?

Aleyna memegang dan membuka buku tebal itu. Seketika pandangannya jadi buram setelah melihat isi buku itu. Isinya rumus-rumus fisika!

"Astaga naga. Gak kuat gue ngeliat angka-angka ini. Untung gue jurusan IPS, kalau gue jurusan IPA dah tamat duluan kali," katanya sembari menutup mata dan buku itu.

"Tuh abang-abang kok kuat begete ya baca buku ini? Rupanya ngebaca ini toh. Dilihat-lihat pasti anak IPA sih, Masya Allah cerdas sekali dirimu. Mana ganteng lagi. Ga sempet deh gue shalawatin."

Aleyna melihat ke bagian belakang buku itu, ia membaca stempel nama yang tak lain adalah nama lelaki tadi.

"Edgar Nicholas."

___________________________________


.

.

.

ALEYNA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang