New family

214 20 3
                                    

"Kak Taufan? Kak, ayo ke mobil... kita mau berangkat..."

Suara adik pertamanya membuyarkan lamunan, dialihkanya pandangan mata nya dari jendela kamar mereka berdua menatap ke arah adiknya.

Taufan mengangguk "Duluan Gem, baterai hp ku sebentar lagi penuh... Tinggal 99%" katanya sambil mematikan hp yang tadi ia cek.

Gempa menurut, dia pergi membawa koper dan tas punggung nya yang terlihat penuh barang namun rapih dari luar.

Taufan sendiri mulai mengecek kembali barang-barang nya, memastikan tidak ada yang tertinggal mengingat dia akan meninggalkan rumah ini.

Ya, mereka akan pindah rumah. Setelah hampir 8 tahun hidup disini dengan bunda dan adik-adiknya, keluarga nya akhirnya memutuskan untuk pindah.

Dimana ayahnya? Lupakan orang busuk itu, ayah mereka yang dulu mereka banggakan telah menjadi orang paling buruk di hidup Taufan.

Bagaimana tidak? tidak hanya terang-terangan mengatakan pada bunda mereka bahwa dia telah berselingkuh dengan rekan kerja kantornya selama lebih dari 5 tahun ini.

Orang itu juga dengan brengsek nya berkata bahwa ia tidak pernah mencintai orang bodoh dan naif seperti bunda mereka, satu-satunya hal yang ia cintai adalah kekayaan keluarga bunda mereka yang terkenal kaya.

Karena itu dia diam-diam mengumpulkan uang untuk dirinya dan keluarga selingkuhanya, mengkorupsi uang perusahaan milik keluarga Bundanya atas nama Bunda hingga membuat perusahaan itu hampir bangkrut.

Untungnya salah satu bawahan kantor menyadari hal ini, dan segera memberikan bukti kejahatan Ayah pada Bapaknya Bunda, selaku pemilik perusahaan.

Amarah sang kakek pun tak terelakkan, beliau langsung turun tangan sendiri, membawa ayahnya ke hadapan bunda bersama selingkuhan nya yang sudah beranak dua.

Singkatnya mereka bercerai, ayah dan jalang itu mereka di usir dari rumah beserta hutang-hutang perusahaan yang ia buat sendiri tanpa sempat membawa barang pribadi nya maupun sepeser uang.

Meski Bunda mereka bersedih, dia tetap berusaha untuk tegar dan merawat mereka dengan baik, terlebih karena  dirinya sedang hamil anak kembar lagi dari orang itu.

Taufan tidak bisa membayangkan rasa sakit di hati Bunda nya, yang kemarin nya datang dari rumah sakit setelah menjenguk temannya dengan wajah berseri-seri, memberitahukan mereka bahwa mereka akan memiliki adik lagi, terlihat tak sabar mengabarkan suaminya itu ketika hal ini malah terjadi.

Setahun telah berlalu, banyak hal yang terjadi.

Meski hutangnya sudah tidak ada, perusahaan bunda masih terkena dampaknya, dan membutuhkan banyak  tenaga dan biaya agar bisa pulih, karena itu setelah cuti melahirkan Bunda dan kakeknya segera kembali kerja demi menghidupi mereka.

Gempa memilih fokus membantu Bunda merawat si kembar setelah pulang sekolah dengan keluar dari osis dan ekstrakurikuler pilihannya, untungnya teman-teman Gempa sangat baik dan pengertian bahkan beberapa dari mereka yang punya adik, mencoba membantu dengan memberi saran dan barang bayi yang mereka punya.

Taufan sendiri tahu kalau dirinya juga agak berubah, dulu ia sering main dengan teman-temannya hingga malam, namun kini ia pulang setidaknya 30 menit sebelum magrib, dia juga jadi lebih serius belajar meski masih bermain dengan teman-temannya.

Taufan merasa lega, mengetahui bahwa kedua adik bayinya, Duri dan Solar, bisa tumbuh dengan baik meski Bunda sering sibuk dan jarang bersama mereka, bahkan ASI pun mereka dapat dari botol yang bunda mereka sediakan, dan kini mereka sudah mulai belajar untuk berjalan dan berbicara walau masih jauh dari kata sempurna.

Meski begitu bukan berarti tidak ada luka di hati mereka, Taufan menjadi sulit untuk percaya pada pria yang lebih tua darinya sehingga terkadang dia kelepasan saat Bunda nya membawa tamu kantor laki-laki ke rumah dan Gempa yang sering menangis dimalam hari, antara rindu, sedih dan murka pada orang yang ia panggil ayah dulu.

Taufan sendiri berfikir bahwa bundanya mungkin juga trauma terhadap pria namun karena profesionalitas nya saat kerja, hal itu tak terlihat jelas, jadi mungkin bundanya tidak akan menikah lagi, dan Taufan tak keberatan dengan itu.

Tapi takdir berkata lain, beberapa minggu yang lalu bundanya memanggil dirinya dan Gempa ke ruang makan setelah menidurkan si kembar dikamar nya.

"Taufan, Gempa, ada hal penting yang ingin Bunda tanyakan..." Bunda nya berkata begitu sambil mengaduk teh hijau ya. " Apa.... Kalian ingin memiliki Ayah lagi?" katanya pelan

Mata Taufan membulat, hampir saja menggebrak meja bila tak ditahan Gempa yang tampaknya merasakan hal yang sama dengannya, tatapan matanya berkata.

Aku tahu kak, tapi Bunda sedang  bertanya baik-baik, jadi mari kita dengarkan dulu, lagipula Bunda juga pasti tahu apa yang kita rasakan...

Taufan menghela nafas, itu benar, Bundanya mungkin sudah memikirkan berkali-kali tentang ini sebelum berani bertanya kepada mereka, dan Bunda merekalah yang paling terluka atas semua ini..

"Sejujurnya aku tidak mau Bunda... Taufan.. Gk bisa percaya pada pria tua lagi... Taufan gk mau Bunda disakiti lagi..." jawab Taufan dengan lirih...

"Gempa juga sama kyk Kak Taufan... Tapi..." Gempa berhenti sesaat menatap kakaknya "kalau Gempa rasa.. Memang berat hidup tanpa ayah...Bunda terlalu banyak kerja hingga Gempa khawatir... Takutnya Bunda jatuh sakit... Apalagi Duri dan Solar juga mungkin butuh sosok Ayah..."

Taufan jadi merasa egois, yang dikatakan Gempa ada benarnya, tidak seperti mereka berdua yang pernah merasakan rasanya punya seorang ayah, meski ternyata hanyalah kebohongan belaka, Duri dan Solar sejak lahir tidak bisa merasakannya.

Gempa yang lebih sering dirumah mungkin menyadari hal ini saat mengurus mereka, kenyataan pahit bahwa adik-adiknya tidak tahu sosok bernama ayah.

"Maaf Gem.. Harusnya aku lebih peka..." Ujar Taufan semakin menunduk..

"Tidak kak, Gem nggak nyalahin kakak... Gem tahu kakak juga berusaha yang terbaik untuk kita semua... Hanya tolong jaga kesehatan kakak... Sama seperti Bunda... Kakak telah berkerja terlalu  keras..." Gempa menggeleng pelan, berusaha untuk tidak menyakiti kakaknya lebih jauh.

"Yah..makasih Gem."Taufan tersenyum kembali sebelum menghadap Bundanya" Bund.. Kalau boleh tau siapa yang Bunda maksud? Dan kenapa tiba-tiba? "

"Begini... Kalian mungkin belum tahu... Tapi saat perusahaan Bunda hampir bangkrut, ada teman bunda datang membantu, dia mengenalkan perusahaan bunda pada grup investor kaya dan singkatnya berhasil di bantu oleh mereka..."

"Setelah itu pemilik nya datang untuk melihat perkembangan di kantor Bunda dan ya bunda mulai kenal dekat dengan nya, Namanya Amato Abashiah, pemimpin Grup Aba. Kalian bisa cari tahu profilnya di internet kalau penasaran..."

"Pak Amato itu seorang Duda, anak tiga, isterinya meninggal delapan tahun lalu setelah melahirkan anak bungsu nya.... Dia bilang kalau Bunda sama hangatnya dengan mendiang isteri dan mau melamar bunda, meski tahu bunda sudah punya anak..."

"Awal nya dia bilang, dia mungkin hanya sekedar ingin ada yang menggantikan posisi mendiang isterinya, namun lama-lama dia mulai melihat Bunda sebagai Bunda, dan... Bunda juga merasakan hal yang sama"

Bunda menatap mereka lekat "Namun Bunda tidak ingin menyakiti kalian... Bunda tahu... Orang itu telah membuat luka yang dalam di hati kita.. Makanya Bunda bilang ke beliau untuk memberi waktu dan itupun tergantung Jawaban kalian...Bunda gk akan maksa... Kalau kalian menolak maka Bunda juga... "

Taufan terenyuh melihat Bunda nya begini, dia tahu... Dari cerita Bunda nya, bahwa Bunda nya sebenarnya juga ingin hal yang sama dengan pria itu, namun hanya karena mereka Bunda nya mengulur waktu.

Taufan menatap Gempa yang juga melirik nya dengan wajah sama dengannya, mereka berdua saling menatap lekat, sepertinya mereka berdua sudah paham arti wajah satu sama lain ...

"Baiklah... Bunda... Kalau Bunda mau kami akan ikut...."

"Asal bunda bahagia, kami juga bahagia.. Tapi.."


"Kalau orang itu berani menyakiti Bunda... Maka kami tidak mau lagi"





















Short Stories By Moss.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang