"Ais telah mati. "
Dan sebelum si sialan yang memberinya kabar omong kosong kembali berbicara, tinju berapi sudah melayang tepat wajahnya, menghantam tubuh yang tidak dapat melawan karena terikat oleh akar berduri yang tajam.
"BRENGSEK! JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KU!"
"Blaze! JANGAN—" Gempa dengan cekatan menahan tubuh saudara berapi nya itu, mencegah pelaku berakhir menjadi ubi bakar.
"KAK GEM! LEPASS! DIA PERLU KU BERI PELAJARAN—"
"Tsk, membunuhnya sekarang dan kita tidak akan dapat menemukan Ais, bodoh!"
Sahutan Solar sukses menghentikan tindakan Blaze yang berganti menjadi berdecak kasar, tak bisa membantah sekalipun amarah masih menyulut emosi nya. Blaze tidak ingin kejadian di Baraju terulang.
Walau wajah adiknya tampak tenang, Blaze tahu dia sebetulnya juga sama tertekan nya dengan yang lain, mengkhawatirkan keberadaan salah satu dari mereka yang menghilang akibat ulah orang ini.
Gertakan kecil terdengar dari pemilik topi hitam, ujung pedang listriknya sudah berada di leher orang itu saat dia berkata dengan nada rendah,"Katakan dimana Ais atau kamu akan menerima akibatnya."
Biasanya, ditatap oleh sepasang Manik semerah darah yang menyala terang di tengah kegelapan ini cukup untuk membungkam seseorang, atau bahkan membuat mereka jatuh ke tanah dengan ketakutan setengah mati. Halilintar adalah simbol ketakutan dalam perang, orang yang diberi julukan Death Reaper karena kebengisan nya dalam memotong musuh.
Mereka pun memiliki pemikiran yang sama, seharusnya orang ini sudah meminta ampun dengan sujud jika dia waras dan mengenal rasa takut. Tapi kemudian, orang yang mereka tangkap atas pelanggaran banyak aturan perang antar galaksi ini adalah psikopat berdarah dingin yang telah membumihanguskan banyak negara menjadi abu, menghancurkan banyak planet tanpa sisa.
"Haha, rupanya selain bodoh kalian juga budeg ya? Apa telinga suci kalian tidak bisa menangkap fakta bahwa orang itu sudah mati, Ais sudah mati ku bilang. Perlu ku ulang sampe berapa kali? DIA SUDAH MAT—AKKHahaha!"
"Dia sudah gila." Manik hijau itu hampa saat menusuk jantung si pelaku dengan sulur hijau nya, menatap adik satu-satunya dengan kepala miring, "Apa tidak ada cara lain untuk menemukan Kak Ais selain membuatnya buka mulut, Solar?"
"Andai ada, aku tidak akan di sini mendengar tawa bajingan ini." Solar menggeleng frustasi, menahan keinginan impulsif nya untuk menembak mati orang yang dikenal abadi ini, "Satu-satu cara adalah membuatnya membongkar sendiri teknik misterius itu."
"Begitu," Taufan menyeringai sangat lebar, manik biru nya menyala dengan sebuah lambang berlian muncul di tengah nya. Menatap semua saudaranya satu persatu, tidak ada yang melawan saat syal putih itu muncul mencekik pelaku dengan erat diiringi oleh angin kencang yang berkecamuk kian ganas, "Maka tidak masalah jika aku bermain dengannya."
"Kau mungkin punya regenerasi super, tapi masih bisa merasakan sakit. Mari kita lihat seberapa lama kamu bisa menahan badai dengan tubuh telanjang begitu. "
"Oho? Khaau pikhir akan semudah ithuu?" Suara nya tertahan, namun jelas masih bersikeras untuk tidak kehilangan ketenangan nya saat tubuhnya diangkut ke langit yang dipenuhi badai, "Tidak... Ada... Yang pernah selamat... Begitu tubuh mereka tercabik di dalam... Portal kematian ku—haha!"
"Sialan!" kuping nya panas, Blaze tidak bisa menahan diri nya lagi, lantai yang dia pijak sudah melepuh dan bisa saja ambruk jika Gempa tidak membuat penghalang disekitar.
Ingatan nya berputar di saat terakhir dia melihat adiknya yang sebiru laut, wajah pucat nya yang mendorong tubuh Blaze dari terkena serangan dari portal yang terbuka, senyum yang dia ukir sebelum hilang dimakan kegelapan benar-benar membuat nya membatu di tempat,
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Stories By Moss.
RandomWelcome to this Book. Kumpulan karya tulis berbagai jenis tulisan mulai dari oneshot hingga cerbung yang berisi ide-ide cerita Moss yang absurd nan Gila. Di isi berbagai Genre dari yang ringan hingga berat, comedy hingga Angst. Dengan karakter origi...