Bab 4

2.3K 276 8
                                    


Prilly segera mengemudikan mobilnya menuju kediaman Nasution. Sepanjang perjalanan ia berusaha menikmati kebersamaannya dengan mobil sedan kesayangannya itu.

Prilly membeli mobil ini bekas pakai kebetulan saat itu pemilik mobil ini sebelum dirinya menjual mobil ini karena membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengobatan istrinya sehingga ia menjual mobil ini dengan harga yang sangat jauh dari harga pasarannya.

Prilly yang saat itu baru saja menerima bonus dari Pak Andre langsung jatuh hati ketika melihat mobil ini sehingga ia segera melakukan pembayaran kala itu dan sekarang rasanya berat sekali jika ia harus berpisah dengan mobil kesayangannya ini.

"Gue nggak punya pilihan lain." Lirih Prilly sambil mengusap lembut bagian mobilnya. "Seandainya Ibu bisa mengerti mungkin gue bakalan pertahanin lo." Katanya lagi.

Prilly sama sekali tidak ingin berpisah dengan mobil kesayangannya ini bahkan sekarang ia melajukan mobil ini dengan kecepatan dibawah 50 km/jam, jika bisa ia ingin terus berada di dalam mobil yang sayangnya tidak mungkin ia lakukan, Pak Andre pasti sudah menunggunya.

Prilly kembali menghela nafasnya saat mengingat bagaimana hubungannya dengan sang Ibu yang semakin hari semakin renggang. Prilly merasa jika semakin kesini kasih sayang Ibunya pada dirinya jadi semakin berkurang bahkan terkadang ia merasa jika sebenarnya Ibunya hanya membutuhkan uangnya bukan dirinya.

Prilly tak masalah jika harus bekerja mati-matian demi menghidupi Ibu dan Adiknya namun tidakkah mereka sedikit saja mengkhawatirkan dirinya disini? Prilly hidup sendirian di kota ini bahkan ketika sakit saja ia terpaksa harus berobat sendirian. Prilly tidak menyangka jika takdirnya akan semenyedihkan ini tapi ia tetap tidak akan menyerah tidak apa-apa jika dirinya hanya dijadikan bank berjalan oleh Ibu dan Adiknya, Prilly akan terus berusaha membahagiakan mereka.

Akhirnya sedang yang dikemudikan oleh Prilly memasuki pekarangan rumah Andre, Prilly pernah beberapa kali menyambangi rumah Bosnya sehingga para pekerja disini sudah cukup mengenali dirinya bahkan hubungannya dengan istri Bosny itu juga lumayan dekat.

Prilly menyukai kepribadian Nyonya Santi yang sangat sederhana dan penuh ketulusan meksipun ketika berbicara wanita paruh baya itu suka ceplas ceplos tanpa perduli siapa lawan bicaranya namun dibalik semua itu Prilly sangat menghormati perempuan itu.

Perlahan Prilly melangkahkan kakinya menaiki undakan tangga yang membawanya ke depan pintu utama kediaman Nasution. Prilly menekan bel beberapa kali sampai akhirnya pintu terbuka.

"Nona Prilly sudah ditunggui Bapak diruang kerjanya." Jelas seorang pekerja yang juga sudah mengenal Prilly.

"Baik Mbak saya temui Bapak dulu."

Prilly melangkah menuju ruangan yang berada di dekat tangga dimana ruangan itu adalah ruang pribadi Andre yang sekarang dijadikan ruang kerja. Prilly terlalu fokus memeriksa beberapa map yang ia bawa hingga ia tidak terlalu memperhatikan langkahnya sampai akhirnya ia dikejutkan karena rasa sakit pada kepalanya.

Brak!

"Aduh!" Prilly memekik pelan sambil memegang keningnya yang menabrak sesuatu yang cukup keras hingga membuat kepalanya luar biasa sakit. Bahkan ia tak sadar melepaskan map yang sedari tadi berada dalam pelukannya.

"Kalau jalan pakai mata Mbak!"

Mendengar suara berat seorang pria membuat Prilly sontak mendongak membalas tatapan tajam pria yang tak lain adalah putra semata wayang Pak Andre.

"Harusnya Mas yang hati-hati kalau jalan!" Balas Prilly tak kalah sewot.

Ali mendengus pelan mendengar suara lantang sekretaris Ayahnya yang dikenal sombong itu. "Halah bilang aja lo emang mau kenalan sama gue kan makanya sok-sokan nabrak gue. Udah kebaca trik lo sama gue Mbak!" Ucap Ali songong.

"Gila!" Umpat Prilly setelah mengambil map yang berceceran di lantai lalu melangkah menuju ruangan Pak Andre tanpa menghiraukan Ali yang shock berat diumpati oleh anak buah Ayahnya.

Ali menatap penuh dendam punggung kecil Prilly yang sudah menghilang dibalik pintu ruang kerja Ayahnya. "Awas ya lo gue buat jatuh cinta sama gue terus gue tinggal mampus lo!" Ucap Ali sebelum beranjak meninggalkan kediamannya.

*****

Prilly segera menyerahkan map-map yang harus ditandatangani oleh Andre. Pria paruh baya itu terlihat begitu pucat tidak seperti biasanya.

"Ini saja atau masih ada yang lain Prilly?" Tanya Andre setelah membubuhkan tanda tangan terakhirnya di kertas yang Prilly serahkan.

Prilly merapikan kembali kertas-kertas itu lalu menggeleng pelan. "Untuk hari ini hanya ini saja Pak." Jawabnya kaku seperti biasa.

Andre menganggukkan kepalanya pelan sebelum menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi dibelakangnya. "Bapak baik-baik saja? Mau saya panggilkan Nyonya Santi?" Tanya Prilly yang merasa khawatir dengan kondisi Bosnya.

Andre membuka matanya lalu menggeleng pelan. "Kamu khawatir sama saya?" Tanya Andre setengah bercanda karena jarang sekali ia melihat sekretarisnya berbicara dengan wajah panik seperti sekarang. Biasanya ekspresi yang ditampilkan oleh Prilly hanya datar.

Prilly berdehem pelan lalu menganggukkan kepalanya. "Bapak sudah saya anggap seperti Ayah saya sendiri jadi wajar jika saya khawatir." Jawab Prilly lugas. Selain kinerjanya yang bagus sifat terus terang gadis inilah yang membuat Andre nyaman menjadikan Prilly sebagai sekretaris pribadinya.

Andre menatap Prilly dalam sebelum senyuman kecilnya terbit. "Kalau kamu menganggap saya sebagai Ayah kamu sendiri bagaimana jika Ayahmu ini meminta satu hal sama kamu?"

Perasaan Prilly tiba-tiba berubah tidak enak, ia tidak sedang mencari muka dengan mengatakan hal demikian karena apa yang ia katakan itulah yang ia rasakan, Prilly nyaman bekerja bersama Andre karena sifat lembut pria itu membuat Prilly seolah kembali merasakan kasih sayang Ayahnya yang sudah lama ia rindukan.

Andre tidak pernah melecehkan dirinya meskipun banyak diantara teman-teman pengusahanya yang justru menjadikan sekretaris mereka sebagai budak nafsu. Dan Andre alih-alih menjadikan Prilly sebagai budak nafsu pria itu justru menjaga Prilly layaknya anak sendiri sehingga membuat Prilly sangat menghormati beliau.

"Jadi apa yang harus saya lakukan Pak?" Tanya Prilly setelah menguasai dirinya. "Jika saya mampu pasti akan saya lakukan." Lanjutnya lagi.

Andre tersenyum lebar menatap Prilly dengan mata berbinar meskipun raut pucat diwajah pria itu tidak bisa ditutupi dengan senyuman hangatnya.

"Saya harus berobat keluar negeri." Prilly mengerutkan keningnya ketika Andre tiba-tiba menceritakan perihal penyakitnya yang mengharuskan beliau untuk berobat keluar negeri.

"Disana alat-alatnya sudah canggih dan kemungkinan saya sembuh lebih besar." Prilly masih setia mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Bosnya.

"Dan ketika saya pergi kesana saya ingin kamu membimbing dan mendampingi putra saya untuk memimpin perusahaan." Andre mulai mengutarakan niatnya dan Prilly sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu sampai akhirnya satu kalimat keluar dari mulut Andre yang sontak membuat kedua mata Prilly membulat lebar.

"Dan permintaan terakhir saya tolong nikahi putra saya. Saya yakin bersama kamu putra saya akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik." Tutup Andre yang berusaha mengabaikan wajah pucat pasi sekretarisnya.

Ia tahu ia jahat demi kepentingan putranya ia mengorbankan kehidupan gadis baik ini tapi hanya ini satu-satunya untuk menyadarkan Ali putra semata wayangnya. Ali sudah terlalu jauh berkecimpung di dalam dunia malam sebelum semuanya terlambat Andre ingin menarik kembali putranya kejalan yang benar dan satu-satunya cara yang terlintas dibenaknya adalah dengan menikahi putranya dan Prilly sekretarisnya.

Jangan tanyakan darimana munculnya rencana gila ini satu hal yang pasti Andre ingin yang terbaik untuk anaknya juga sekretarisnya. Ia yakin Ali dan Prilly akan berbahagia nantinya meksipun jalan mereka sungguh berat.

"Maaf Pak untuk yang satu itu saya mohon maaf saya tidak bisa mengabulkan permintaan Bapak. Permisi!"

*****

My Boss🔥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang