Bab 22

1.7K 245 12
                                    


Setelah seharian beristirahat akhirnya Prilly kembali beraktivitas. Mereka masih berada di desa dan rencananya malam nanti mereka akan kembali ke kota.

Ali sedang berbicara dengan Ibunya melalui sambungan telepon sedangkan Prilly terlihat sibuk dengan kertas-kertas yang berisi perjanjian jual beli antara pemilik lahan dan perusahaan tempatnya bekerja. Prilly harus memeriksanya secara teliti supaya tidak terjadi kekeliruan di kemudian hari.

Prilly juga memasukkan beberapa syarat dan pasal yang bertujuan untuk mengikat kedua belah pihak agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dikemudian hari yang akan membuat kedua belah pihak dirugikan.

"Jadi Papa belum benar-benar sehat Ma?"

Prilly melirik sekilas kearah Ali yang terlihat begitu serius berbicara dengan Ibunya. Mereka duduk berhadapan karena saat Santi menelpon Ali sedang membantu Prilly memeriksa berkas perjanjian mereka.

Prilly tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan namun ia yakin Ali dan Ibunya sedang membicarakan perihal Andre yang semakin hari kondisinya semakin menurun. Prilly selalu berdoa supaya Bosnya itu kembali sehat seperti sedia kala. Andre orang yang sangat baik dan Prilly sangat berhutang budi pada beliau.

Terdengar helaan nafas berat Ali. Pria yang biasanya selalu memperlihatkan ekspresi tengil atau angkuhnya kali ini terlihat begitu frustasi. Sepertinya kondisi Andre benar-benar mengkhawatirkan sekarang.

"Nanti malam Ali sama Prilly balik ke kota Ma. Mama nggak perlu khawatir nanti Ali akan minta Bram atau Sam untuk datang ke rumah sakit nemenin Mama." Ucap Ali pada Ibunya.

Dan sekarang Prilly tahu penyebab wajah murung dan frustasi Ali, ternyata Ayahnya sedang di rawat di rumah sakit. Prilly kembali mengalihkan pandangannya pada kertas dihadapannya saat Ali menyudahi panggilan teleponnya dengan sang Ibu. Prilly tidak ingin dituduh menguping.

"Papa masuk rumah sakit pagi tadi." Tiba-tiba Ali bercerita dengan sendirinya. "Gue takut Papa kenapa-napa." Lanjut Ali sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu terlihat sekali dengan kalut saat ini.

Prilly tidak tahu harus menanggapinya seperti apa namun ia cukup mengerti dengan kondisi Ali saat ini. "Saya yakin Pak Andre akan baik-baik saja."

Ali mendongak menatap Prilly dengan tatapan penuh keraguan. "Benarkah?" Tanyanya seolah meminta Prilly kembali menyakinkan dirinya.

Untuk pertama kalinya Prilly memberikan senyuman teduhnya untuk Ali dan seketika Ali merasakan detak jantungnya berubah menggila. Ali sampai memegang dadanya dengan tatapan tak lepas dari wajah cantik Prilly.

"Saya yakin. Pak Andre orang yang kuat, selama bekerja bersama beliau saya selalu dibuat kagum dengan kekuatan beliau. Entah kekuatan otaknya atau ototnya." Jelas Prilly dengan senyuman mengembang membayangkan bagaimana Andre selama ini. Ia sangat menyayangi Andre, murni kasih sayang seorang anak untuk Ayahnya tidak lebih.

"Lo suka sama Papa gue?" Tembak Ali dengan wajah terlihat tak terima. Ia tidak suka ketika Prilly begitu manis ketika memuji Ayahnya.

Wajah sumringah Prilly sontak kembali seperti biasanya, datar. Dan Ali menyesal kenapa ia harus bertanya seperti itu disaat dirinya belum puas melihat wajah manis Prilly.

"Gila!" Maki Prilly sebelum melanjutkan pekerjaannya yang sempat ia tunda demi menghibur Bosnya ini.

Bukannya marah Ali justru terkekeh pelan, perasaannya sudah sedikit membaik meskipun rasa cemas masih menyelimuti hatinya setidaknya setelah berbicara dengan Prilly perasaannya menjadi lebih baik.

"Iya gue rasa sebentar lagi gue emang bakalan gila." Seru Ali yang membuat Prilly kembali menoleh menatap bingung kearahnya dan kesempatan itu segera dimanfaatkan oleh Ali untuk menebar pesonanya pada Prilly.

My Boss🔥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang